Senin, 15 Desember 2014
Jumat, 12 Desember 2014
Kamis, 04 Desember 2014
Harimau dan Serigala
Di sebuah hutan, tinggal seekor serigala
pincang. Hewan itu hidup bersama seekor harimau besar berbulu coklat keemasan.
Luka yang diderita serigala, terjadi ketika ia berusaha menolong harimau yang
dikejar pemburu. Sang serigala berusaha menyelamatkan kawannya. Namun sayang,
sebuah panah yang telah terbidik mengenai kaki belakangnya. Kini, hewan bermata
liar itu tak bisa lagi berburu. Ia tinggal di sebuah gua, jauh dari
perkampungan penduduk.
Sang harimau pun tahu bagaimana balas budi. Setiap selesai berburu, di mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walau sedikit, sang serigala selalu dapat bagian. Sang harimau paham bahwa tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah. Sebagai balasannya, sang serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari gangguan hewan-hewan lain. Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya duduk teronggok di pojok gua.
Rupanya, peristiwa itu telah sampai ke telinga seorang pertapa. Ia dan beberapa muridnya ingin melihat dan mengambil pelajaran. Di pagi hari, berangkatlah mereka. Setelah seharian berjalan, sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan serigala itu menetap. Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan sepotong daging kepada serigala. "Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari sana?" tanya pertapa ke murid-muridnya. Seorang murid menjawab, "Guru, aku melihat kekuasaan dan kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya lewat berbagai cara."
Sang pertapa tersenyum. Sang murid melanjutkan ucapannya, "Lihatlah serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan mendapat makanan." Ia menanti jawaban dari gurunya. "Ya, kamu tidak salah. Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta. Walaupun mata lahirmu bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh. Berhentilah berharap menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau."
Adalah benar bahwa Tuhan menciptakan ikan buat umat manusia. Adalah benar pula, Tuhan menghamparkan gandum di tanah-tanah petani. Tapi apakah Tuhan ciptakan ikan-ikan itu dalam kaleng-kaleng sardin? Atau, gandum-gandum yang hadir dalam bentuk seplastik roti manis? Saya percaya, ikan-ikan itu dihadirkan kepada kita lewat peluh dan kerja keras dari nelayan. Saya juga pun percaya, bahwa gandum-gandum terhidang di meja makan kita, lewat usaha dari para petani, dan kepandaian mereka mengolah alat panggang roti.
Begitulah, acapkali memang dalam kehidupan kita, ada fragmen tentang serigala yang lumpuh dan harimau yang ingin membalas budi. Memang tak salah jika di sana kita akan dapat menyaksikan kebesaran dan kasih sayang Tuhan. Dari sana pula kita akan mendapatkan pelajaran tentang persahabatan dan kerjasama. Namun, ada satu hal kecil yang patut diingat bahwa: berbagi, menolong, membantu sudah selayaknya menjadi prioritas dalam kehidupan kita. Bukan karena hal itu suatu keterpaksaan, bukan pula karena didorong rasa kasihan dan ingin balas budi. Berbagi dan menolong, memang sepatutnya mengalir dalam darah kita. Di sana akan ditemukan nilai-nilai dan percikan cahaya Tuhan. Sebab di sana, akan terpantul bahwa kebesaran Tuhan hadir dalam tindak dan perilaku yang kita lakukan. Di dalam berbagi akan bersemayam keluhuran budi, keindahan hati dan keagungan kalbu.
Sang harimau pun tahu bagaimana balas budi. Setiap selesai berburu, di mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walau sedikit, sang serigala selalu dapat bagian. Sang harimau paham bahwa tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah. Sebagai balasannya, sang serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari gangguan hewan-hewan lain. Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya duduk teronggok di pojok gua.
Rupanya, peristiwa itu telah sampai ke telinga seorang pertapa. Ia dan beberapa muridnya ingin melihat dan mengambil pelajaran. Di pagi hari, berangkatlah mereka. Setelah seharian berjalan, sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan serigala itu menetap. Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan sepotong daging kepada serigala. "Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari sana?" tanya pertapa ke murid-muridnya. Seorang murid menjawab, "Guru, aku melihat kekuasaan dan kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya lewat berbagai cara."
Sang pertapa tersenyum. Sang murid melanjutkan ucapannya, "Lihatlah serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan mendapat makanan." Ia menanti jawaban dari gurunya. "Ya, kamu tidak salah. Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta. Walaupun mata lahirmu bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh. Berhentilah berharap menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau."
Adalah benar bahwa Tuhan menciptakan ikan buat umat manusia. Adalah benar pula, Tuhan menghamparkan gandum di tanah-tanah petani. Tapi apakah Tuhan ciptakan ikan-ikan itu dalam kaleng-kaleng sardin? Atau, gandum-gandum yang hadir dalam bentuk seplastik roti manis? Saya percaya, ikan-ikan itu dihadirkan kepada kita lewat peluh dan kerja keras dari nelayan. Saya juga pun percaya, bahwa gandum-gandum terhidang di meja makan kita, lewat usaha dari para petani, dan kepandaian mereka mengolah alat panggang roti.
Begitulah, acapkali memang dalam kehidupan kita, ada fragmen tentang serigala yang lumpuh dan harimau yang ingin membalas budi. Memang tak salah jika di sana kita akan dapat menyaksikan kebesaran dan kasih sayang Tuhan. Dari sana pula kita akan mendapatkan pelajaran tentang persahabatan dan kerjasama. Namun, ada satu hal kecil yang patut diingat bahwa: berbagi, menolong, membantu sudah selayaknya menjadi prioritas dalam kehidupan kita. Bukan karena hal itu suatu keterpaksaan, bukan pula karena didorong rasa kasihan dan ingin balas budi. Berbagi dan menolong, memang sepatutnya mengalir dalam darah kita. Di sana akan ditemukan nilai-nilai dan percikan cahaya Tuhan. Sebab di sana, akan terpantul bahwa kebesaran Tuhan hadir dalam tindak dan perilaku yang kita lakukan. Di dalam berbagi akan bersemayam keluhuran budi, keindahan hati dan keagungan kalbu.
Teman, jika kita bisa memilih, berhentilah berharap menjadi serigala lumpuh, dan mulailah meniru teladan harimau.
Kamis, 27 November 2014
Burung Kolibri Biru
Pada jaman dahulu hiduplah seorang
pemuda di sebuah tempat yang jauh yang bernama Tandow. Pemuda tersebut adalah
seorang anak periang dan tidak peduli terhadap sekelilingnya. Ia mempunyai
sahabat kecil yang istimewa, yaitu seekor burung kolibri biru. Ia tidak
mempunyai banyak sahabat karib, namun keduanya merupakan sahabat karib yang tak
terpisahkan. Pemuda itu demikian sayangnya terhadap si kolibri biru sehingga ia
membuat rumah-rumahan untuk burung tersebut. Si kolibri biru pun menyayangi
pemuda sahabatnya tersebut dan selalu terbang mengikuti ke mana saja si pemuda
pergi.
Sejalan dengan berlalunya waktu, kasih
sayang di antara mereka berdua juga semakin bertambah-tambah. Sampai suatu hari
pemuda tersebut bertemu dengan seorang gadis yang cantik di sekolah. Gadis
tersebut berambut pirang, bermata biru, dengan senyumnya yang mungil menawan.
Saat itu acara pesta dansa terbesar
sepanjang tahun di Tandow sedang akan berlangsung. Si pemuda berpikir keras
bagaimana caranya mengajak si gadis untuk menjadi pasangannya di pesta dansa
nanti. Sepanjang hari ia mengumpulkan segenap keberaniannya. Akhirnya, saat
sekolah usai, ia menghampiri gadis itu dan mengajaknya ke pesta dansa.
Gadis ini adalah seorang gadis yang
sangat populer di sekolahnya. Ia merasa tidak enak bila harus terlihat bersama
dengan seseorang yang sangat memperhatikannya. Namun, ia tidak mau menyakiti
hati pemuda tersebut.
Akhirnya si gadis menemukan cara agar ia
tidak perlu menjawab dengan kata-kata 'ya' atau 'tidak' terhadap ajakan si
pemuda. Ia berkata kepada si pemuda bahwa ia bersedia diajak ke pesta dansa
olehnya jika si pemuda membawakannya setangkai mawar merah. Hal ini menyakitkan
hati si pemuda sebab ia tahu bahwa di Tandow tidak pernah ada mawar berwarna
merah. Yang ada hanya mawar putih saja. Si pemuda menggerutu sepanjang jalan
menuju rumahnya. Dia tak habis berpikir mengapa si gadis tidak meminta mawar
putih saja. Ada ratusan bunga mawar putih yang terhampar di halaman depan
rumahnya.
Ia tidak menyadari sahabatnya si burung
kolibri terbang mengikutinya sebab ia sedang menyesali nasibnya. Si kolibri
demikian menyayanginya sehingga ia tahu bahwa sahabatnya itu sedang dirundung
masalah. Burung tersebut terbang mendekat sementara si pemuda meneruskan
gerutunya sepanjang jalan. Jelaslah sudah bagi si kolibri bahwa sahabatnya itu
sedang mengalami masalah yang amat serius. Burung itu tidak dapat beristirahat
sepanjang malam. Ia memikirkan bagaimana cara menolong sahabatnya tersebut.
Akhirnya, saat fajar menyingsing, si
burung mendapatkan cara bagaimana ia dapat menolong si pemuda. Burung kolibri
kecil itu terbang ke arah semak-semak mawar seraya mencari mawar putih paling
besar yang batang berdurinya terletak tepat di atas bunganya. Setelah
menemukannya, ia terbang menabrakkan dirinya yang kecil itu ke arah duri
tersebut dengan segenap kekuatan sayapnya. Duri tersebut menusuk tubuhnya
sedemikian rupa sehingga kesakitanlah ia. Tetesan darahnya yang bagaikan air
mata berwarna merah itu mulai mengucur membasahi kelopak bunga mawar berwarna
putih tersebut.
Ketika si pemuda bersiap-siap pergi ke
sekolah dilihatnya setangkai mawar berwarna merah ada di tengah-tengah semak
bunga mawar putih. Ia tidak dapat mempercayai matanya. Ia berlari ke arah mawar
merah tersebut serta mencabut tangkainya. Dalam suka citanya ia tidak melihat
seonggok tubuh kecil tak bernyawa yang tergeletak di tengah genangan darah di
bawah semak-semak.
Dengan gembiranya ia membawa mawar merah
itu ke sekolah. Sebelum ia sampai di sekolah, sekumpulan anak-anak muda yang
sedang bermain sepak bola di lapangan memanggilnya untuk turut bermain bola
dengan mereka. Jawaban pertama yang terlintas di benaknya adalah menolak ajakan
tersebut karena ia memiliki pekerjaan yang lebih penting dari hanya sekedar
bermain bola. Namun, anak-anak tersebut terus mendesaknya bermain sebab mereka
sangat membutuhkan dirinya agar kedua kesebelasan menjadi genap jumlah
pemainnya.
Ia melihat ke arah mawar merah, kemudian
berpaling ke arah anak-anak itu, lalu kembali menoleh ke arah mawar merah.
Akhirnya ia berkata kepada dirinya sendiri, "Ah!!! Bukankah si gadis toh
tidak terlalu suka pergi dengan aku?"
Ia lalu membuang mawar merah tersebut
dan berlari ke arah kerumunan anak-anak untuk turut bermain sepak bola.
Anda
mungkin sudah menemukan perumpamaan tersebut sebagai berikut:
- 1. Pemuda tersebut ialah gambaran diri kita
- 2. Burung kolibri menggambarkan Yesus Kristus
- 3. Gadis menggambarkan kehidupan kekal
- 4. Mawar merah melambangkan pertobatan
- 5. Sepakbola melambangkan hal-hal duniawi yang seringkali kita anggap sangat penting dalam kehidupan
Rabu, 26 November 2014
Belajar dari Semut
Suatu hari Raja Daud
mengajak Salomo anaknya utk menemaninya berjalan-jalan di taman istana. Setelah
letih berkeliling duduklah ia di bawah sebuah pohon yang rindang. Dilihatnya
Salomo sedang asyik memandangi sesuatu. Rasa penasaran Daud mendorongnya untuk
menghampiri Salomo.
"Anakku apa yang
sedang engkau lihat?" tanya sang ayah.
"Oh lihatlah ayah
sekawanan semut itu, mereka begitu sibuk mengangkat daun menuju sarang. Untuk
apa sebenarnya daun-daun itu?" tanya Salomo kepada ayahnya.
"Daun itu adalah
makanannya, anakku. Ini adalah musim dimana mereka biasa mengumpulkan makanan,
untuk bekal ketika salju mulai turun menutupi bumi," jawab Daud.
"Lihatlah mereka
begitu kecil tapi sanggup mengangkat daun yang begitu besar, bahkan jauh lebih
besar dari tubuh mereka sendiri. Ternyata semut tidak selemah yang aku kira
selama ini," sambung Salomo. Dia tampak begitu heran dan kagum dengan
pemandangan yang sedang dilihatnya.
"Yah, itulah kuasa
Tuhan, bahkan binatang yang paling lemah diberikan Tuhan kekuatan melebihi yang
lain. Tuhan itu adil. Tahukah kamu anakku, semut yang kecil ini sanggup
mengangkat beban yang bahkan 10 kali lebih berat dari tubuhnya. Seekor gajah
yang paling besarpun tidak akan sanggup menandingi kekuatan seekor semut. Anakku,
jangan pernah sekalipun engkau meremehkan mereka yang tampak lemah. Belajarlah
dari semut jika engkau nanti menjadi seorang raja, " jawab Raja Daud.
"Engkau tahu berapa
lama mereka akan mengangkat makanan-makanan itu?" tanya Raja.
"Entah ayah, mungkin
sampai nanti sore," jawab Salomo.
"Tidak nak, tidak seperti itu. Mereka akan terus bekerja mengumpulkan
makanan hingga musim dingin tiba. Lihatlah bagaimana mereka bekerja! Mereka
seakan tidak pernah lelah. Tidak ada yang diam, tidak ada yang tampak sedang
asik bersantai bukan?" sambung Raja Daud.
"Ya, ayah benar.
Mereka semua bekerja! Tapi Ayah, mungkinkah karena mereka takut akan dihukum
jika tidak bekerja? Mungkin ada yang sedang mengawasi mereka bekerja,"
Salomo mencoba mengajukan argumennya.
"Tidak, tidak ada
yang mengawasi, semut bukan budak dari siapapun. Semut hanya memiliki seorang
ratu yang bertugas melahirkan para semut, sedangkan sebagian besar semut adalah
jenis pekerja dan sisanya adalah semut prajurit yang bertugas menjaga koloni
dan ratu mereka. Tapi tidak untuk mengontrol para pekerja," jawab Raja
Daud.
"Anak ku, jika
engkau mau merenungkannya, engkau bisa belajar banyak dari kehidupan para
semut," sambung Raja Daud.
"Apakah itu ayah,
katakanlah supaya aku ini mengerti," pinta Salomo.
"Baiklah, supaya
engkau tahu, semut adalah binatang yang bijaksana, yang menyadari bahwa untuk
segala sesuatu ada masanya. Mereka menyadari ada waktu untuk mengumpulkan dan
bekerja serta ada waktu untuk beristirahat. Ketika masa untuk bekerja datang,
mereka akan menggunakannya untuk mengumpulkan bekal makanan. Tak satupun dari
mereka yang berusaha mencuri waktu untuk bersantai dan bersenang-senang. Karena
mereka sadar ketika musim dingin tiba, mereka akan dapat beristirahat di dalam
sarangnya yang hangat, semua beristirahat, tidak ada yang bekerja. Mereka makan
dan minum, berpesta sambil menanti datangnya musim semi."
"Yang kedua,
sebagai semut, mereka tahu bagaimana hidup dalam bersama dalam komunitasnya.
Setiap semut paham akan tugas dan perannya masing masing. Mereka menjalankan
tugasnya dengan setia. Mereka tidak perlu dipaksa dan tidak perlu didikte.
Mereka tetap bekerja tanpa perlu diawasi. Tiap-tiap semut akan melakukan
tugasnya dengan sukarela dan sungguh-sungguh. Yang satu tidak iri dengan yang lain.
Selain rajin, semut adalah binatang yang memiliki integritas tinggi."
"Anakku jika engkau
nanti menjadi seorang raja yang akan memimpin bangsamu, ajaklah rakyatmu
belajar dari para semut," sambung Sang Daud.
Tak terasa hari semakin
siang. Matahari sudah berada tepat di atas kepala. Digandengnya tangan Salomo,
"Anakku sudah saatnya untuk pulang. Masih cukup waktu untuk kamu bisa
merenungkannya nanti."
Ya
masih banyak waktu bagi kita untuk merenungkan, betapa tidak sempurnanya kita
sebagai manusia, hingga masih harus belajar dari para semut.
Selasa, 25 November 2014
Batu dan Mutiara
Pada
suatu ketika, hiduplah seorang pedagang batu-batuan. Setiap hari dia berjalan
dari kota ke kota untuk memperdagangkan barang-barangnya itu. Ketika dia sedang
berjalan menuju ke suatu kota, ada suatu batu kecil di pinggir jalan yang
menarik hatinya. Batu itu tidak bagus, kasar, dan tidak mungkin untuk dijual.
Namun pedagang itu memungutnya dan menyimpannya dalam sebuah kantong, dan
kemudian pedagang itu meneruskan perjalanannya. Setelah lama berjalan, lelahlah
pedagang itu, kemudian dia beristirahat sejenak. Selama dia beristirahat, dia
membuka kembali bungkusan yang berisi batu itu. Diperhatikannya batu itu dengan
seksama, kemudian batu itu digosoknya dengan hati-hati. Karena kesabaran pedagang
itu, batu yang semula buruk itu, sekarang terlihat indah dan mengkilap. Puaslah
hati pedagang itu, kemudian dia meneruskan perjalanannya.
Selama
dia berjalan lagi, tiba-tiba dia melihat ada yang berkilau-kilauan di pinggir
jalan. Setelah diperhatikan, ternyata itu adalah sebuah mutiara yang indah.
Alangkah senangnya hati pedagang tersebut, mutiara itu diambil dan disimpannya
tetapi dalam kantong yang berbeda dengan kantong tempat batu tadi. Kemudian dia
meneruskan perjalanannya kembali.
Adapun
si batu kecil itu merasa bahwa pedagang itu begitu memperhatikan dirinya, dan
dia merasa begitu bahagia. Namun pada suatu saat mengeluhlah batu kecil itu
kepada dirinya sendiri.
"Tuan
begitu baik padaku, setiap hari aku digosoknya walaupun aku ini hanya sebuah batu
yang jelek, namun aku merasa kesepian. Aku tidak mempunyai teman seorangpun,
seandainya saja Tuan memberikan kepadaku seorang teman".
Rupanya
keluhan batu kecil yang malang ini didengar oleh pedagang itu. Dia merasa
kasihan dan kemudian dia berkata kepada batu kecil itu.
"Wahai
batu kecil, aku mendengar keluh kesahmu, baiklah aku akan memberikan kepadamu
sesuai dengan yang engkau minta."
Setelah
itu kemudian pedagang tersebut memindahkan mutiara indah yang ditemukannya di
pinggir jalan itu ke dalam kantong tempat batu kecil itu berada.
Dapat
dibayangkan betapa senangnya hati batu kecil itu mendapat teman mutiara yang
indah itu. Sungguh betapa tidak disangkanya, bahwa pedagang itu akan memberikan
miliknya yang terbaik kepadanya. Waktu terus berjalan dan si batu dan mutiara
pun berteman dengan akrab. Setiap kali pedagang itu beristirahat, dia selalu
menggosok kembali batu dan mutiara itu.
Namun
pada suatu ketika, setelah selesai menggosok keduanya, tiba-tiba saja pedagang
itu memisahkan batu kecil dan mutiara itu. Mutiara itu ditempatkannya kembali
di dalam kantongnya semula, dan batu kecil itu tetap di dalam kantongnya
sendiri. Maka sedihlah hati batu kecil itu. Tiap-tiap hari dia menangis, dan
memohon kepada pedagang itu agar mengembalikan mutiara itu bersama dengan dia.
Namun seolah-olah pedagang itu tidak mendengarkan dia.
Maka
putus asalah batu kecil itu, dan di tengah-tengah keputusasaannya itu,
berteriaklah dia kepada pedagang itu, "Oh tuanku, mengapa engkau berbuat
demikian ? Mengapa engkau mengecewakan aku ?"
Rupanya
keluh kesah ini didengar oleh pedagang batu tersebut. Kemudian dia berkata
kepada batu kecil itu "Wahai batu kecil, kamu telah kupungut dari pinggir
jalan. Engkau yang semula buruk kini telah menjadi indah. Mengapa engkau
mengeluh ? Mengapa engkau berkeluh kesah ? Mengapa hatimu berduka saat aku
mengambil mutiara itu daripadamu ? Bukankah mutiara itu miliku, dan aku bebas
mengambilnya setiap saat menurut kehendakku ? Engkau telah kupungut dari jalan,
engkau yang semula buruk kini telah menjadi indah. Ketahuilah bahwa bagiku,
engkau sama berharganya seperti mutiara itu, engkau telah kupungut dan engkau
kini telah menjadi milikku juga. Biarlah aku bebas menggunakanmu sekehendak
hatiku. Aku tidak akan pernah membuangmu kembali."
Yang dimaksud
dengan batu kecil itu adalah kita-kita semua, sedangkan pedagang itu adalah
Tuhan sendiri. Kita semua ini buruk dan hina di hadapanNya, namun karena
kasihnya itu Dia memoles kita, sehingga kita dijadikannya indah di hadapanNya.
Sedangkan yang dimaksud dengan mutiara itu adalah berkat Tuhan bagi kita semua.
Siapa yang tidak senang menerima berkat ? Berkat itu dapat berupa apa saja
dalam kehidupan kita sehari-hari, mungkin berupa kegembiraan, kesehatan,
orangtua, saudara dan sahabat, dan banyak lagi. Apakah kita pernah bersyukur,
setiap kali kita mendapat berkat itu ? Dan apakah kita tetap bersyukur, jika
seandainya Tuhan mengambil semuanya itu dari kita ? Bukankah semua itu milikNya
dan Ia bebas mengambilnya kembali kapanpun Ia mau ? Bersyukurlah selalu
kepadaNya, karena Dia tidak akan pernah mengecewakan kita semua.
Yer 29:11-12
Bukankah Aku
ini mengetahui rencana-rencanaKu kepadamu ? Yaitu rencana keselamatan dan
bukannya rencana kecelakaan untuk memberikan kepadamu hari esok yang penuh
harapan. Maka kamu akan berseru dan datang kepadaKu untuk berdoa dan Aku akan
mendengarkan kamu.
Senin, 24 November 2014
Belajar dari Seekor Beruang
Seekor beruang yang bertubuh besar sedang menunggu seharian
dengan sabar di tepi sungai deras. Waktu itu memang tidak sedang musim ikan.
Sejak pagi ia berdiri di sana mencoba meraih ikan yang meloncat keluar air.
Namun, tak satu juga ikan yang berhasil ia tangkap.
Setelah berkali-kali mencoba, akhirnya... hup... ia dapat
menangkap seekor ikan kecil. Ikan yang tertangkap menjerit-jerit ketakutan. Si
ikan kecil itu meratap pada sang beruang, "Wahai beruang, tolong lepaskan
aku."
"Mengapa ?" tanya sang beruang.
"Tidakkah kau lihat, aku ini terlalu kecil, bahkan bisa
lolos lewat celah-celah gigimu," rintih sang ikan.
"Lalu kenapa?" tanya beruang lagi.
"Begini saja, tolong kembalikan aku ke sungai. Setelah
beberapa bulan aku akan tumbuh menjadi ikan yang besar. Di saat itu kau bisa
menangkapku dan memakanku untuk memenuhi seleramu," kata ikan.
"Wahai ikan, kau tahu mengapa aku bisa tumbuh begitu
besar?" tanya beruang.
"Mengapa?" ikan balas bertanya sambil
menggeleng-geleng kepalanya.
"Karena aku tak pernah menyerah walau sekecil apa pun
keberuntungan yang telah tergenggam di tangan!" jawab beruang sambil
tersenyum mantap.
"Ops!" teriak sang ikan.
Beruang nyaris tersedak. Dan ikan lenyap ke dalam perut beruang.
Dalam hidup, kita diberi banyak pilihan dan kesempatan. Namun
jika kita tidak mau membuka hati dan mata kita untuk melihat dan menerima
kesempatan yang Tuhan berikan maka kesempatan itu akan hilang begitu saja. Dan
hal ini hanya akan menciptakan penyesalan yang tiada guna di kemudian hari, saat
kita harus berucap : "Ohhh.... Andaikan aku
tidak menyia-nyiakan kesempatan itu
dulu...?"
Maka bijaksanalah pada hidup, hargai setiap detil kesempatan dalam
hidup kita. Di saat sulit, selalu ada kesempatan untuk memperbaiki keadaan; di
saat sedih, selalu ada kesempatan untuk meraih kembali kebahagiaan; di saat
jatuh selalu ada kesempatan untuk bangkit kembali; dan dalam kesempatan untuk
meraih kembali yang terbaik untuk hidup kita.
Bila kita setia pada perkara yang kecil,
maka kita akan mendapat perkara yang besar.
Bila kita menghargai kesempatan yang kecil,
maka ia akan menjadi sebuah kesempatan yang
besar.
Sabtu, 22 November 2014
Dua Serigala
Ada dua ekor serigala di hutan belantara, serigala B menantang serigala A untuk menangkap seekor kelinci yang sedang makan wortel, tidak jauh dari tempat mereka berdiri,
"Ayo Serigala A, kamu bisa ngga tangkap kelinci itu?" tanya serigala B.
"Ah, itu gampang, lihat saja nih!" jawab serigala A dan dengan sigap serigala A itupun melompat ke arah kelinci tersebut dan berlari mengejarnya.
Sedangkan kelinci yang melihat serigala itu, langsung lari terbirit-birit ketakutan, tanpa pikir panjang wortel yang masih dikunyahnya di lemparkan ke arah serigala tersebut, "DUAAAKK!!" begitu suaranya.
Karena serigala adalah binatang yang kuat, maka wortel kecil yang mengenai kepalanya tidak terasa sama sekali, serigala tersebut tetap mengejar kelinci itu, 1 menit.. 2 menit.. 3 menit... sampai 5 menit..
Serigala itu belum dapat menangkap kelinci itu, karena kelinci itu larinya lebih kencang. Serigala itupun kelelahan dan menghentikan pengejarannya.
Dengan perasaan yang sangat malu, dia menunduk berjalan dan kembali ke temannya serigala B.
Setelah sampai di tempat serigala B, maka serigala B itupun bertanya, "Bagaimana? Apakah kamu bisa menangkapnya ?" tanya serigala B, lalu serigala A hanya menggeleng-gelengkan kepalanya yang masih tertunduk.
Serigala B lalu melanjutkan perkataanya, "Kamu tahu, kenapa kamu tidak bisa menangkap kelinci itu? Kamu kalah, karena kamu tidak serius. Kamu berlari mengejar kelinci hanya untuk pamer saja, sedangkan kelinci itu berlari untuk nyawanya."
Untuk orang yang sudah bekerja, mungkin Anda merasa, Anda sangat lelah, Anda capai dengan pekerjaan, bosan, tidak ada kemajuan sama sekali dalam pekerjaan Anda. Itu dikarenakan karena Anda tidak serius dengan pekerjaan Anda.
Cobalah pikirkan kembali, apakah tujuan sebenarnya Anda bekerja?
Sebab, terkadang ada orang yang bekerja,
karena tuntutan orang tua agar mencari uang sendiri, atau kadang juga ada orang
yang bekerja, karena mereka merasa 'harus' bekerja untuk membantu orang tua
mereka menghidupi keluarganya, atau ada juga orang yang bekerja karena untuk
dapat pamer pada teman-temannya, pada sanak saudara, bahwa dia sudah bekerja.
Jadi, apakah tujuan Anda bekerja? Demi rasa bangga pada serigala B. Atau demi rasa lapar?
Langganan:
Postingan (Atom)