#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (66)
*Badai
Oleh: Merry Srifatmadewi
Kutunggu jawaban ibu. "Mengapa tidak,
Don?" tanya ibu balik. Aku sempat terperangah tidak percaya akan kata yang
ibu bicarakan baru saja. Apakah aku tidak salah dengar? Kuulangi lagi
pertanyaannya dan ibu menjawab yang sama. Kuguncangkan bahu ibu untuk meyakinkan
diriku dan kutatap matanya. Air mata ibu mengalir, ibu menangis terharu dan
memelukku. Entah ibu sebenarnya menangis karena apa. Kasihan karena aku sudah
waktunya menikah setelah cukup lama pacaran, kasihan karena kemungkinan aku
tidak bisa punya keturunan, kasihan memikirkan aku tidak jadi menikah dengan
Joana? Ah, apalah itu alasannya yang penting aku sudah mengantongi restu ibu.
Bude Mirna yang dihubungi ibu agak kecewa
dengan keputusan yang dirasa cukup mendadak dan merasa kurang adil karena tidak
menunggu kesembuhan amnesianya Joana. Bude Mirna minta waktunya diundur saja.
Ibu menjelaskan bahwa aku ingin bertunangan dulu dan tidak langsung menikah.
Hati Bude Mirna agak tenang dan berharap dalam hati agar cukup waktu Joana
sadar kembali. Dan Bude Mirna ada beritahu ibu untuk menginformasikan kepadaku
bahwa dia ingin membantu persiapan demi kelancaran acara pertunangan. Ibu
berjanji akan memberitahukanku karena ibu tidak berani beritahu secara langsung
apakah aku akan menerima uluran tangan Bude Mirna karena orangtuanya sendiri
tidak diizinkan repot-repot untuk membantu. Beberapa hari kedepan Bude Mirna
dan Joana akan datang ke rumah, alasannya kangen sudah lama tidak datang
berkunjung.
Aku dan Kanya pergi beribadah bersama-sama
ikut misa pertama di gereja dan hendak menemui romo yang kami pilih untuk
memberkati pernikahan kami nantinya. Ayah dan ibu pergi kebaktian agak siang.
Rencana kami selanjutnya dari gereja, kami mau melihat pakaian pengantin dan
coba mencicip makanan di pameran wedding. Ketika misa hampir selesai, sebuah
motor nyelonong masuk ke pintu utama gereja yang terbuka dan terjadilah ledakan
bom pas di tengah ruang kebaktian yang masih berlangsung. Suara ledakan sangat
keras dan memekakkan telinga. Suasana kacau-balau. Suara jerit tangisan
meledak. Korban berjatuhan. Porak-poranda. Dua pengemudi motor langsung
meninggal dengan bom bunuh diri. Umat yang panik berlari menyelamatkan diri
dengan secepatnya keluar dari gereja untuk menghindari ledakan bom selanjutnya.
Kanya yang mendengar suara ledakan dari toilet segera mencari-cari aku untuk
memastikan keselamatan diriku yang tadinya masih berada di ruang kebaktian.
Banyak umat yang menjadi korban, aku membantu sebisanya menolong korban. Aku
tidak ingat akan Kanya, yang penting saat itu menyelamatkan korban. Kanya
mencari diriku di antara korban yang tergeletak. Tak jua ditemukannya diriku.
Gawainya tak bisa menghubungiku.
Jakarta, 13 Mei 2018.
#pentigrafSF
Ikuti Semburat Merah Jingga selanjutnya esok
hari...
Catatan:
- Serial ini terbuka bagi siapa saja yang
berminat untuk melanjutkannya.
- Bila ingin melanjutkan dapat mengirimkannya
lewat inbox ke Agust Wahyu
- Beberapa penulis yang telah berpartisipasi
adalah: Agust Wahyu, Camelia Septiyati Koto, Merry Srifatmadewii, Siu
Hong-Irene Tan, Ypb Wiratmoko,Budi Hantara, Veronica Dian Anita, Albertha
Tirta, Agnes Kinasih, Murnierida Pram, Jenny Seputro, Waty Sumiati Halim, Yosep
Yuniarto, Stella Christiani Ekaputri Widjaja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar