Jumat, 12 Desember 2014

Kamis, 04 Desember 2014

Harimau dan Serigala

Di sebuah hutan, tinggal seekor serigala pincang. Hewan itu hidup bersama seekor harimau besar berbulu coklat keemasan. Luka yang diderita serigala, terjadi ketika ia berusaha menolong harimau yang dikejar pemburu. Sang serigala berusaha menyelamatkan kawannya. Namun sayang, sebuah panah yang telah terbidik mengenai kaki belakangnya. Kini, hewan bermata liar itu tak bisa lagi berburu. Ia tinggal di sebuah gua, jauh dari perkampungan penduduk.

Sang harimau pun tahu bagaimana balas budi. Setiap selesai berburu, di mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walau sedikit, sang serigala selalu dapat bagian. Sang harimau paham bahwa tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah. Sebagai balasannya, sang serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari gangguan hewan-hewan lain. Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya duduk teronggok di pojok gua.

Rupanya, peristiwa itu telah sampai ke telinga seorang pertapa. Ia dan beberapa muridnya ingin melihat dan mengambil pelajaran. Di pagi hari, berangkatlah mereka. Setelah seharian berjalan, sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan serigala itu menetap. Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan sepotong daging kepada serigala. "Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari sana?" tanya pertapa ke murid-muridnya. Seorang murid menjawab, "Guru, aku melihat kekuasaan dan kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya lewat berbagai cara."

Sang pertapa tersenyum. Sang murid melanjutkan ucapannya, "Lihatlah serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan mendapat makanan." Ia menanti jawaban dari gurunya. "Ya, kamu tidak salah. Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta. Walaupun mata lahirmu bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh. Berhentilah berharap menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau."

Adalah benar bahwa Tuhan menciptakan ikan buat umat manusia. Adalah benar pula, Tuhan menghamparkan gandum di tanah-tanah petani. Tapi apakah Tuhan ciptakan ikan-ikan itu dalam kaleng-kaleng sardin? Atau, gandum-gandum yang hadir dalam bentuk seplastik roti manis? Saya percaya, ikan-ikan itu dihadirkan kepada kita lewat peluh dan kerja keras dari nelayan. Saya juga pun percaya, bahwa gandum-gandum terhidang di meja makan kita, lewat usaha dari para petani, dan kepandaian mereka mengolah alat panggang roti.

Begitulah, acapkali memang dalam kehidupan kita, ada fragmen tentang serigala yang lumpuh dan harimau yang ingin membalas budi. Memang tak salah jika di sana kita akan dapat menyaksikan kebesaran dan kasih sayang Tuhan. Dari sana pula kita akan mendapatkan pelajaran tentang persahabatan dan kerjasama. Namun, ada satu hal kecil yang patut diingat bahwa: 
berbagi, menolong, membantu sudah selayaknya menjadi prioritas dalam kehidupan kita. Bukan karena hal itu suatu keterpaksaan, bukan pula karena didorong rasa kasihan dan ingin balas budi. Berbagi dan menolong, memang sepatutnya mengalir dalam darah kita. Di sana akan ditemukan nilai-nilai dan percikan cahaya Tuhan. Sebab di sana, akan terpantul bahwa kebesaran Tuhan hadir dalam tindak dan perilaku yang kita lakukan. Di dalam berbagi akan bersemayam keluhuran budi, keindahan hati dan keagungan kalbu.

Teman, jika kita bisa memilih, berhentilah berharap menjadi serigala lumpuh, dan mulailah meniru teladan harimau.


Kamis, 27 November 2014

Burung Kolibri Biru

Pada jaman dahulu hiduplah seorang pemuda di sebuah tempat yang jauh yang bernama Tandow. Pemuda tersebut adalah seorang anak periang dan tidak peduli terhadap sekelilingnya. Ia mempunyai sahabat kecil yang istimewa, yaitu seekor burung kolibri biru. Ia tidak mempunyai banyak sahabat karib, namun keduanya merupakan sahabat karib yang tak terpisahkan. Pemuda itu demikian sayangnya terhadap si kolibri biru sehingga ia membuat rumah-rumahan untuk burung tersebut. Si kolibri biru pun menyayangi pemuda sahabatnya tersebut dan selalu terbang mengikuti ke mana saja si pemuda pergi.
Sejalan dengan berlalunya waktu, kasih sayang di antara mereka berdua juga semakin bertambah-tambah. Sampai suatu hari pemuda tersebut bertemu dengan seorang gadis yang cantik di sekolah. Gadis tersebut berambut pirang, bermata biru, dengan senyumnya yang mungil menawan.
Saat itu acara pesta dansa terbesar sepanjang tahun di Tandow sedang akan berlangsung. Si pemuda berpikir keras bagaimana caranya mengajak si gadis untuk menjadi pasangannya di pesta dansa nanti. Sepanjang hari ia mengumpulkan segenap keberaniannya. Akhirnya, saat sekolah usai, ia menghampiri gadis itu dan mengajaknya ke pesta dansa.
Gadis ini adalah seorang gadis yang sangat populer di sekolahnya. Ia merasa tidak enak bila harus terlihat bersama dengan seseorang yang sangat memperhatikannya. Namun, ia tidak mau menyakiti hati pemuda tersebut.
Akhirnya si gadis menemukan cara agar ia tidak perlu menjawab dengan kata-kata 'ya' atau 'tidak' terhadap ajakan si pemuda. Ia berkata kepada si pemuda bahwa ia bersedia diajak ke pesta dansa olehnya jika si pemuda membawakannya setangkai mawar merah. Hal ini menyakitkan hati si pemuda sebab ia tahu bahwa di Tandow tidak pernah ada mawar berwarna merah. Yang ada hanya mawar putih saja. Si pemuda menggerutu sepanjang jalan menuju rumahnya. Dia tak habis berpikir mengapa si gadis tidak meminta mawar putih saja. Ada ratusan bunga mawar putih yang terhampar di halaman depan rumahnya.
Ia tidak menyadari sahabatnya si burung kolibri terbang mengikutinya sebab ia sedang menyesali nasibnya. Si kolibri demikian menyayanginya sehingga ia tahu bahwa sahabatnya itu sedang dirundung masalah. Burung tersebut terbang mendekat sementara si pemuda meneruskan gerutunya sepanjang jalan. Jelaslah sudah bagi si kolibri bahwa sahabatnya itu sedang mengalami masalah yang amat serius. Burung itu tidak dapat beristirahat sepanjang malam. Ia memikirkan bagaimana cara menolong sahabatnya tersebut.
Akhirnya, saat fajar menyingsing, si burung mendapatkan cara bagaimana ia dapat menolong si pemuda. Burung kolibri kecil itu terbang ke arah semak-semak mawar seraya mencari mawar putih paling besar yang batang berdurinya terletak tepat di atas bunganya. Setelah menemukannya, ia terbang menabrakkan dirinya yang kecil itu ke arah duri tersebut dengan segenap kekuatan sayapnya. Duri tersebut menusuk tubuhnya sedemikian rupa sehingga kesakitanlah ia. Tetesan darahnya yang bagaikan air mata berwarna merah itu mulai mengucur membasahi kelopak bunga mawar berwarna putih tersebut.
Ketika si pemuda bersiap-siap pergi ke sekolah dilihatnya setangkai mawar berwarna merah ada di tengah-tengah semak bunga mawar putih. Ia tidak dapat mempercayai matanya. Ia berlari ke arah mawar merah tersebut serta mencabut tangkainya. Dalam suka citanya ia tidak melihat seonggok tubuh kecil tak bernyawa yang tergeletak di tengah genangan darah di bawah semak-semak.
Dengan gembiranya ia membawa mawar merah itu ke sekolah. Sebelum ia sampai di sekolah, sekumpulan anak-anak muda yang sedang bermain sepak bola di lapangan memanggilnya untuk turut bermain bola dengan mereka. Jawaban pertama yang terlintas di benaknya adalah menolak ajakan tersebut karena ia memiliki pekerjaan yang lebih penting dari hanya sekedar bermain bola. Namun, anak-anak tersebut terus mendesaknya bermain sebab mereka sangat membutuhkan dirinya agar kedua kesebelasan menjadi genap jumlah pemainnya.
Ia melihat ke arah mawar merah, kemudian berpaling ke arah anak-anak itu, lalu kembali menoleh ke arah mawar merah. Akhirnya ia berkata kepada dirinya sendiri, "Ah!!! Bukankah si gadis toh tidak terlalu suka pergi dengan aku?"
Ia lalu membuang mawar merah tersebut dan berlari ke arah kerumunan anak-anak untuk turut bermain sepak bola.

Anda mungkin sudah menemukan perumpamaan tersebut sebagai berikut:
  1. 1.      Pemuda tersebut ialah gambaran diri kita
  2. 2.      Burung kolibri menggambarkan Yesus Kristus
  3. 3.      Gadis menggambarkan kehidupan kekal
  4. 4.      Mawar merah melambangkan pertobatan
  5. 5.   Sepakbola melambangkan hal-hal duniawi yang seringkali kita anggap sangat penting dalam kehidupan

Rabu, 26 November 2014

Belajar dari Semut

Suatu hari Raja Daud mengajak Salomo anaknya utk menemaninya berjalan-jalan di taman istana. Setelah letih berkeliling duduklah ia di bawah sebuah pohon yang rindang. Dilihatnya Salomo sedang asyik memandangi sesuatu. Rasa penasaran Daud mendorongnya untuk menghampiri Salomo.
"Anakku apa yang sedang engkau lihat?" tanya sang ayah.
"Oh lihatlah ayah sekawanan semut itu, mereka begitu sibuk mengangkat daun menuju sarang. Untuk apa sebenarnya daun-daun itu?" tanya Salomo kepada ayahnya.
"Daun itu adalah makanannya, anakku. Ini adalah musim dimana mereka biasa mengumpulkan makanan, untuk bekal ketika salju mulai turun menutupi bumi," jawab Daud.
"Lihatlah mereka begitu kecil tapi sanggup mengangkat daun yang begitu besar, bahkan jauh lebih besar dari tubuh mereka sendiri. Ternyata semut tidak selemah yang aku kira selama ini," sambung Salomo. Dia tampak begitu heran dan kagum dengan pemandangan yang sedang dilihatnya.
"Yah, itulah kuasa Tuhan, bahkan binatang yang paling lemah diberikan Tuhan kekuatan melebihi yang lain. Tuhan itu adil. Tahukah kamu anakku, semut yang kecil ini sanggup mengangkat beban yang bahkan 10 kali lebih berat dari tubuhnya. Seekor gajah yang paling besarpun tidak akan sanggup menandingi kekuatan seekor semut. Anakku, jangan pernah sekalipun engkau meremehkan mereka yang tampak lemah. Belajarlah dari semut jika engkau nanti menjadi seorang raja, " jawab Raja Daud.
"Engkau tahu berapa lama mereka akan mengangkat makanan-makanan itu?" tanya Raja.
"Entah ayah, mungkin sampai nanti sore," jawab Salomo.
"Tidak nak, tidak seperti itu. Mereka akan terus bekerja mengumpulkan makanan hingga musim dingin tiba. Lihatlah bagaimana mereka bekerja! Mereka seakan tidak pernah lelah. Tidak ada yang diam, tidak ada yang tampak sedang asik bersantai bukan?" sambung Raja Daud.
"Ya, ayah benar. Mereka semua bekerja! Tapi Ayah, mungkinkah karena mereka takut akan dihukum jika tidak bekerja? Mungkin ada yang sedang mengawasi mereka bekerja," Salomo mencoba mengajukan argumennya.
"Tidak, tidak ada yang mengawasi, semut bukan budak dari siapapun. Semut hanya memiliki seorang ratu yang bertugas melahirkan para semut, sedangkan sebagian besar semut adalah jenis pekerja dan sisanya adalah semut prajurit yang bertugas menjaga koloni dan ratu mereka. Tapi tidak untuk mengontrol para pekerja," jawab Raja Daud.
"Anak ku, jika engkau mau merenungkannya, engkau bisa belajar banyak dari kehidupan para semut," sambung Raja Daud.
"Apakah itu ayah, katakanlah supaya aku ini mengerti," pinta Salomo.
"Baiklah, supaya engkau tahu, semut adalah binatang yang bijaksana, yang menyadari bahwa untuk segala sesuatu ada masanya. Mereka menyadari ada waktu untuk mengumpulkan dan bekerja serta ada waktu untuk beristirahat. Ketika masa untuk bekerja datang, mereka akan menggunakannya untuk mengumpulkan bekal makanan. Tak satupun dari mereka yang berusaha mencuri waktu untuk bersantai dan bersenang-senang. Karena mereka sadar ketika musim dingin tiba, mereka akan dapat beristirahat di dalam sarangnya yang hangat, semua beristirahat, tidak ada yang bekerja. Mereka makan dan minum, berpesta sambil menanti datangnya musim semi."
"Yang kedua, sebagai semut, mereka tahu bagaimana hidup dalam bersama dalam komunitasnya. Setiap semut paham akan tugas dan perannya masing masing. Mereka menjalankan tugasnya dengan setia. Mereka tidak perlu dipaksa dan tidak perlu didikte. Mereka tetap bekerja tanpa perlu diawasi. Tiap-tiap semut akan melakukan tugasnya dengan sukarela dan sungguh-sungguh. Yang satu tidak iri dengan yang lain. Selain rajin, semut adalah binatang yang memiliki integritas tinggi."
"Anakku jika engkau nanti menjadi seorang raja yang akan memimpin bangsamu, ajaklah rakyatmu belajar dari para semut," sambung Sang Daud.
Tak terasa hari semakin siang. Matahari sudah berada tepat di atas kepala. Digandengnya tangan Salomo, "Anakku sudah saatnya untuk pulang. Masih cukup waktu untuk kamu bisa merenungkannya nanti."

Ya masih banyak waktu bagi kita untuk merenungkan, betapa tidak sempurnanya kita sebagai manusia, hingga masih harus belajar dari para semut.


Selasa, 25 November 2014

Batu dan Mutiara

Pada suatu ketika, hiduplah seorang pedagang batu-batuan. Setiap hari dia berjalan dari kota ke kota untuk memperdagangkan barang-barangnya itu. Ketika dia sedang berjalan menuju ke suatu kota, ada suatu batu kecil di pinggir jalan yang menarik hatinya. Batu itu tidak bagus, kasar, dan tidak mungkin untuk dijual. Namun pedagang itu memungutnya dan menyimpannya dalam sebuah kantong, dan kemudian pedagang itu meneruskan perjalanannya. Setelah lama berjalan, lelahlah pedagang itu, kemudian dia beristirahat sejenak. Selama dia beristirahat, dia membuka kembali bungkusan yang berisi batu itu. Diperhatikannya batu itu dengan seksama, kemudian batu itu digosoknya dengan hati-hati. Karena kesabaran pedagang itu, batu yang semula buruk itu, sekarang terlihat indah dan mengkilap. Puaslah hati pedagang itu, kemudian dia meneruskan perjalanannya.
Selama dia berjalan lagi, tiba-tiba dia melihat ada yang berkilau-kilauan di pinggir jalan. Setelah diperhatikan, ternyata itu adalah sebuah mutiara yang indah. Alangkah senangnya hati pedagang tersebut, mutiara itu diambil dan disimpannya tetapi dalam kantong yang berbeda dengan kantong tempat batu tadi. Kemudian dia meneruskan perjalanannya kembali.
Adapun si batu kecil itu merasa bahwa pedagang itu begitu memperhatikan dirinya, dan dia merasa begitu bahagia. Namun pada suatu saat mengeluhlah batu kecil itu kepada dirinya sendiri.
"Tuan begitu baik padaku, setiap hari aku digosoknya walaupun aku ini hanya sebuah batu yang jelek, namun aku merasa kesepian. Aku tidak mempunyai teman seorangpun, seandainya saja Tuan memberikan kepadaku seorang teman".
Rupanya keluhan batu kecil yang malang ini didengar oleh pedagang itu. Dia merasa kasihan dan kemudian dia berkata kepada batu kecil itu.
"Wahai batu kecil, aku mendengar keluh kesahmu, baiklah aku akan memberikan kepadamu sesuai dengan yang engkau minta."
Setelah itu kemudian pedagang tersebut memindahkan mutiara indah yang ditemukannya di pinggir jalan itu ke dalam kantong tempat batu kecil itu berada.
Dapat dibayangkan betapa senangnya hati batu kecil itu mendapat teman mutiara yang indah itu. Sungguh betapa tidak disangkanya, bahwa pedagang itu akan memberikan miliknya yang terbaik kepadanya. Waktu terus berjalan dan si batu dan mutiara pun berteman dengan akrab. Setiap kali pedagang itu beristirahat, dia selalu menggosok kembali batu dan mutiara itu.
Namun pada suatu ketika, setelah selesai menggosok keduanya, tiba-tiba saja pedagang itu memisahkan batu kecil dan mutiara itu. Mutiara itu ditempatkannya kembali di dalam kantongnya semula, dan batu kecil itu tetap di dalam kantongnya sendiri. Maka sedihlah hati batu kecil itu. Tiap-tiap hari dia menangis, dan memohon kepada pedagang itu agar mengembalikan mutiara itu bersama dengan dia. Namun seolah-olah pedagang itu tidak mendengarkan dia.

Maka putus asalah batu kecil itu, dan di tengah-tengah keputusasaannya itu, berteriaklah dia kepada pedagang itu, "Oh tuanku, mengapa engkau berbuat demikian ? Mengapa engkau mengecewakan aku ?"
Rupanya keluh kesah ini didengar oleh pedagang batu tersebut. Kemudian dia berkata kepada batu kecil itu "Wahai batu kecil, kamu telah kupungut dari pinggir jalan. Engkau yang semula buruk kini telah menjadi indah. Mengapa engkau mengeluh ? Mengapa engkau berkeluh kesah ? Mengapa hatimu berduka saat aku mengambil mutiara itu daripadamu ? Bukankah mutiara itu miliku, dan aku bebas mengambilnya setiap saat menurut kehendakku ? Engkau telah kupungut dari jalan, engkau yang semula buruk kini telah menjadi indah. Ketahuilah bahwa bagiku, engkau sama berharganya seperti mutiara itu, engkau telah kupungut dan engkau kini telah menjadi milikku juga. Biarlah aku bebas menggunakanmu sekehendak hatiku. Aku tidak akan pernah membuangmu kembali."
Yang dimaksud dengan batu kecil itu adalah kita-kita semua, sedangkan pedagang itu adalah Tuhan sendiri. Kita semua ini buruk dan hina di hadapanNya, namun karena kasihnya itu Dia memoles kita, sehingga kita dijadikannya indah di hadapanNya. Sedangkan yang dimaksud dengan mutiara itu adalah berkat Tuhan bagi kita semua. Siapa yang tidak senang menerima berkat ? Berkat itu dapat berupa apa saja dalam kehidupan kita sehari-hari, mungkin berupa kegembiraan, kesehatan, orangtua, saudara dan sahabat, dan banyak lagi. Apakah kita pernah bersyukur, setiap kali kita mendapat berkat itu ? Dan apakah kita tetap bersyukur, jika seandainya Tuhan mengambil semuanya itu dari kita ? Bukankah semua itu milikNya dan Ia bebas mengambilnya kembali kapanpun Ia mau ? Bersyukurlah selalu kepadaNya, karena Dia tidak akan pernah mengecewakan kita semua.

Yer 29:11-12

Bukankah Aku ini mengetahui rencana-rencanaKu kepadamu ? Yaitu rencana keselamatan dan bukannya rencana kecelakaan untuk memberikan kepadamu hari esok yang penuh harapan. Maka kamu akan berseru dan datang kepadaKu untuk berdoa dan Aku akan mendengarkan kamu.

Senin, 24 November 2014

Belajar dari Seekor Beruang

Seekor beruang yang bertubuh besar sedang menunggu seharian dengan sabar di tepi sungai deras. Waktu itu memang tidak sedang musim ikan. Sejak pagi ia berdiri di sana mencoba meraih ikan yang meloncat keluar air. Namun, tak satu juga ikan yang berhasil ia tangkap.
Setelah berkali-kali mencoba, akhirnya... hup... ia dapat menangkap seekor ikan kecil. Ikan yang tertangkap menjerit-jerit ketakutan. Si ikan kecil itu meratap pada sang beruang, "Wahai beruang, tolong lepaskan aku."
"Mengapa ?" tanya sang beruang.
"Tidakkah kau lihat, aku ini terlalu kecil, bahkan bisa lolos lewat celah-celah gigimu," rintih sang ikan.
"Lalu kenapa?" tanya beruang lagi.
"Begini saja, tolong kembalikan aku ke sungai. Setelah beberapa bulan aku akan tumbuh menjadi ikan yang besar. Di saat itu kau bisa menangkapku dan memakanku untuk memenuhi seleramu," kata ikan.
"Wahai ikan, kau tahu mengapa aku bisa tumbuh begitu besar?" tanya beruang.
"Mengapa?" ikan balas bertanya sambil menggeleng-geleng kepalanya.
"Karena aku tak pernah menyerah walau sekecil apa pun keberuntungan yang telah tergenggam di tangan!" jawab beruang sambil tersenyum mantap.
"Ops!" teriak sang ikan.
Beruang nyaris tersedak. Dan ikan lenyap ke dalam perut beruang.

Dalam hidup, kita diberi banyak pilihan dan kesempatan. Namun jika kita tidak mau membuka hati dan mata kita untuk melihat dan menerima kesempatan yang Tuhan berikan maka kesempatan itu akan hilang begitu saja. Dan hal ini hanya akan menciptakan penyesalan yang tiada guna di kemudian hari, saat kita harus berucap : "Ohhh.... Andaikan aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dulu...?"

Maka bijaksanalah pada hidup, hargai setiap detil kesempatan dalam hidup kita. Di saat sulit, selalu ada kesempatan untuk memperbaiki keadaan; di saat sedih, selalu ada kesempatan untuk meraih kembali kebahagiaan; di saat jatuh selalu ada kesempatan untuk bangkit kembali; dan dalam kesempatan untuk meraih kembali yang terbaik untuk hidup kita.

Bila kita setia pada perkara yang kecil, 
maka kita akan mendapat perkara yang besar. 
Bila kita menghargai kesempatan yang kecil, 
maka ia akan menjadi sebuah kesempatan yang besar.


Sabtu, 22 November 2014

Dua Serigala


Ada dua ekor serigala di hutan belantara, serigala B menantang serigala A untuk menangkap seekor kelinci yang sedang makan wortel, tidak jauh dari tempat mereka berdiri,

"Ayo Serigala A, kamu bisa ngga tangkap kelinci itu?" tanya serigala B.

"Ah, itu gampang, lihat saja nih!" 
jawab serigala A dan dengan sigap serigala A itupun melompat ke arah kelinci tersebut dan berlari mengejarnya.

Sedangkan kelinci yang melihat serigala itu, langsung lari terbirit-birit ketakutan, tanpa pikir panjang wortel yang masih dikunyahnya di lemparkan ke arah serigala tersebut, "DUAAAKK!!" begitu suaranya.

Karena serigala adalah binatang yang kuat, maka wortel kecil yang mengenai kepalanya tidak terasa sama sekali, serigala tersebut tetap mengejar kelinci itu, 1 menit.. 2 menit.. 3 menit... sampai 5 menit..

Serigala itu belum dapat menangkap kelinci itu, karena kelinci itu larinya lebih kencang. Serigala itupun kelelahan dan menghentikan pengejarannya.

Dengan perasaan yang sangat malu, dia menunduk berjalan dan kembali ke temannya serigala B.

Setelah sampai di tempat serigala B, maka serigala B itupun bertanya, "Bagaimana?
Apakah kamu bisa menangkapnya ?" tanya serigala B, lalu serigala A hanya menggeleng-gelengkan kepalanya yang masih tertunduk.

Serigala B lalu melanjutkan perkataanya, "Kamu tahu, kenapa kamu tidak bisa menangkap kelinci itu? Kamu kalah, karena kamu tidak serius. Kamu berlari mengejar kelinci hanya untuk pamer saja, sedangkan kelinci itu berlari untuk nyawanya."

Untuk orang yang sudah bekerja, mungkin Anda merasa, Anda sangat lelah, Anda capai dengan pekerjaan, bosan, tidak ada kemajuan sama sekali dalam pekerjaan Anda. Itu dikarenakan karena Anda tidak serius dengan pekerjaan Anda.

Cobalah pikirkan kembali, apakah tujuan sebenarnya Anda bekerja?

Sebab, terkadang ada orang yang bekerja, karena tuntutan orang tua agar mencari uang sendiri, atau kadang juga ada orang yang bekerja, karena mereka merasa 'harus' bekerja untuk membantu orang tua mereka menghidupi keluarganya, atau ada juga orang yang bekerja karena untuk dapat pamer pada teman-temannya, pada sanak saudara, bahwa dia sudah bekerja.

Jadi, apakah tujuan Anda bekerja? Demi rasa bangga pada serigala B. Atau demi rasa lapar?