11
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (11)
*Kucoba Menenangkan Dirinya
Oleh Ypb Wiratmoko
Begitu aku turun dari mobil, udara dingin menyelimuti tubuhku, hatiku dipeluk iba. Tentu dia merasakan lebih dingin lagi. Dia berbalik berdiri terpaku membelakangiku. Aku segera menyentuh pundaknya, membalikkan tubuhnya dan memanggil lembut namanya, "Kanya, hari telah larut malam. Tidak baik seorang wanita sendirian tanpa teman seperti ini." Aku berniat membimbingnya dengan merangkul pundaknya untuk masuk ke dalam mobil.
Tadinya aku begitu yakin ajakanku akan diturutinya karena selama ini aku
mengenal Kanya sebagai kekasihku yang baik, lembut, tak banyak tingkah, dan
penurut. "Kanya, maafkan aku atas kejadian tadi. Rupanya di antara kita
sedang terjadi salah paham. Aku mau bercerita."
Mulai dari awal hingga akhir cerita, Kanya mendengarkannya dengan diam dan
tanpa komentar. Saat aku akan membimbingnya, tubuhnya masih mematung. Padahal
kulihat bibirnya sudah gemetar kedinginan. Ternyata dia belum memaafkan aku.
Aku mencoba membujuknya lagi. “Sayangku... hari sudah larut malam, besok kita masih harus bekerja. Kita mesti memperjuangkan cinta kita bersama. Sekiranya kita berjodoh, pasti tak akan ke mana. Percayalah, sesuatu akan indah pada waktunya" Mendengar kalimatku, Kanya mengangguk dan memintaku pulang. Aku berkeras mengantarnya, namun ia tetap pada pendiriannya. Aku putuskan berbalik meninggalkannya setelah memintanya berjanji untuk menemuiku di keesokan hari. Dan aku terhenyak kaget saat tak lama kudengar sebuah mobil berdecit dengan suara benturan keras dibelakangku. Seketika nyawaku seperti terlepas meninggalkan ragaku. Aku berbalik dan menemukan Kanya tergeletak bersimbah darah.
(Makujayan, Widodaren, Gerih, Ngawi, 18 Maret 2018)
---
Bagaimana keadaan Kanya selanjutnya? Ikuti SEMBURAT MERAH JINGGA (12) yang
ditulis oleh penulis muda berbakat Veronica Dian Anita esok hari...
12
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (12)
*Hancur
Oleh Veronica Dian Anita
Seharusnya aku langsung membawa Joana ke rumah sakit saat pertama kulihat keadaannya. Seharusnya aku tidak perlu berusaha memberinya pertolongan pertama jika saja dapat kuramalkan kedatangan Kanya. Kini aku hancur mengenang air mata dan kecewanya. Aku hancur saat memeluknya. Aku hancur mendengar kesedihannya yang kini tanpa suara...
Ibu dan Joana memandangku dengan tatapan yang sulit kupahami. Sepertinya Ibu cemas sama sepertiku. Namun sepertinya ia juga masih tidak rela berada di rumah sakit ini berbagi gelisah denganku. Apakah hingga kini ia belum mengerti cinta siapa yang telah kupilih? Perempuan yang pura-pura pingsan di belakangnya, atau perempuan yang terbaring koma karena kecelakaan di dalam sana?
Ayah pun hanya bisa diam... entah apa yang dipikirkannya. Selama ini ayah memang tak pernah mencampuri urusanku, siapa yang harus kupilih, siapa yang akan bersamaku dan menjadi pendampingku. Namun sandiwara Joana yang berakhir tragis pada Kanya telah membuatnya jatuh iba kepadaku. Sedang Ibu mulai dihinggapi perasaan bersalah, Ayah meminta Ibu untuk datang dan berbicara padaku. Dengan ragu Ibu menyentuh pundakku dan berusaha meminta maafku. Namun hatiku terlanjur terlalu perih untuk memaafkan Ibu. Mataku yang nanar dan perasaanku yang hancur hanya mampu menatapnya perih... “Pulanglah Bu..., aku tetap di sini. Jika Kanya tiada, kitalah yang berdosa kepadanya.” bisikku saat memeluknya...hampir tanpa suara
Surabaya, 20 Maret 2018
13
#pentigraf
SEMBURAT MERAH JINGGA (13)
*Doa untuk Kanya
Oleh Camelia Septiyati Koto
Semalaman aku berjaga di rumah sakit. Entah jam berapa aku tertidur di kursi panjang di depan kamar perawatan Kanya. Saat terbangun, aku langsung masuk dan melihat Kanya yang masih tak sadarkan diri. Aku bergantian menjaganya bersama Jenny, kakaknya. Aku izin untuk pulang ke rumah. Sampai di rumah, kusapa ibu yang sedang mempersiapkan sarapan pagi, tak ada senyum di wajahnya seperti pagi-pagi kemarin, juga saat aku berangkat ke kantor tak mengantarku hingga pintu rumah.
Kupacu mobilku tuk mampir ke rumah sakit. Kukecup keningnya seperti biasa
saat berjumpa, “Selamat pagi sayang, bagaimana tidurnya malam tadi. Apakah kamu
memimpikan aku?" Belum ada respon darinya tapi wajahnya lebih merah
dibanding saat masuk bangsal perawatan. Wajahnya tetap cantik walau tampak
pucat. Hanya sekitar setengah jam aku menjumpainya, kemudian aku berangkat ke
kantor dan kembali menjumpainya lagi sepulang kantor. Aku tak sempat menghitung
berapa lama waktu tidurku saat malam ketika aku mulai sering berjaga di rumah
sakit menungguinya. Hatiku ingin menjerit dan menangis melihat kondisinya yang
makin kurus dan masih tergantung pada peralatan yang dihubungkan dengan
tubuhnya. Sebenarnya aku ingin mendampinya terus takut terjadi apa-apa dengan
dirinya. Tetapi aku juga tak mungkin meninggalkan pekerjaanku, sehingga aku
hanya dapat pasrah sembari memanjatkan doa buat kesembuhan Kanya. Aku percaya
Tuhan akan memberikan yang terbaik untuknya dan juga untukku.
Hampir pagi... . Aku terjaga dari tidurku di sisi ranjang Kanya dan hendak
beranjak pulang sebelum ke tempat kerja. Aku baru sadar saat telah benar-benar
terjaga. Ada seorang wanita yang sangat kukenal telah berdiri sebelahku entah
sejak kapan. " Kau...," seruku mencoba mengatasi kekagetan.
Kampung Sawah, 21 Maret 2018
14
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (14)
*Penyesalan
Oleh Veronica Dian Anita
“Aku tidak tahu semua akan berakhir seperti ini” isak Joana sambil menyeka pipinya yang basah. Tangisannya justru mendidihkan ingatanku dan membawaku sekejap pada peristiwa saat aku panik dan memberinya nafas buatan yang menyebabkan kemarahan Kanya. Kemarahanku kembali bergolak saat mengingat skenario drama ciptaannya. Terlambat kau sesali, batinku seraya memintanya pergi. Semua sudah terjadi….
Joana menyentuh jemari Kanya dan ia menangis meminta maaf kepada Kanya.
“Aku menyesal… maafkan aku.” “Bangunlah Kak.” Aku menepisnya dan memintanya
pergi. Aku menghalaunya, namun ia malah memelukku dan memohon untuk tidak
diusir dari sini. Joana terus mengatakan bahwa semua terjadi karena ia
mencintaiku. Ia menyesal karena telah menghianatiku. Dan ia memohon untuk kembali,
ia memintaku memberinya kesempatan kedua dan berjanji tidak akan mengganggu
Kanya lagi.
Tidak ada kesempatan kedua bagi Joana. Dengan kalimat tajam aku melepaskan
tubuhku dari pelukan Joana dan menegaskan kepadanya bahwa semua sudah tidak ada
lagi artinya... . Aku memandang kepergian Joana dari ujung selasar yang masih
dingin. Sementara saat aku kembali menatap Kanya untuk berpamitan padanya. Aku
melihat ada aliran bening mengalir di ujung matanya
Surabaya, 22 Maret 2018
15
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (15)
*Keputusan Ibu
Oleh Agust Wahyu
Setelah sekian lama kondisi Kanya tak ada kemajuan, sepertinya ayah dan ibu semakin cemas melihat keadaanku. Apalagi tubuhku kini tampak semakin kurus dan terlihat capek, kurang tidur dan kurang istirahat. Ibu menjadi seperti tidak sabar menunggu kesembuhan Kanya. “Bagaimana kabar Kanya?” tanya ibu saat sarapan pagi. Aku menjawabnya dengan senyuman yang terpaksa namun kubuat sewajar mungkin untuk menenangkan hatinya. Sebenarnya aku ingin bercerita banyak tentang kemajuan Kanya tetapi hatiku berdebar-debar, tak berharap mereka tahu bahwa aku telah mengusir Joana dari rumah sakit hingga akhirnya merusak hubungan kekeluargaan kami dengan Bude Mirna. Akupun buru-buru menghabiskan sarapan buatan Ibu dan berangkat ke kantor setelah mencium tangannya sebelum ibu menagih jawabanku atas pertanyaannya.
Tak lupa aku mampir menjumpai Kanya. Seperti biasa kukecup kening Kanya. Kali ini kurasakan wajahnya hangat, demikian juga saat kugenggam tangannya. Kubisikan kata-kata cinta romantis yang sengaja kuhapalkan dari tulisan Khalil Gibran. Ia pernah berucap kepadaku pada suatu waktu, bahwa ia ingin punya kekasih yang romantis. Dengan tangan kirinya yang dialiri infus masih dalam genggamanku, aku berdoa untuknya. Pagi itu aku merasakan kembali mukjizat Tuhan karena untuk pertama kalinya Kanya mampu memberikan respon dengan menggerakkan telapak tangannya dan membalas genggaman tanganku. Tanpa kusadari air mataku menetes, Sungguh besar kuasa-Mu, Tuhan. Sore harinya, aku tak langsung ke rumah sakit tetapi pulang lebih dahulu untuk mengabarkan kepada ayah dan ibu semua kemajuan yang dialami Kanya. Saat aku memasuki halaman rumah, kulihat mobil Bude Mirna. "Ibu dan ayahmu sudah memutuskan bulan depan kamu dan Joana akan bertunangan,” kata Bude Mirna tanpa basa-basi. Bagai petir di siang bolong aku mendengarnya dan aku memandang Ibu yang juga memandangku dengan perasaan yang serba salah. Aku terhenyak dipeluk diam. Apa yang harus kulakukan?
Di satu sisi aku tidak ingin menerima keputusan itu, tetapi di sisi lain
aku juga tidak bisa begitu saja mengabaikan perasaanya dan menyatakan
penolakanku dihadapan Bude Mirna. Perempuan yang hampir kubenci itu melangkah
masuk ke ruang tamu tanpa memperdulikan perasaanku. Aku masih diam, khawatir
akan penyakit jantung ibu yang mungkin akan kambuh lagi jika aku berkeras
menentang keputusan itu secara langsung pada malam ini. Ibu menyentuh lenganku,
meminta responku, saat tiba-tiba Bu De Mirna kembali menghampiri kami dan
berkata bahwa Joana terjatuh di kamar mandi serta tidak sadarkan diri. Ibu
memandangku cemas. Sementara batinku menggerutu kesal. Aku heran mengapa semua
orang mudah sekali percaya kepada penipu seperti Joana. Di saat yang sama,
Jenny menghubungiku namun Ibulah yang berbicara dengannya karena Bu De Mirna
terus memaksaku untuk pergi bersamanya mengurus Joana. Perempuan setengah baya
berjarit coklat itu menarikku untuk segera mengikutinya... Dan aku hampir
terseret arogansinya, ketika pada saat yang sama sekali tidak kuduga Ibu
mencegahku untuk tetap tinggal bersamanya. "Jangan pergi!" Ibu
menahan pundakku dan menutup telepon dari Jenny. Ibu mengajakku kembali masuk
ke rumah dan mengabaikan tatapan mata kakak perempuannya yang memandangnya
dengan murka.
Kampung Sawah, 21 Maret 2018
16
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (16)
*Amnesia
Oleh Budi Hantara
Sepeninggalan Bude Mirna, aku bernapas lega dan sejenak merasa bebas. Aku peluk dan cium ibu yang telah melindungiku dari Bude Mirna. Kenapa sikap ibu tiba-tiba berubah dan melarangku pergi? Lalu apa kabar dari Jenny? Ingin aku bertanya tetapi badanku terasa sangat lelah, fisik dan mental. Aku lebih membutuhkan untuk mandi dan membaringkan diri melupakan situasi yang dilematis. Apapun keputusanku pasti ada hati yang terluka. Ibu, Joana dan Kanya memenuhi puncak kegelisahanku. "Tolonglah aku Tuhan. Aku benar-benar tak mampu dan tak tahu harus menyerahkan hati dan cintaku kepada siapa." Aku baru saja selesai mandi dan akan membaringkan diri, tiba-tiba suara ibu membuatku terkejut, apalagi disertai dengan ketukan di kamarku. "Don cepat ke rumah sakit...,” suara ibu terdengar serius dan sebagai perintah yang tak dapat kubantah.
Bagai robot, aku mengikuti kehendak ibu. Apakah ibu mau mengunjungi Kanya? Padahal selama ini bila aku mengajaknya tak pernah mau. Atau mengunjungi Joana? Harus kuakui bila Joana itu cantik dan modis tapi terlalu manja bagiku. Ibu menganggapnya sebagai gadis yang sangat ideal menjadi pendamping hidupku. Apalagi ia sempat mengenyam pendidikan di luar negeri. Namun ada hal lain yang tidak ibu mengerti mengapa aku tak mungkin menerima dirinya lagi. Apalagi separuh hatiku sudah terlajur kutitipkan pada Kanya gadis pujaanku. Ibu tak memahami gejolak batinku. Walaupun aku bersikap dingin bila diajak membicarakan Joana, tapi ibu pantang menyerah. Bude Mirna pun sangat mendukung rencana pertunangan kami. Mereka berharap hubunganku dengan Joana bisa berlanjut ke pelaminan.
Ibu hanya memerintahkanku untuk ke rumah sakit. Dalam perjalanan, aku tak banyak bicara, fokus pada jalan menuju rumah sakit yang setiap sore ramai dan macet. Ibu sendiri sibuk dengan gawainya, agaknya kontak terus dengan Bude Mirna. Tak sopan bagiku untuk bertanya bila ibu tak mengatakannya sendiri. Saat memasuki rumah sakit, ibu menggandeng tanganku masuk lift dan dengan mantap memencet angka 5. Ada apa ini? Kanya ada di lantai 2 dan aku tak pernah menggunakan lift. “Joana belum sadar...,” kata ibu menjawab tanda tanyaku. Namun saat aku datang, dia sudah siuman. Namun saat kusapa dia tak mengenaliku. Dokter meminta kami untuk bersabar. Kemungkinan benturan di kepalanya menyebabkan gangguan pada syaraf sensoriknya. Joana amnesia. "Dan sekarang cepat kamu temui Kanya!" perintah ibu selanjutnya yang pastinya takkan kubantah.
Ngawi, 22-03-2018
17
#Pentigraf_Serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (17)
*Hal yang Tak terduga
Oleh Agnes Kinasih
"Kanya, " bisikku lembut dengan rasa penyesalan karena aku tak mendampinginya saat dia membuka mata. Jenny telah berusaha menelponku tapi ibu tak mengabarkanku. Kuusap air matanya yang meleleh di ujung matanya. "Percayalah sayang, semua akan baik-baik saja," bisikku lagi sambil kupegang tangannya dan kuusap rambutnya penuh kasih. Mata Kanya tetap terpejam. Tapi aku tahu dia mendengarku. Kuperhatikan lekat-lekat wajahnya, matanya yang terpejam. Wajah tulus. "Tuhan pulihkanlah kondisi kekasihku, " bisikku dalam hati. "Cepatlah bangun dan sembuh sayang. Apakah kau tidak ingin melihat anggrek yang kita beli waktu kita ke Puncak dulu?" bisikku. "Kemarin kulihat muncul bakal bunga. Catleya warna kuning, besok kita berburu bunga lagi ya," kataku sambil kucium rambutnya. Aku yakin meski Kanya tidak bergeming, tapi telinganya mendengar. Harapanku dia akan cepat bangun. Air mata yang bergulir tadi menunjukkan bahwa dia sudah mulai bereaksi.
"Selamat malam, Pak," suara perawat membangunkan lamunanku diikuti dengan Dokter Irwan. "Waktunya pemeriksaan...," kata perawat itu lagi.. "Selamat malam, Dok!" kataku sambil bergeser dari tempat dudukku. Setelah dokter melakukan pemeriksaan, suster mengambil injeksi dan menyuntikkan obat melalui jarum infus yang terpasang di tangan Kanya. Tiba-tiba ibu datang dan mendekati dokter, “Dokter yang merawat Joana?” Awalnya Dokter Irwan bingung tapi setelah ibu menjelaskan cukup detail, dokter tersebut mengiyakan. Ibu bertanya lagi tentang Joana, aku merasa sedih kenapa bukan tanya tentang Kanya? “Ada kandungan alkohol dalam darahnya,” jawab Dokter Irwan dengan tenang menjawab kemungkinan Joana terjatuh di kamar mandi. Ibu tampak begitu kaget dan sempat berpandangan denganku. Akhirnya ibu akan tahu siapa sebenarnya Joana.
Tak lama setelah dokter meninggalkan ruang perawatan Kanya, ibu juga keluar. Aku mengikuti dari belakang dan berniat mengantarnya pulang tapi ternyata Bude Mirna sudah menanti di parkiran. Aku balik badan dan tak ingin ketemu dengannya, bergegas melewati jalan pintas lewat parkiran mobil samping rumah sakit supaya bisa cepat kembali ke ruangan. Di persimpangan gang sepintas kulihat mobil Rush warna hitam. Aku seperti mengenal mobil itu. Stiker mobil yang menempel di kaca belakang tak bisa kulupakan. Kuputar otakku. Hahh.. ya... aku ingat bukankan ini mobil yang menabrak Kanya. Plat mobil aku tidak hafal tapi stiker itu khas. Mobil siapakah itu?
18
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (18)
*Impian
Oleh Albertha Tirta
Sepanjang perjalanan di selasar rumah sakit, aku mencoba mengingat-ingat
pemilik mobil Rush berstiker khas tersebut. Semakin ingin kuingat semakin tidak
ada gambaran sama sekali. Rupanya daya ingatku tidak setajam dulu lagi. Apakah
ini pengaruh terlalu capai dan kurang tidur? Kuakui selama Kanya di Rumah Sakit,
segala daya dan pikiranku tercurah padanya.
Sampai di kamar Kanya, jiwa ragaku terasa lemah, semangatku memudar. Hasil
konsultasi dengan dokter, menyatakan kondisi Kanya mengalami perkembangan tak
begitu berarti. Sehingga kondisi seperti ini akan berlangsung lebih lama lagi.
Kutarik kursi ke dekat tempat tidurnya di ujung kaki. Kuraih kaki Kanya, kuelus
dan kupijit pelan jemarinya yang kurus. Dalam diam, kupanjatkan doa permohonan.
Bila Tuhan mengizinkan dan berkenan, sudilah memberi mujizat bagi Kanya. Aku
belum siap kehilangan dirinya. Aku ingin menunjukkan cinta suciku padanya.
Kulihat Kanya mulai bergerak dan membuka mata, terlihat bening dan ceria. Tidak ada bekas sakit di wajahnya. Tubuhnya bugar, ia melontarkan senyum termanis yang selama ini kurindukan. Diulurkannya tangannya. Aku segera menyambutnya. Tetapi sebelum sampai tanganku menyentuhnya, ada tepukan di punggungku. Aku tergagap sadar, kubuka mataku lebar-lebar, kukucek mataku berulang-ulang. Kanya di depanku tetap terbaring lemah dengan mata dan bibir terkatup rapat. Kubalikkan badanku ke belakang untuk mengetahui siapa tadi yang menepukku. Mulutku hanya ternganga menatapnya.
19
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (19)
*Misteri Mobil Hitam Berstiker
Oleh Murnierida Pram
Seorang wanita berbaju putih berdiri di belakangku. Perawat jaga malam yang
akan memeriksa kondisi Kanya membangunkan dari mimpi indahku. Raga dan
pikiranku terasa semakin letih. Kanya yang belum juga pulih. Ditambah Joana
yang juga masuk rumah sakit dan Bude Mirna yang terus mendesakku untuk menikahi
Joana. Sebenarnya aku bisa saja tidak memperdulikan Joana dan Bude Mirna.
Karena bagaimanapun di zaman modern ini, orang berhak dan bebas menentukan
siapa yang akan menjadi pasangan hidupnya. Ah, pikiranku makin ruwet saja.
Kondisi tubuhku yang letih membuat aku menjadi berhalusinasi. Membayangkan
Kanya telah sembuh dan sehat seperti sedia kala. Semua harapanku itu terbawa
dalam mimpi.
Jenny tengah tertidur di sofa panjang. Perutku mulai terasa lapar. Perlahan aku berpindah ke kursi yang berada di luar ruang perawatan Kanya lalu membuka makanan yang dibawakan Bude Mirna. Ia juga orang tua yang harus kuhormati. Dan pastinya ia juga sangat terpukul dengan kondisi Joana, apalagi didiagnosa dokter mengalami amnesia. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Dengan terisak Bude Mirna bercerita, bahwa Joana sangat mencintaiku. Meski Joana pernah berpaling pada lelaki lain. Namun Joana selalu mengatakan pada nya bahwa cintanya yang tulus hanya untukku. Dengan muka sedih bude Mirna memohon maaf atas perlakuan Joana kepadaku, "Kembalilah untuk Joana...." Bude mengakui cara Joana untuk mendapatkan diriku kembali adalah salah, namun bude mohon berilah kesempatan untuk Joana. Aku termenung tak mampu menjawab. Hatiku pedih. Aku tak memahami apa yang dimaksud dengan perkataan bude bahwa Joana berusaha mendapatkanku kembali dengan cara yang salah? Aku tiba-tiba teringat mobil hitam berstiker itu. Segera kuhabiskan makanan dimulutku dengan menggelontorkan air minum sebanyak mungkin dari kemasannya.
Sampai di tempat parkir, masih ada beberapa kendaraan yang menginap. Tapi tak ada lagi mobil hitam berstiker tersebut. Tapi bukan itu yang kucari tetapi pengemudi mobilnya. Aku terpaku dan tak percaya dengan penglihatanku. Dengan cepat foto-foto yang kudapat pindah ke gawaiku. "Terima kasih, Pak," kataku pada tukang parkir sembari meyisipkan beberapa lembar uang sepuluh ribuan ke tangannya. dengan mengamati fot0-foto itu, aku kembali teringat bagaimana dulu Joana menggandeng mesra tangan lelaki itu. Hatiku sangat pedih melihat kemesraan mereka. Aku menatap dengan nanar mereka yang seperti menghinaku saat melewatiku. Aku tersentak... ya lelaki itu yang mengendarai mobil hitam berstiker yang telah menabrak Kanya. Mengapa Kanya menjadi korban? Apa hubungannya lelaki itu dengan kekasihku?
Batusari condet 27031
20
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (20)
* Tatapan Mata Memikat
Oleh Jenny Seputro
Dengan langkah gontai, kutelusuri lorong rumah sakit yang lengang. Tempat
ini sudah bagaikan rumah kedua untukku. Kalau tidak sedang di kantor, aku pasti
di sini. Kanya di lantai dua, dan Joana di lantai empat tapi ditulis lima.
Rumah sakit saja ikuti mitos tak ada lantai 4. Aku tak bisa berhenti
menyalahkan diriku sendiri. Kalau bukan karena aku, kedua gadis itu tidak akan
seperti ini. Sudah tiga hari berlalu, Joana masih juga belum ingat siapa
diriku. Aku ingat bagaimana awalnya kami berkenalan dan menjadi teman baru.
Satu hal yang membuatku bergetar adalah tatapannya. Tapi tatapan mata milik
Joana yang akhir-akhir ini kukenal, bukan sepasang mata milik gadis yang telah
merebut hatiku, lima tahun yang silam.
Saat itu aku masih seorang mahasiswa semester lima. Karena jadwal kuliah
yang padat, aku hanya punya waktu makan di tengah-tengah jam makan siang.
Artinya, kantin kampus yang tidak memadai itu selalu penuh sesak dan hampir
tidak mungkin mendapatkan meja. Siang itu, sambil membawa nampan berisi nasi
uduk dan air mineral, aku menemukan satu meja kosong di pinggir ruangan.
Cepat-cepat aku ke situ, dan saat nampan kuletakkan di meja, sebuah nampan lain
diletakkan persis di sebelahnya. "Eh, maaf, meja lain sudah penuh
semua," kata si empunya nampan berisi nasi goreng dan teh botol itu.
Kuajak dia makan bersama, dan senyumnya mengembang. Dia memperkenalkan diri,
namanya Joana.
Aku belum pernah menemukan teman ngobrol seasyik itu. Joana yang humoris,
tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan. Tapi dia juga seorang pendengar yang
baik. Usut punya usut, ternyata dia keponakan Pakde Marto, kakak ipar ibuku. Kami
memang belum pernah bertemu. Ah, dunia ini memang kecil. Saat kami berpisah,
nomor teleponnya sudah tersimpan dalam gawaiku, dan juga nomorku di gawainya.
Kami sepakat untuk makan bersama lagi keesokan harinya, dan hari-hari
selanjutnya. Sepanjang malam itu hatiku berbunga-bunga. Tatapan mata Joana yang
membius senantiasa terbayang, meyakinkanku bahwa segala hal dalam hidup ini
indah adanya. Saat itu akupun menyadari, kalau aku sudah jatuh cinta. Tapi itu
dulu, kini haruskah aku menantinya?
Perth, 28 Maret 2018
Catatan:
- Serial ini sudah mencapai episode 56
- Serial ini terbuka bagi siapa saja yang berminat untuk melanjutkannya.
Beberapa penulis yang telah berpartisipasi adalah: Agust Wahyu, Camelia Septiyati Koto, Merry Srifatmadewii, Siu Hong-Irene Tan, Ypb Wiratmoko,Budi Hantara, Veronica Dian Anita, Albertha Tirta, Agnes Kinasih, Murnierida Pram, Jenny Seputro, Waty Sumiati Halim, Yosep Yuniarto
- Serial ini sudah mencapai episode 56
- Serial ini terbuka bagi siapa saja yang berminat untuk melanjutkannya.
Beberapa penulis yang telah berpartisipasi adalah: Agust Wahyu, Camelia Septiyati Koto, Merry Srifatmadewii, Siu Hong-Irene Tan, Ypb Wiratmoko,Budi Hantara, Veronica Dian Anita, Albertha Tirta, Agnes Kinasih, Murnierida Pram, Jenny Seputro, Waty Sumiati Halim, Yosep Yuniarto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar