31
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (31)
*Pemakaman Pakde Marto
Oleh Camelia Septiyati Koto
Hari ini adalah pemakaman Pakde Marto, kulihat bude Mirna yang tak henti-hentinya menangis sambil menggandeng Joana yang baru keluar dari rumah sakit. Ibu pun tak pernah jauh-jauh dari sisi bude Mirna, sambil menyalami tamu-tamu yang datang mengucapkan belasungkawa. Setelah misa penutupan peti. kulihat Joana meneteskan air mata dan memeluk bude Mirna, dan Joana menatapku sesaat. Agaknya dia belum mengenaliku?
Pakde Marto di makamkan di Tegal, kota kelahirannya. Bude Mirna berangkat ke sana ditemani ibu. Demikian juga Joana tetap memaksa ikut walau kesehatannya belum pulih. Pihak keluarga menyediakan sebuah bis besar untuk pengantar dan beberapa mobil pribadi. Dan hal yang mengejutkanku adalah ketika Bude Mirna, Joana, dan ibu memasuki mobil hitam berstiker yang kulihat di malam saat Kanya kecelakaan. Mobil milik Jo. panggilan Jonathan, orang yang dulu merebut Joana dari pelukanku. Kaki dan badanku kaku. Ingin aku mencegahnya tapi aku tak punya alasan untuk melakukannya. Aku hanya berdoa semoga malam itu aku salah lihat. Tapi bagaimana stiker di bagian belakang itu?
Beberapa analisa memenuhi pikiranku. Mengapa Kanya menjadi korban? Apa hubungan Jo dengan Kanya? Apa mungkin karena Jo tahu Joana lebih mencintaiku sehingga dengan menabrak Kanya maka aku akan banyak menghabiskan waktu buat kanya. Dan Joana akan kembali pada Jo.
Atau... jangan-jangan Jo pernah berpacaran dengan Kanya dan pernah menghamilinya.
Dia tidak mau jika rahasia masa lalunya terbongkar jika Kanya mengetahui
keberadaannya saat ini. Oleh sebab itu Kanya harus dilenyapkan. Aku benar-benar
pusing. Atau mungkin Jo memang ingin melepaskan Joana kembali padaku. Tetapi
dengan adanya Kanya membuatku tak perhatikan Joana, maka Kanya harus
dilenyapkan. Dalam kebingungan, aku hanya pasrah kepada-Nya dengan berdoa. Aku
tahu Dia pasti akan memberikan jalan terbaik buatku pada saat-Nya yang tepat.
Kp.sawah/040418
---
32
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (32)
*Di Luar Dugaan
Oleh Agnes Kinasih
Banyak sekali kejadian tak terduga dalam hidup ini. Kejutan-kejutan
kehidupan datang. Aku bersyukur karena aku mampu melewatinya. Hari ini setelah
bertemu dengan dokter visit, aku pamit pada Kanya untuk pergi ke kantor, “Cepet
sehat ya sayangku... Love u.” Aku mencium pipinya kiri dan kanan yang mulai
kelihatan berisi kembali. Hari ini ada beberapa meeting yang harus kuhadiri,
dua diantaranya aku sendiri yang harus memimpin. Aku mendapat laporan dari anak
buah di lapangan, ada rumor yang sengaja disebarkan seseorang untuk menjatuhkan
perusahaan yang kupimpin.
Praktis hampir sebulan aku tak begitu aktif di kantor. Hari-hariku
disibukkan dengan mendampingi Kanya. Hari ini banyak masalah yang harus
kutangani dengan cepat. Pada rapat pertama membahas demonstrasi yang dilakukan
warga sekitar pabrik karena sumber air yang mereka gunakan tercemar limbah
pabrik. Aku merasa heran, bertahun-tahun pabrik didirikan tak pernah ada
masalah. Perusahaan sudah mengantisipasi tentang buangan limpah ini. Limbah
diproses dahulu sebelum dibuang, jadi dampaknya tidak mencemari lingkungan.
Bagian penanganan limbah dan pihak keamanan pabrik telah bergerak cepat. Pada
rapat, mereka telah berhasil menunjukkan sejumlah foto berkenaan dengan aksi
warga dan pencemaran yang terjadi. Betapa terkejutnya aku melihat foto-foto
itu. Hal yang di luar dugaanku.Tampak seseorang dengan sengaja memasukkan zat
kimia tertentu ke aliran sungai tempat perusahaan membuang limbah produksi.
Hasil rapat langsung kutindaklanjuti beserta langkah-langkah yang harus
dilakukan selanjutnya. “Selidiki sampai tuntas dan libatkan kepolisian,”
perintahku pada Pak Darsono, orang kepercayaanku di perusahaan. Tanpa menunda
lagi, siang itu juga dia bergerak cepat dengan membentuk satuan tugas untuk
menyelesaikan masalah ini. Warga telah mengancam, bila tak diatasi segera maka
mereka menuntut perusahaan harus ditutup. Tentu saja ini berdampak besar pada
perusahaan yang memperkerjakan hampir seribu karyawan. Otakku dipenuhi dengan
banyak pertanyaan, apa yang ingin dilakukan terhadap perusahaan ini? Saat aku
kebingungan, gawaiku berbunyi, “Baru saja terjadi lagi, Pak. Tapi kami gagal
menangkapnya. Tetapi CCTV sudah dipasang di lokasi dan berhasil merekamnya.”
Aku langsung mendatangi operator CCTV dan meminta untuk membukanya. Ragaku yang
sudah lelah, kali ini dibuat tak berdaya dan kaget melihat gambar yang
tertayang ke monitor. Sungguh sulit dipercaya. Kenapa ini bisa terjadi? Apa
sebenarnya yang dia inginkan?
---
Polisi
bergerak cepat karena laporan yang kami lakukan diaertai dengan bukti-bukti
yang lengkap. Beberapa hari kemudian Pak Darsono mendapat panggilan dari
kepolisian untuk dimintai keterangan sebagai saksi dan untuk melengkapi berkas
perkara. Walau aku sudah melihat foto-foto pelaku dan cctv, tak urung aku cukup
kaget saat Pak Darsono mengatakan, "Ada beberapa pelaku dan pelaku utama
adalah Jonathan kekasih Joana." Dia cukup mengenal Joana karena memang
sering datang ke kantor.
Ibu tak
terkejut ketika kulaporkan Jo ditangkap polisi. Malah ibu bilang, "Bude
malah bersyukur dapat ditangkap. Tapi ibu minta kamu tak boleh memusuhi Joana
karena dia juga korban." Kepergian ibu pada pemakaman Pakde Marto ternyata
membawa oleh-oleh cerita yang panjang. Sepanjang perjalanan Jakarta -Tegal -
Jakarta mereka bebas cerita apalagi yang membawa mobil hitam berstiker itu
ternyata Oom Parto, adik Pakde Marto. Ibu tak pernah menyinggung lagi tentang
Joana. Apa berarti sikap ibu sudah melunak padaku? Dan ibu tak lagi memaksakan
kehendak agar aku memilih Joana? Mungkin Joana juga sudah cerita kenapa dulu
dia meninggalkanku. Apakah sikap ibu sungguh berubah?
Versi Joana
yang diceritakan pada ibu dan bude adalah Jo yang waktu itu merayunya dan
mengancamnya untuk meninggalkanku. Cerita Itu tak penting lagi bagiku. Semua
sudah berlalu dan hatiku telah terobati dengan kehadiran Kanya. Perlahan tapi
pasti semua misteri kejadian yang menyangkut pabrik, Joana, dan Kanya mulai
terbuka. Aku percaya ini semua karena Tuhan selalu campur tangan dalam setiap
persoalan. Dan persoalan utama yang belum mampu aku jawab adalah mengapa harus
Kanya jadi korbannya?
Jakarta, 6
Maret 2018
---
Joana
mengenal Jonathan dalam sebuah acara ulang tahun teman mereka di sebuah villa
di Puncak. Pesta hingga mabuk dan dalam keadaan setengah sadar Jo mengajak
Joana yang teler ke kamar temannya diam-diam. Di sana Jo menyetubuhi Joana.
Tidak hanya saat itu saja tapi dalam setiap kesempatan mereka melakukan
hubungan intim. Joana tidak berani menolak atau mengelak, Jo mengancam akan
membeberkan rahasia ketidak-perawanan Joana ke pers. Bisa hancur-lebur nama
baik perusahaan dan keluarga Joana terutama Pakde Marto dan Bude Marni. Makanya
apapun yang Jo inginkan, Joana tunduk termasuk menggugurkan kandungan
diam-diam. Jo sangat pandai bermuka manis, bermulut manis dan pandai mengambil
hati keluarga Joana. Pakde Marto dan Bude Mirna juga takut pada Jo, bukan hanya
suka mabuk tapi juga pengedar narkoba kelas kakap punya kenalan yang setiap
waktu siap membunuh.
Dengan
tertangkapnya Jo, Bude Mirna dan Joana kini merasa lega. Tidak ada lagi yang
perlu ditakuti. Dengan kematian Pakde Marto, Bude Mirna banyak merenung dan
merenung. Sebelum dia nanti dipanggil pulang oleh Tuhan, ingin dia
mengungkapkan semua kesalahan dan dosa-dosanya terutama kepada Don maupun
Kanya. Tapi rasa malu yang lebih besar membuatnya berpikir berkali-kali. Baru
mau bicara, keberaniannya hilang. Mundur maju, maju mundur bak makan buah
simalakama.
Sore ini
Kanya sudah diizinkan pulang oleh pihak Rumah Sakit. Don dan Jenny mengurus
biaya pembayaran dan lain-lainnya. Dengan didorong kursi roda, Kanya menunggu
di lobby utama Rumah Sakit ditemani Jenny. Dilihatnya mobil hitam berstiker di
tempat parkir. Hal tersebut melambungkan traumatis pada Kanya. "Mengapa
kamu, Kanya? Mukamu pucat sekali!" tanya Jenny. Cepat-cepat Jenny hubungi
Don untuk secepatnya datang. Mesin mobil segera dimatikan. Dengan segera Don
berlari sekuat-kuatnya ke arah Kanya. Apa yang terjadi pada Kanya dan haruskah
diopname kembali?
---
"Haaa...,"
teriak Kanya dengan wajah ketakutan. Aku berlari dengan cepat menjumpai Kanya.
Dengan dibantu seorang perawat, kami mendorongnya ke ruang praktek dokter yang
kebetulan sudah kosong. Aku berusaha menenangkannya. Seorang perawat membawakannya
teh hangat yang langsung dihirupnya pelan-pelan. Setelah agak tenang, aku
berusaha menjelaskan dan meyakinkannya bahwa dia akan aman karena pemilik mobil
itu sudah ditangkap dan sekarang digunakan oleh Oom Parto. Tapi aku tak
mengatakan bahwa Joana sedang berada di rumah sakit karena sedang kontrol rutin
dengan dokter yang merawatnya sekalian merawat Kanya.
Aku hanya
ingin membuat Kanya tenang dan beristirahat di rumah. Lain kali bila sudah
memungkinkan, pasti aku akan cerita seluruhnya. Dengan ditangkapnya Jo maka
semua menjadi jelas dan nyata. Ketakutan Jo akan kehilangan Joana karena dipicu
oleh sikapnya sendiri membuatnya melakukan hal yang kurang rasional. Saat
diketahui, Joana mendekatiku maka Jo berniat mencelakaiku, minimal memberi
pelajaran untukku agar tidak mendekati Joana. Padahal Joana yang mendekatiku.
Jo sudah mengajak Joana unuk menikah, malahan mereka sudah merencanakan tempat
pernikahan, mencetak undangan, dan membuat logo khusus "JoJo” dari awal
suku kata nama mereka. Tapi itu dibatalkan karena Joana pernah memergoki Jo
bermesraan dengan cowok berbadan kekar di kamarnya. Peristiwa yang membuat Jo
tertangkap sebenarnya skenarionya yang kedua. Dengan hancurnya perusahaanku dan
aku jatuh miskin, dipikirnya pasti Joana tak ingin lagi bersamaku.
Sekenario
utamanya adalah memberi pelajaran pada saat Kanya kecelakaan, Jo telah
mengikutiku semenjak aku keluar dari rumah setelah menolong Joana yang
pura-pura pingsan. Dia bersama seorang temannya yang belum tertangkap, berniat
menghentikanku di tempat yang sepi. Memberi pelajaran dan mengingatkanku untuk
menjauhi Joana. Tetapi itu belum terjadi. Aku malah bertemu Kanya di jalan, dan
tak mau di antar pulang. Pada saat aku meninggalkan Kanya, mobil hitam
berstiker yang dikemudiakan berniat mengejarku dan tak melihat Kanya yang
sedang menyeberang dan jalan berlawanan arah denganku. Jo yang sedang dalam
keadaan setengah mabuk tak dapat menghindari tuhuh Kanya, yang sebenarnya
justru tak termasuk dalam sekenario Jo. Apa yang akan dilakukan oleh ibu dan
bude setelah mendekar semua certa yang ada dengan lengkap?
---
Duduk hanya
berdua dengan Kanya di ruang klinik salah seorang dokter yang sudah selesai jam
praktiknya membuatku merasa lega. Aku merasa bukan sebuah kebetulan kalau
perawat yang tadi mendorong kursi roda Kanya meninggalkan kami untuk mengambil
kantung obat Kanya yang tertinggal. Setelah hari-hari yang panjang dan sangat
melelahkan sejak terjadinya kecelakaan yang menimpa Kanya, aku baru menyadari
detik ini menjadi sangat istimewa. Tak ada seorangpun yang mengganggu kami.
Sudut bibir Kanya naik membentuk sebuah senyuman yang selalu kurindukan.
"Trimakasih ya, Don. Untuk semuanya..." Aku hanya mampu menjawab
dengan anggukan sambil menatap kedua manik matanya, tempat kutemukan tatapan
bening yang mencerminkan kejujuran.
Kata orang
cinta bisa datang dan pergi kapan saja, namun cinta sejati pasti datang tepat
pada waktunya. Harus kuakui bahwa aku pernah mencintai Joana. Namun cinta
sejatiku adalah Kanya. Bersama Kanya aku menemukan diriku sangat berharga.
Bersamanya pula aku merasa memiliki seorang yang harus kulindungi. Setelah
hari-hari yang nyaris memporak-porandakan hidupku dan Kanya, serta
mencabik-cabik hati kami, aku menemukan perasaanku terhadap Kanya makin
mendalam. Aku tetap mencintainya. Siap menerima Kanya apa adanya. Aku tak ingin
menukar cinta sejatiku dengan apapun. Bahkan aku siap menelan buah simalakama
yang telanjur kukunyah...
"Don...?"
Suara Kanya menyadarkanku. Pandangan kami bertemu. Sebuah aliran hangat menyelimuti
hatiku. Aku tak tahu apakah Kanya merasakan hal yang sama. Yang kutahu ada
tarikan gelombang magnet yang membuatku bersujud di hadapan gadis impianku.
Kuraih tangannya yang tampak pucat. Kanya membiarkan tangannya dalam
genggamanku. Ia terisak saat kukecup punggung tangannya yang putih. Dengan
gemuruh hebat di dada kueja isi hatiku yang terdalam untuknya. "Kanya,
maukah kau mengarungi bahtera hidup ini bersamaku?" Kanya menatapku tak
percaya dengan mata basah. Kujatuhkan kepalaku di pangkuannya. Aku sudah pasrah
dan tahu diri. Sebagai lelaki sejati aku harus siap menerima keputusan Kanya.
Detik-detik berlalu dalam hening. Tiba-tiba suara Kanya memecah keheningan.
Kuangkat wajahku. Aku nyaris tak memercayai pendengaranku sendiri. "Aku
bersedia..
Bandung,
07042018
---
37
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (37)
*Kegelisahan
Oleh: Budi Hantara
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (37)
*Kegelisahan
Oleh: Budi Hantara
Taman
di depan pavilyun rumah sakit itu tampak indah. Meskipun tidak luas tapi sangat
terawat. Taman itu tidak hanya indah dipandang mata tapi memiliki multiguna.
Mungkin ini taman terapi pertama di Indonesia. Beberapa pasien tertentu
menjalani terapi di taman itu. Katanya itu disebut terapi "Basic to
Nature." Penyembuhan di luar ruang dengan menggunakan media alam ternyata
cukup efektif. Sudah banyak pasien yang sembuh melalui terapi tersebut di rumah
sakit itu. Joana termasuk salah satu pasien yang menjalani terapi itu. Bude
Mirna selalu mendampingi Joana dengan setia. Sembari menunggu dokter, mereka
duduk di dekat air mancur. Suara gemericik air terasa mendamaikan hati.
Dari
kejauhan terlihat sepasang kekasih berjalan melintasi lorong depan ruang
Cendana. Mereka tampak mesra. Mata Joana terpana melihatnya, tapi merasa asing.
Bude Mirna yang mengira bahwa Joana cemburu melihat Don dan Kanya begitu mesra
berusaha mengalihkan perhatian. Namun suara Joana membuyarkan niatnya.
"Lihat mesranya mereka." Joana menarik tangan Bude Mirna sambil
tersenyum. Bude Mirna semakin heran. Tanpa sadar dia menyebut nama Don. Anehnya
Joana justru bertanya siapa Don. "Siapakah Don?" Pertanyaan Joana
semakin membuat Bude Mirna penasaran. "Kamu tak ingat Don?" Joana
menggelengkan kepala. Dia benar-benar tidak ingat siapa Don.
Selama
mendampingi Joana menjalani terapi, Bude Mirna merasa gelisah. Diam-diam dia
mempethatikan ekspresi wajah Joana. Tidak menunjukkan tanda-tanda cemburu
sedikitpun. Berarti dia tidak berpura-pura. Berbagai pertanyaan berkecamuk di
benak Bude Mirna. Kenapa Joana tidak bisa mengingat Don kekasihnya? Apakah dia
akan kehilangan sebagian ingatan untuk selamanya? Kuserahkan semua padaMu ya
Tuhan.
Ngawi,
07042018
---
38
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (38)
*Keputusan Ibu
Oleh Camelia Septiyati Koto
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (38)
*Keputusan Ibu
Oleh Camelia Septiyati Koto
Saat
ku mengantar Kanya kembali ke rumah dan sudah menerima keputusannya kukatakan
Jenny kalau aku benar-benar ingin menikahi Kanya dan akan segera
menyampaikannya kepada ayah dan ibu. "Don, kamu yakin dengan keputusanmu
ini?" Jenny berusaha menanyakan kembali keseriusanku. "Sangat
yakin," jawabku tegas.
Sesampai
di rumah kulihat ayah sedang menikmati secangkir kopi, ku hampiri dirinya dan
kukatakan niatku. "Kamu bicarakan baik-baik dengan ibumu Don, ayah mau
yang terbaik untukmu dan
kebahagianmu." Kupeluk erat ayah dan kuhampiri ibu yang sedang menyiram
tanaman kesayangannya di kebun belakang.
"Bu,
aku mau bicara masalah Kanya," ibu hanya melirik dan melanjutkan
kegiatannya. Jantungku berdetak lebih cepat dan keringatku mulai membasahi
keningku, kalau dilihat cuaca hari ini tidak terik mungkin terlihat teduh.
"Ibu bisakah kita bicara sebentar?" Ibu meletakkan selang air dan
gunting tanamannya lalu duduk tak jauh dariku. "Bu aku ingin menikah
dengan Kanya, aku ingin ibu memberi restu padaku bu. Karna aku sangat
menyayangi dan mencintainya bu." Ibu hanya terdiam tak sepatah katapun
keluar dari mulutnya. Dan kulihat air mata nya menetes tak beberapa lama ibu
pergi meninggalkanku dan masuk ke dalam kamar. Aku hanya terdiam tak bisa
berbuat apa-apa, saat kuingin menghampiri ibu kulihat ibu keluar dari kamarnya
dengan air mata yang sudah mengering. "Don, ajak Kanya ke sini. Biar ibu
katakan semuanya nanti di depan Kanya, Bude Mirna, dan Joana...," kata ibu
seakan tak ada apa-apa. Tetapi itu membuatku bingung, aplagi bila Bude Mirna
dan Joana dilibatkan.
Kp.sawah/100418
---
39
#pentigraf_serial
SEMBURAT
MERAH JINGGA (39)
*Pengakuan
Kanya
Oleh Jenny Seputro
Hari Minggu
siang yang terik. Sudah hampir seminggu aku berencana membawa Kanya menemui
ibu. Tapi aku belum berani. Aku tidak bisa menduga apa rencana ibu
mempertemukan Kanya dengan Joana dan Bude Mirna. Mungkinkah ibu tega
menjatuhkan bom pertungananku dengan Joana di depan Kanya? Tapi tidak mungkin
juga, karena saat ini Joana tidak mengenaliku. Pastinya dia juga keberatan
dipertunangkan dengan seorang asing. Di atas semua itu, masih ada masalah yang
mengganjal di benakku. Sesuatu yang tidak diceritakan Kanya padaku.
Kuajak Kanya
mampir ke depot es campur kesukaannya. Panas-panas begini, tentunya asyik
menikmati es segar sambil mengobrol. Kanya sudah terlihat sehat. Pipinya
bersemu merah dan senyumnya senantiasa mengembang di bibir manisnya. Kami asyik
mengobrol dan tertawa. Pelan-pelan mulai kusinggung kegalauanku. Kalau dia
memang menerima lamaranku, tidak seharusnya ada rahasia di antara kami.
"Kamu ingin tahu kenapa aku tidak bisa punya anak kan?" tebak Kanya
jitu. Aku tersenyum kecut sambil mengangguk kecil. Terlepas dari isu karangan
Bude Mirna, aku ingin tahu alasan yang sebenarnya.
Ternyata
pernah ada kista di ovarium Kanya. Setelah perawatan tradisional selama setahun
lebih tidak membuahkan hasil, Kanya yang kesakitan dilarikan ke tempat praktek
dokter Budiman. Operasinya berhasil dengan baik. Hanya saja berbagai tes yang
dilakukan menemukan sel-sel telur Kanya yang terlalu kecil dan buruk
kualitasnya. "Dokter bilang aku tidak boleh terlalu berharap untuk punya
anak," suara Kanya terdengar lemah. Kurangkulkan lenganku di bahunya.
“Cintaku padamu tak kan berubah...," aku tak yakin apa yang harus
kukatakan. Kanya menatapku, sambil memaksakan sebuah senyum.
Perth, 11 Maret 2018
---
40
#pentigraf_serial
SEMBURAT
MERAH JINGGA (40)
*Sidang
Pengadilan
Oleh Merry
Srifatmadewi
Hari dan waktu telah ditetapkan berdasar kesepakatan, tidak ada lagi alasan untuk mundur. Semua akan dibuat terang-benderang. Di ruang keluarga di hadapan meja bundar telah duduk ibu dan ayah duduk bersebelahan. Joana dengan Bude Mirna telah tiba dan bergabung. Wajah Joana sangat innocent, duduk teramat manis. Aku berjalan menggandeng tangan Kanya yang basah karena takut menghadapi sidang pengadilan ini. Siapa yang akan mengetuk palu? Muka Kanya agak pucat ibarat pesakitan yang dibawa ke ruang pengadilan. Aku mengelus tangan Kanya menenangkannya. Kanya menghampiri dan berusaha tersenyum menyalami satu-persatu. Hatinya deg-degan.
Bude Mirna baru akan bicara dipotong suara ibu. "Kanya, apa kabar?" Suatu pembukaan kata yang mencairkan suasana yang tegang mencekam ini. Dengan menangis Bude Mirna menceritakan hal-ikhwal bagaimana dirinya menjauhkan Kanya dari Don demi Joana yang sangat dikasihinya dan berita hoax tentang Kanya hamil. Bude Mirna ke luar dari kursi dan menghampiri Kanya. "Maafkan Joana, maafkan Bude yang telah bersalah pada kalian" sambil menyodorkan tangan dan bersujud di hadapan Kanya. Kanya menggeser mundur kursi agak ke belakang. Mengangkat Bude berdiri dan memeluk erat-erat. Semua menangis melihat peristiwa pengampunan yang diberikan Kanya setelah mendengar semua penuturan Bude Mirna tentang kondisi Joana yang sebenarnya. Tiada rasa dendam dan kecewa. Semua hilang ditiup angin. Kanya menghampiri Joana. Joana bingung celingak-celinguk tidak mengenali. Kanya memeluk Joana erat merasakan kepedihan Joana.
Berlembar-lembar tissu ditarik ke luar bersilih-ganti. Rasa penyesalan, rasa malu untuk mengungkap suatu keberanian besar, ke luar dari himpitan batu besar yang mengganjal, peristiwa cobaan hidup bertubi-tubi yang menghantam keluarga berakhir suatu kelegaan setidaknya saat ini. "Don, Kanya, rencananya kalian mau tunangan dahulu atau mau langsung menikah?" tanya ibu. Don dan Kanya berpandang-pandangan penuh arti. "Nanti aku dan Kanya pikirkan baik-baik dan akan mengabari" kata Don menjabat erat tangan Kanya. Sambil duduk santai semua pindah nonton televisi. Beritanya sangat mengejutkan, Jonathan kabur dari sel tahanan.
Jakarta, 12 April 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar