#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (100)
* Menatap Masa Depan
Oleh Team Semburat Jingga
Memasuki ruangan ballroom Hotel "RC" serasa di Taman Firdaus. Wangi harum bunga semerbak tercium. Para hadirin serentak berdiri dan tersenyum ketika kami melewati red carpet. Ucapan selamat berbahagia mengalir tiada henti. Kilatan blitz kamera mengiringi saat aku dan Kanya bersama-sama memotong kue lima tingkat lambang awal kehidupan kami bersama. Tepuk tangan riuh saat wedding kiss, membuat wajah Kanya kembali bersemu merah. Berbagai hidangan lezat keluar silih berganti membuat perut hadirin berdendang. Puji Tuhan, acara resepsi semuanya berjalan dengan lancar. Selesai acara resepsi, aku dan Kanya menuju lift menuju kamar pengantin. Jantungku berdebar-debar.
Di dalam lift Kanya hanya diam melirikku. Dengan nakal kurengkuh pinggangnya dan kukecup bibirnya. Kanya melotot, tapi pasrah. Pintu kamar pengantin telah menanti, kugesek kartu berulang kali. Pintu tetap tidak mau terbuka. Sinyal merah berkedip. Aku menggerutu, "Kartunya error. Kamu tunggu disini ya. Aku ke bawah." Kanya menahanku dan mencocokkan nomer kamar. Ya Tuhan, ternyata salah kamar! Kamipun tertawa geli. Kucubit pipinya dengan gemas. Kami melangkah menuju kamar yang benar. Kugesek kartu perlahan dan pintu terbuka. Kamar pengantin yang sangat romantis. Bergandeng tangan kami melangkah masuk, kututup pintu. "Mas, tolong," suara Kanya terdengar lirih. Aku tersenyum, dengan lembut kubantu mengurai pita gaun. Punggung putihnya begitu menggoda, memacu detak jantungku, kucium dengan mesra. Kami menuju kamar mandi. Selanjutnya tak ada yang bisa kuceritakan, pengalaman pribadi yang akan kukenang hingga akhir.
Gerakan Kanya membangunkan tidurku. Seperti mimpi rasanya kini aku tak lagi sendiri. Membelai wajahnya yang masih terlelap, begitu damai dan cantik. Kucium dengan lembut. Kanya terbangun dan tersenyum. Kemudian merapatkan tubuhnya dalam pelukanku. "Mulai sekarang, tidak ada lagi aku dan kamu, yang ada hanya kita. Aku mencintaimu," semakin kueratkan pelukanku. Matanya berbinar bahagia. Kami beranjak bangun dan membuka tirai jendela. Semburat merah jingga di langit Jakarta seakan menghantar kami menuju masa depan yang cerah. Kurengkuh tubuhnya dan kubenamkan wajahku di tengkuknya. Kanya mendesah pasrah.
---
Puji syukur pentigraf serial ini dapat selesai dan diakhiri dengan baik. Terima kasih kepada para pembaca setia Semburat Merah Jingga. Terima kasih juga kepada semua penulia dan selamat buat kita semua hingga bisa membuat pentigraf ini hingga 100 episode. Mohon maaf kepada semua pihak karena pastinya ini masih banyak kekurangan. Sampai jumpa pada pentigraf serial berikutnya.
Kamis, 21 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (99)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (99)
*Hari Pernikahan
Oleh Agust Wahyu
Bunyi alarm berdering mengejutkanku. Rasanya baru memejamkan mata tetapi sudah harus bersiap-siap. Semalaman membantu ibu menyelesaikan dekorasi ranjang dengan sepasang angsa di kamar yang didominasi warna biru muda. Kucuran air hangat dari 'shower' menyegarkan tubuh. Sangat susah melukiskan perasaanku pagi ini, bahagia dan gugup campur aduk menjadi satu. Pak Min supir pribadiku sudah siap. Bapak tersenyum mengantar sampai di pintu, merangkul bahuku sambil berbisik, "Tenang Don, tidak usah gugup. "Ibu tampak ingin tahu apa yang dibisikkan bapak, "Rahasia lelaki, Bu!" Bapak tertawa lebar mendengarnya. Sampai di bridal, Kanya sedang di 'make over', belum sempurna tapi sudah menampakkan kecantikan yang alami. Melihatku datang, kukedipkan mata kepadanya dan kubisikkan "Aku tidak sabar menanti malam pertama." Tahu isengku, Kanya segera mengusirku dari ruang dandan dengan wajah bersemu merah.
Tiba di gereja rasanya aku makin tidak sabar untuk segera menerima Sakramen Pernikahan. "Don, cincin sudah disiapkan?" tanya Jo. Kurogoh saku celanaku, rasanya semalam sudah dimasukkan cincin tersebut. Panik aku. Aku berusaha mengingat-ingat. Keringat mulai mengucur. Semakin panik semakin tak dapat berpikir. Kutenangkan diri. Ahaaaa... aku ingat sekarang. "Jo tolong ambilkan. Maaf, aku kelupaan taruh di atas meja dalam kamar." Beruntung sekali ada Jo di saat genting ini. Kami menanti dengan cemas, prosesi tetap dijalankan. Bersyukur sebelum janji nikah, Jo sudah tiba dan menyerahkan cincin padaku. Pemberkatan sakramen pernikahan yang dipimpin oleh Romo Muji berjalan lancar. "Yes, I do," menjadi ikrar kami sambil saling menyematkan cincin di jari manis. Kanya menatapku mesra, aku mengecup keningnya dengan penuh kasih. Kini aku dan Kanya telah resmi menjadi suami isteri. Bahagia kami, bahagia semua.
Aku memberi kejutan kepada Kanya. Sebelum turun dari altar dengan mic di tangan, suara bariton-ku menggema. Lagu 'The Way You Look At Me' dari Christian Bautista kunyanyikan sepenuh hati. Kanya yang hari ini luar biasa anggun dan cantik sangat 'surprise', menangkupkan kedua tangan di pipinya. Wajahnya seketika cerah bercahaya, penuh rasa bahagia. Selanjutnya kami melakukan sungkeman. Kami bersimpuh di pangkuan bapak, ibu, dan Jenny yang duduk di bangku paling depan untuk memohon doa restu. Airmataku tak tertahan, mengalir dengan sendirinya. Kugenggam tangan bapak dengan terbata-bata berkata "Ba..pak, teri..ma ka..sih telah mem..besarkan Don sela..ma ini dan men..dukung penuh per..nikahan ka..mi. Maaf..kan ke..salah..an Don sela..ma ini yang ba..nyak me..nyusahkan." Kanya tak tahan melihat aku menangis, airmatanyapun mengalir, membasahi wajah cantiknya. Ibu dan Jenny serta umat menjadi sangat terharu. Tetesan air mata bahagia memenuhi ruang gereja. Jenny memeluk Kanya penuh dengan linangan ketika kami menyerahkan tiket perjalanan sebagai syarat pelangkah. Bapakpun juga menangis haru sambil dengan sigap merengkuh bahu ibu yang tidak dapat menahan isaknya dari sejak aku bersimpuh.
Kampung Sawah, 15 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (98)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (98)
*Dalam Masa Pingitan
Oleh Siu Hong-Irene Tan
Seminggu menjelang hari H sebenarnya aku dan Kanya sudah harus menjalani masa 'pingitan'. Aku merasa terlalu lama untuk waktu satu minggu, mana tahan tidak bertemu Kanya selama itu. Akhirnya kutawar lama masa pingitan kepada keluarga. Bapak dan ibu memaklumi kesibukan selama persiapan pernikahan, jadi masa pingitan ditetapkan cukup tiga hari saja. Selama masa pingitan ini terpaksa 'Duo Jo' menjadi perantara antara aku dan Kanya.
Hari ini aku minta tolong kepada Jo untuk datang ke rumah. Sarung tangan yang sudah dibeli beberapa hari lalu tertinggal di rumah Kanya. Aku baru selesai mandi, ketika ibu mengetuk pintu dan memberi tahu bahwa Jo sudah lama menunggu. Dengan berbaju santai aku beranjak ke ruang keluarga, aku tak melihat Jo ada di sana. Mungkin di teras belakang, Jo memang paling suka duduk di sana sambil menikmati keasrian taman. Bunga-bunga anggrek yang dirawat dengan telaten oleh tangan terampil ibu memang dapat dibanggakan. Dari dalam rumah aku melihat Jo dan Joana duduk santai. Langkahku terhenti di belakang pintu ketika mendengar pembicaraan serius di antara mereka.
Joana menanyakan rencana Jo selanjutnya, setelah acara pesta pernikahanku selesai. Tampak Jo menghela napas panjang dan dalam. Dipandangnya Joana, tatapan matanya masih tidak bisa menyembunyikan rasa pedih yang dalam. Membayangkan bilamana aku berada pada posisinya, sungguh menyakitkan sekali. Jo mulai bicara, kupasang telinga lebar-lebar. Kudengar dia akan pergi untuk waktu yang belum bisa ditentukan lamanya. Keinginannya untuk menenangkan hati, merenungkan apa yang sudah terjadi dan berusaha untuk memperbaiki diri tampaknya sudah diputuskannya dan tidak bisa dicegah. Raut wajah Joana tampak tertunduk sedih. "Joana, aku mengerti perasaanmu. Dan tentang perasaanku, saat ini aku belum bisa menjawab apa-apa. Aku benar-benar ingin menenangkan pikiran dan memantapkan hati. Jangan menunggu, aku tak ingin mengecewakanmu. Sungguh aku akan sangat berbahagia bilamana kamu mendapatkan pria yang jauh lebih baik dariku. Buang rasa bersalahmu. Jangan mencintaiku hanya karena rasa bersalah semata. Aku akan menata hidupku dengan benar," Jo menggenggam erat jemarinya. Joana terdiam, hanya air matanya yang terus mengalir deras membasahi tulang pipi yang tinggi itu. Sebaiknya aku memberi mereka waktu untuk menyelesaikan persoalan. Kujinjitkan kaki dan melangkah mundur dengan perlahan. Saat kubalikkan badan, bruuuuuk... kutabrak ibu yang sedang membawa nampan berisi kue dan teh. Untungnya hanya teh saja yang tertumpah. Segera kutarik ibu menuju dapur tanpa perduli ekspresi ibu yang bingung dan bertanya-tanya.
Bogor, 14 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (98)
*Dalam Masa Pingitan
Oleh Siu Hong-Irene Tan
Seminggu menjelang hari H sebenarnya aku dan Kanya sudah harus menjalani masa 'pingitan'. Aku merasa terlalu lama untuk waktu satu minggu, mana tahan tidak bertemu Kanya selama itu. Akhirnya kutawar lama masa pingitan kepada keluarga. Bapak dan ibu memaklumi kesibukan selama persiapan pernikahan, jadi masa pingitan ditetapkan cukup tiga hari saja. Selama masa pingitan ini terpaksa 'Duo Jo' menjadi perantara antara aku dan Kanya.
Hari ini aku minta tolong kepada Jo untuk datang ke rumah. Sarung tangan yang sudah dibeli beberapa hari lalu tertinggal di rumah Kanya. Aku baru selesai mandi, ketika ibu mengetuk pintu dan memberi tahu bahwa Jo sudah lama menunggu. Dengan berbaju santai aku beranjak ke ruang keluarga, aku tak melihat Jo ada di sana. Mungkin di teras belakang, Jo memang paling suka duduk di sana sambil menikmati keasrian taman. Bunga-bunga anggrek yang dirawat dengan telaten oleh tangan terampil ibu memang dapat dibanggakan. Dari dalam rumah aku melihat Jo dan Joana duduk santai. Langkahku terhenti di belakang pintu ketika mendengar pembicaraan serius di antara mereka.
Joana menanyakan rencana Jo selanjutnya, setelah acara pesta pernikahanku selesai. Tampak Jo menghela napas panjang dan dalam. Dipandangnya Joana, tatapan matanya masih tidak bisa menyembunyikan rasa pedih yang dalam. Membayangkan bilamana aku berada pada posisinya, sungguh menyakitkan sekali. Jo mulai bicara, kupasang telinga lebar-lebar. Kudengar dia akan pergi untuk waktu yang belum bisa ditentukan lamanya. Keinginannya untuk menenangkan hati, merenungkan apa yang sudah terjadi dan berusaha untuk memperbaiki diri tampaknya sudah diputuskannya dan tidak bisa dicegah. Raut wajah Joana tampak tertunduk sedih. "Joana, aku mengerti perasaanmu. Dan tentang perasaanku, saat ini aku belum bisa menjawab apa-apa. Aku benar-benar ingin menenangkan pikiran dan memantapkan hati. Jangan menunggu, aku tak ingin mengecewakanmu. Sungguh aku akan sangat berbahagia bilamana kamu mendapatkan pria yang jauh lebih baik dariku. Buang rasa bersalahmu. Jangan mencintaiku hanya karena rasa bersalah semata. Aku akan menata hidupku dengan benar," Jo menggenggam erat jemarinya. Joana terdiam, hanya air matanya yang terus mengalir deras membasahi tulang pipi yang tinggi itu. Sebaiknya aku memberi mereka waktu untuk menyelesaikan persoalan. Kujinjitkan kaki dan melangkah mundur dengan perlahan. Saat kubalikkan badan, bruuuuuk... kutabrak ibu yang sedang membawa nampan berisi kue dan teh. Untungnya hanya teh saja yang tertumpah. Segera kutarik ibu menuju dapur tanpa perduli ekspresi ibu yang bingung dan bertanya-tanya.
Bogor, 14 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (97)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (97)
*Persiapan Pernikahan
Oleh Camelia Septiyati Koto
Hari-hari menjelang hari H, terasa sangat sibuk. Kulihat agenda, serangkai jadwal sudah menanti. Mulai dari pemantapan dan konsultasi dengan Romo, mengambil cincin pernikahan, selanjutnya 'fitting' baju pengantin. Segera kupacu mobilku menjemput Kanya. Romo Muji sudah menunggu ketika kami tiba di gereja. Romo meminta kami memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan termasuk teks untuk misa. Dan Romo pun mengatakan siap memberkati kami pada hari H. Setelah jelas dan pembicaraan selesai, kami berdua segera pamit kepada Romo.
Sekarang mobil kupacu dengan cepat menuju 'Bless Jewellery'. Pesanan kami sudah siap. Syukur kepada Tuhan, semua sesuai dengan rencana dan berjalan dengan lancar. Hatiku terasa bergetar ketika mencoba cincin pernikahan. Wajah Kanyapun terlihat begitu bahagia. Kehidupan baru segera menjelang. Suka dan duka akan kami jalani bersama, selalu saling mendukung. Kutatap Kanya dengan mesra dan penuh kasih. Calon mempelaiku.
Sore ini sebelum menuju bridal, kami menjemput Jo dan Joana terlebih dahulu. Bapak, ibu dan Jenny sudah 'fitting' sejak pagi tadi. Aku dan Kanya menyesuaikan dengan jadwal 'Duo Jo'. Teringat saat menentukan pilihan gaun pengantin waktu itu, sungguh sangat tidak mudah. Ibu menjadi pemicunya, berusaha memilih sesuai seleranya. Sebelum akhirnya menyerahkan semua keputusan pada kami berdua, karena teguran bapak. Kami telah sampai di Angela Bridal. 'Duo Jo' melakukan 'fitting' terlebih dahulu. Sungguh mereka tampak sangat serasi dalam busana yang telah dipilih. Kini giliran Kanya. Aku menunggu dengan berdebar, secantik apa mempelaiku dalam busananya? Berdiri di hadapanku dengan sangat anggun. Dalam balutan gaun modern yang simple. Gaun tanpa lengan, belahan dada agak rendah dengan ekor duyung yang menampakkan lekuk tubuh Kanya yang indah, sungguh membuat aku terpesona. Sesaat aku kehilangan kata-kata. Kemudian tersadar dengan pujian Jo,"Ooooh my God ...Kanya. You are soooo beautiful. Perfect!" Aku tersentak untuk kedua kalinya, ketika Jo menghampiri Kanya dan memandang dengan penuh rasa kagum. Jo menggenggam jemari Kanya, kemudian membimbing Kanya kehadapanku. Ditautkannya jemariku diatas jemari Kanya sambil menatapku dengan tegas ,"Don, kini Kanya adalah seorang adik bagiku. Kutitipkan kebahagiaannya. Jagalah dengan nyawamu dan jangan pernah menyakiti hatinya jika tidak ingin berhadapan denganku." Kemudian ditepuknya bahuku dan tersenyum penuh rasa persahabatan. Segera dipalingkannya wajahnya. Tapi aku terlanjur melihat mata Jo berkaca-kaca dengan sinar kebahagiaan dan kepedihan bercampur menjadi satu. Sebagai sesama laki-laki, aku sangat mengerti perasaannya saat ini. Jo menarik tangan Joana keluar dari ruang fitting, untuk memberikan keleluasaan kepada kami berdua. Aku dan Kanya kembali larut dalam rasa kebahagiaan. Kami saling memandang dan berpelukan.
Kampung Sawah, 13 Juni 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (97)
*Persiapan Pernikahan
Oleh Camelia Septiyati Koto
Hari-hari menjelang hari H, terasa sangat sibuk. Kulihat agenda, serangkai jadwal sudah menanti. Mulai dari pemantapan dan konsultasi dengan Romo, mengambil cincin pernikahan, selanjutnya 'fitting' baju pengantin. Segera kupacu mobilku menjemput Kanya. Romo Muji sudah menunggu ketika kami tiba di gereja. Romo meminta kami memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan termasuk teks untuk misa. Dan Romo pun mengatakan siap memberkati kami pada hari H. Setelah jelas dan pembicaraan selesai, kami berdua segera pamit kepada Romo.
Sekarang mobil kupacu dengan cepat menuju 'Bless Jewellery'. Pesanan kami sudah siap. Syukur kepada Tuhan, semua sesuai dengan rencana dan berjalan dengan lancar. Hatiku terasa bergetar ketika mencoba cincin pernikahan. Wajah Kanyapun terlihat begitu bahagia. Kehidupan baru segera menjelang. Suka dan duka akan kami jalani bersama, selalu saling mendukung. Kutatap Kanya dengan mesra dan penuh kasih. Calon mempelaiku.
Sore ini sebelum menuju bridal, kami menjemput Jo dan Joana terlebih dahulu. Bapak, ibu dan Jenny sudah 'fitting' sejak pagi tadi. Aku dan Kanya menyesuaikan dengan jadwal 'Duo Jo'. Teringat saat menentukan pilihan gaun pengantin waktu itu, sungguh sangat tidak mudah. Ibu menjadi pemicunya, berusaha memilih sesuai seleranya. Sebelum akhirnya menyerahkan semua keputusan pada kami berdua, karena teguran bapak. Kami telah sampai di Angela Bridal. 'Duo Jo' melakukan 'fitting' terlebih dahulu. Sungguh mereka tampak sangat serasi dalam busana yang telah dipilih. Kini giliran Kanya. Aku menunggu dengan berdebar, secantik apa mempelaiku dalam busananya? Berdiri di hadapanku dengan sangat anggun. Dalam balutan gaun modern yang simple. Gaun tanpa lengan, belahan dada agak rendah dengan ekor duyung yang menampakkan lekuk tubuh Kanya yang indah, sungguh membuat aku terpesona. Sesaat aku kehilangan kata-kata. Kemudian tersadar dengan pujian Jo,"Ooooh my God ...Kanya. You are soooo beautiful. Perfect!" Aku tersentak untuk kedua kalinya, ketika Jo menghampiri Kanya dan memandang dengan penuh rasa kagum. Jo menggenggam jemari Kanya, kemudian membimbing Kanya kehadapanku. Ditautkannya jemariku diatas jemari Kanya sambil menatapku dengan tegas ,"Don, kini Kanya adalah seorang adik bagiku. Kutitipkan kebahagiaannya. Jagalah dengan nyawamu dan jangan pernah menyakiti hatinya jika tidak ingin berhadapan denganku." Kemudian ditepuknya bahuku dan tersenyum penuh rasa persahabatan. Segera dipalingkannya wajahnya. Tapi aku terlanjur melihat mata Jo berkaca-kaca dengan sinar kebahagiaan dan kepedihan bercampur menjadi satu. Sebagai sesama laki-laki, aku sangat mengerti perasaannya saat ini. Jo menarik tangan Joana keluar dari ruang fitting, untuk memberikan keleluasaan kepada kami berdua. Aku dan Kanya kembali larut dalam rasa kebahagiaan. Kami saling memandang dan berpelukan.
Kampung Sawah, 13 Juni 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (96)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (96)
*Rencana Pernikahan
Oleh Jenny Seputro
"Ehm, ehm.. duuh yang lagi kasmaran," celetuk Jenny menggoda, membuatku dan Kanya sedikit kaget. Kami tertawa dan mengikuti Jenny ke dalam. Setelah selesai makan, kami duduk bertiga di ruang tengah sambil membahas rencana pernikahan. Kutanya apakah Kanya ingin kami bertunangan dulu. Kanya menggeleng, dia bilang orang bertunangan karena mereka ingin mengikat hubungan tapi belum siap untuk menikah, sedangkan dirinya dan aku sudah sangat siap untuk menikah. Aku setuju dengan pendapatnya. Kemudian Kanya mengambil brosur-brosur yang dikumpulkannya dari wedding expo yang lalu untuk membandingkan paket dan harga. Banyak sekali yang harus diperhitungkan, dari gaun pengantin, katering, dekorasi, kue, musik, suvenir untuk tamu dan lain sebagainya.
"Kenapa mahal sekali ya," kata Kanya, "aku tidak ingin menghabiskan begini banyak uang untuk sebuah pesta Mas." Kukatakan padanya kalau ini hanya sekali seumur hidup, dan Kanya layak mendapatkan pesta yang sempurna. Soal biaya tidak perlu terlalu dipikirkan. Tapi Kanya berkeras tidak ingin pesta seperti itu, baginya sudah cukup bisa bersanding denganku dan hidup bahagia bersama. Tiba-tiba Jenny mengusulkan untuk nikah tamasya saja. Biar pestanya sederhana, uangnya bisa dipakai untuk bulan madu yang lebih lama. Kanya menyukai usul itu, dan kalau dia senang pastinya aku juga senang.
Malamnya kusampaikan rencana itu pada bapak dan ibu. Serta merta ibu langsung menentang. Aku memahaminya karena ibu tentunya ingin mengadakan pesta meriah untuk anak tunggalnya. Dulu saat aku dan Joana iseng berandai-andai tentang pernikahan kami, ibu bahkan sudah menyiapkan daftar hotel yang bisa dipilih untuk lokasi pesta. Susah payah kujelaskan pada ibu kalau kami tidak menginginkan pesta dengan seribu undangan yang hanya datang dan makan, tanpa kesan. Lebih baik sedikit orangnya tapi yang dekat dan berkesan. Akhirnya bapak angkat bicara, yang menikah kan anak-anak. Kalau mereka bahagia dengan lebih sedikit uang dikeluarkan, mengapa harus dihalangi? Aku senyum-senyum melihat ibu kesal karena kalah suara dan ganti memarahi bapak yang justru membelaku.
Perth, 13 Juni 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (96)
*Rencana Pernikahan
Oleh Jenny Seputro
"Ehm, ehm.. duuh yang lagi kasmaran," celetuk Jenny menggoda, membuatku dan Kanya sedikit kaget. Kami tertawa dan mengikuti Jenny ke dalam. Setelah selesai makan, kami duduk bertiga di ruang tengah sambil membahas rencana pernikahan. Kutanya apakah Kanya ingin kami bertunangan dulu. Kanya menggeleng, dia bilang orang bertunangan karena mereka ingin mengikat hubungan tapi belum siap untuk menikah, sedangkan dirinya dan aku sudah sangat siap untuk menikah. Aku setuju dengan pendapatnya. Kemudian Kanya mengambil brosur-brosur yang dikumpulkannya dari wedding expo yang lalu untuk membandingkan paket dan harga. Banyak sekali yang harus diperhitungkan, dari gaun pengantin, katering, dekorasi, kue, musik, suvenir untuk tamu dan lain sebagainya.
"Kenapa mahal sekali ya," kata Kanya, "aku tidak ingin menghabiskan begini banyak uang untuk sebuah pesta Mas." Kukatakan padanya kalau ini hanya sekali seumur hidup, dan Kanya layak mendapatkan pesta yang sempurna. Soal biaya tidak perlu terlalu dipikirkan. Tapi Kanya berkeras tidak ingin pesta seperti itu, baginya sudah cukup bisa bersanding denganku dan hidup bahagia bersama. Tiba-tiba Jenny mengusulkan untuk nikah tamasya saja. Biar pestanya sederhana, uangnya bisa dipakai untuk bulan madu yang lebih lama. Kanya menyukai usul itu, dan kalau dia senang pastinya aku juga senang.
Malamnya kusampaikan rencana itu pada bapak dan ibu. Serta merta ibu langsung menentang. Aku memahaminya karena ibu tentunya ingin mengadakan pesta meriah untuk anak tunggalnya. Dulu saat aku dan Joana iseng berandai-andai tentang pernikahan kami, ibu bahkan sudah menyiapkan daftar hotel yang bisa dipilih untuk lokasi pesta. Susah payah kujelaskan pada ibu kalau kami tidak menginginkan pesta dengan seribu undangan yang hanya datang dan makan, tanpa kesan. Lebih baik sedikit orangnya tapi yang dekat dan berkesan. Akhirnya bapak angkat bicara, yang menikah kan anak-anak. Kalau mereka bahagia dengan lebih sedikit uang dikeluarkan, mengapa harus dihalangi? Aku senyum-senyum melihat ibu kesal karena kalah suara dan ganti memarahi bapak yang justru membelaku.
Perth, 13 Juni 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (95)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (95)
*I Love U because...
Oleh: merry srifatmadewi
Perjalanan ini terasa sangat lama dan agak kaku. Semua diam dalam pemikirannya masing-masing. "Bagaimana rencana pesta pernikahan kalian?" tanya Joana memecah keheningan. "Rahasia deh...," jawab Kanya malu-malu. Aku memilih fokus pada jalanan. Jalanan macet total. Harus sigap mengemudikan mobil mencari celah kosong supaya dapat cepat tiba di tempat tujuan. Sesekali aku melirik duo Jo dari kaca spion. Tiba-tiba bunyi duk! Bemper mobilku mencium mobil depanku. Aduh... gawat, pikirku. Bersyukur mobil yang di depan tidak menyadarinya. Tin... tin... tiiiinnnn... klakson mobil berkali-kali dari belakang mobilku yang kesal karena mobilku bukannya bergerak cepat ketika jalan mulai lowong. Huffhhh lega hatiku tidak diperkarakan mobil depanku.
Saking asyiknya, aku lupa menanyakan tujuan mau kemana. Aku hanya berpikir mau cepat ke rumah Kanya meneruskan perbincangan tentang rencana pernikahan kami. "Ini mau antar ke mana ya?" tanyaku bingung. "Antar ke rumah aku saja, Mas Don. Jonathan nanti turun bareng aku, kalian langsung jalan saja setelah mengantar," kata Joana sambil melirik Jonathan dan diangguki oleh Jonathan. Duo Jo turun dan mengucapkan terimakasih. Joana terlihat menggandeng tangan Jonathan masuk ke dalam rumah. Hatiku agak lega melihat pemandangan itu. Semoga hubungan mereka langgeng hingga pernikahan.
"Kanya, kok diam saja sepanjang jalan?" tanyaku. "Mas, aku serba salah. Nanti bila aku tanya ke Jo, kamu cemburu lagi, lebih baik aku diam" jawab Kanya serius. Benar juga jawaban Kanya, perkataannya terasa tajam seperti silet menusuk hati. Aku menyadari kesalahanku. Tiba di rumah Kanya, aku cepat-cepat turun dari dalam mobil dan membukakan pintu untuknya. Kuraih tangannya sambil menebar senyum. Kanya menyambut uluran tanganku dan tidak tahan untuk menyambut senyumku. Kukecup keningnya dan menggandengnya masuk. Jenny sudah berdiri tanpa aku sadari melihat kemesraan kami.
Jakarta, 10 Juni 2018.
#pentigrafSF
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (95)
*I Love U because...
Oleh: merry srifatmadewi
Perjalanan ini terasa sangat lama dan agak kaku. Semua diam dalam pemikirannya masing-masing. "Bagaimana rencana pesta pernikahan kalian?" tanya Joana memecah keheningan. "Rahasia deh...," jawab Kanya malu-malu. Aku memilih fokus pada jalanan. Jalanan macet total. Harus sigap mengemudikan mobil mencari celah kosong supaya dapat cepat tiba di tempat tujuan. Sesekali aku melirik duo Jo dari kaca spion. Tiba-tiba bunyi duk! Bemper mobilku mencium mobil depanku. Aduh... gawat, pikirku. Bersyukur mobil yang di depan tidak menyadarinya. Tin... tin... tiiiinnnn... klakson mobil berkali-kali dari belakang mobilku yang kesal karena mobilku bukannya bergerak cepat ketika jalan mulai lowong. Huffhhh lega hatiku tidak diperkarakan mobil depanku.
Saking asyiknya, aku lupa menanyakan tujuan mau kemana. Aku hanya berpikir mau cepat ke rumah Kanya meneruskan perbincangan tentang rencana pernikahan kami. "Ini mau antar ke mana ya?" tanyaku bingung. "Antar ke rumah aku saja, Mas Don. Jonathan nanti turun bareng aku, kalian langsung jalan saja setelah mengantar," kata Joana sambil melirik Jonathan dan diangguki oleh Jonathan. Duo Jo turun dan mengucapkan terimakasih. Joana terlihat menggandeng tangan Jonathan masuk ke dalam rumah. Hatiku agak lega melihat pemandangan itu. Semoga hubungan mereka langgeng hingga pernikahan.
"Kanya, kok diam saja sepanjang jalan?" tanyaku. "Mas, aku serba salah. Nanti bila aku tanya ke Jo, kamu cemburu lagi, lebih baik aku diam" jawab Kanya serius. Benar juga jawaban Kanya, perkataannya terasa tajam seperti silet menusuk hati. Aku menyadari kesalahanku. Tiba di rumah Kanya, aku cepat-cepat turun dari dalam mobil dan membukakan pintu untuknya. Kuraih tangannya sambil menebar senyum. Kanya menyambut uluran tanganku dan tidak tahan untuk menyambut senyumku. Kukecup keningnya dan menggandengnya masuk. Jenny sudah berdiri tanpa aku sadari melihat kemesraan kami.
Jakarta, 10 Juni 2018.
#pentigrafSF
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (94)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (94)
*Pembebasan Jonathan
Oleh Yosep Yuniarto
Pagi ini aku meluncur ke rumah Kanya, setelah itu lanjut menuju ke rumah Joana. Hari ini kami hendak menjemput Jonathan yang sudah ditetapkan untuk bebas bersyarat. Kami juga tidak perlu minta izin ke kantor karena kebetulan bertepatan dengan hari libur nasional. Sesampainya di rutan kami diminta untuk menunggu sebentar. Selang beberapa saat sosok Jonathan pun muncul. Dia langsung memeluk Kanya yang kebetulan posisinya memang berada paling dekat dengan Jo. Aku pun sempat kembali dihinggapi rasa cemburu. Namun dengan cepat segera kutepis karena aku sudah yakin dan percaya sepenuhnya kepada Kanya.
Jonathan kemudian beralih kepada Joana. Suasana yang 'mengharu-biru' pun terjadi. Dua sejoli itu berpelukan lama sekali seolah ingin menuntaskan segala perasaan yang selama ini terpendam. Tangisan penuh kelegaan pun tak dapat terbendung lagi. Aku dan Kanya saling bertatapan penuh arti. Kami ikut bahagia menyaksikan 'moment sakral' di antara Jonathan dengan Joana. Puas dengan Joana, Jonathan kini beralih menghampiriku. Kami pun berpelukan erat sekali. Bagaikan baru bertemu kembali dengan seorang sahabat lama setelah sekian lama berpisah. Aku sudah betul-betul lupa kalau Jo ini pernah menjadi sosok yang amat kubenci bahkan ingin kulenyapkan. Setelah menyelesaikan segala urusan persyaratan administrasi, Jonathan pun akhirnya secara resmi dapat keluar meninggalkan rutan.
Di dalam mobil aku langsung melontarkan ideku yaitu meminta 'duo Jo' untuk menjadi 'pendamping mempelai' di hari pernikahan aku dan Kanya nanti. Jonathan dan Joana secara spontan dan kompak langsung menyatakan bersedia. Kanya yang duduk di sebelahku ikut tersenyum bahagia. Tiba-tiba aku teringat untuk iseng-iseng melemparkan 'peer' pertanyaan dari Edward. Kanya langsung menjawab cinta, Joana menyahut pengertian, Jonathan berkata komunikasi, aku sendiri memilih komitmen. Aku pun langsung mengirimkan pesan kepada Edward sekalian ingin tahu jawaban siapa yang paling benar di antara kami berempat. Sekitar lima menit kemudian Edward membalas. Aku meminta Kanya untuk membacakan jawaban dari Edward. "Semua jawaban benar namun kepercayaan penuh kepada pasangannya yang jauh lebih penting dari semuanya itu."
Tegal, 11 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (94)
*Pembebasan Jonathan
Oleh Yosep Yuniarto
Pagi ini aku meluncur ke rumah Kanya, setelah itu lanjut menuju ke rumah Joana. Hari ini kami hendak menjemput Jonathan yang sudah ditetapkan untuk bebas bersyarat. Kami juga tidak perlu minta izin ke kantor karena kebetulan bertepatan dengan hari libur nasional. Sesampainya di rutan kami diminta untuk menunggu sebentar. Selang beberapa saat sosok Jonathan pun muncul. Dia langsung memeluk Kanya yang kebetulan posisinya memang berada paling dekat dengan Jo. Aku pun sempat kembali dihinggapi rasa cemburu. Namun dengan cepat segera kutepis karena aku sudah yakin dan percaya sepenuhnya kepada Kanya.
Jonathan kemudian beralih kepada Joana. Suasana yang 'mengharu-biru' pun terjadi. Dua sejoli itu berpelukan lama sekali seolah ingin menuntaskan segala perasaan yang selama ini terpendam. Tangisan penuh kelegaan pun tak dapat terbendung lagi. Aku dan Kanya saling bertatapan penuh arti. Kami ikut bahagia menyaksikan 'moment sakral' di antara Jonathan dengan Joana. Puas dengan Joana, Jonathan kini beralih menghampiriku. Kami pun berpelukan erat sekali. Bagaikan baru bertemu kembali dengan seorang sahabat lama setelah sekian lama berpisah. Aku sudah betul-betul lupa kalau Jo ini pernah menjadi sosok yang amat kubenci bahkan ingin kulenyapkan. Setelah menyelesaikan segala urusan persyaratan administrasi, Jonathan pun akhirnya secara resmi dapat keluar meninggalkan rutan.
Di dalam mobil aku langsung melontarkan ideku yaitu meminta 'duo Jo' untuk menjadi 'pendamping mempelai' di hari pernikahan aku dan Kanya nanti. Jonathan dan Joana secara spontan dan kompak langsung menyatakan bersedia. Kanya yang duduk di sebelahku ikut tersenyum bahagia. Tiba-tiba aku teringat untuk iseng-iseng melemparkan 'peer' pertanyaan dari Edward. Kanya langsung menjawab cinta, Joana menyahut pengertian, Jonathan berkata komunikasi, aku sendiri memilih komitmen. Aku pun langsung mengirimkan pesan kepada Edward sekalian ingin tahu jawaban siapa yang paling benar di antara kami berempat. Sekitar lima menit kemudian Edward membalas. Aku meminta Kanya untuk membacakan jawaban dari Edward. "Semua jawaban benar namun kepercayaan penuh kepada pasangannya yang jauh lebih penting dari semuanya itu."
Tegal, 11 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (93)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (93)
*Bekal Pranikah
Oleh Yosep Yuniarto
Tiba-tiba gawaiku berbunyi. Spontan aku pun menoleh. Owh.. Ternyata dokter Edward! Kebetulan sekali aku sedang membutuhkan seseorang untuk diajak bicara. Aku bisa berbincang-bincang kembali dengan sahabatku ini. Dokter Edward mendengarkan dengan seksama semua penuturanku. Setelah itu barulah dia mengeluarkan pendapatnya. Saat dulu aku baru tahap kenal, naksir, 'pedekate' dengan Kanya, memang boleh-boleh saja jika aku mencari info, mendengar pendapat, saran, masukan dari berbagai pihak tentang sosok Kanya. Hal itu sebagai bahan pertimbangan sebelum aku mengambil keputusan, apakah sudah yakin untuk 'menembak' yaitu mencoba meningkatkan hubungan ke jenjang lebih lanjut yaitu berpacaran atau sebaliknya memutuskan untuk 'mundur teratur'. Namun saat hubungan itu sudah menjejak tahap yang lebih serius yaitu hendak atau terlebih sudah menikah, maka itu saatnya aku harus bisa 'menutup telinga' rapat-rapat terutama dari komentar-komentar miring atau negatif oleh siapa pun. Karena sebagai seorang istri, maka otomatis Kanya itu juga sudah menjadi bagian dari diri dan hidupku sendiri yang harus aku kasihi dengan sepenuh hati. Aku juga harus bisa menerima segala kelebihan dan kekurangan dia apa adanya karena memang tak ada manusia yang sempurna.
Di dalam mobil aku merenungkan kembali semua kata-kata dokter Edward. Aku menghidupkan radio yang kebetulan sedang memutar lagunya Kirey yang berjudul Terlalu. Entah mengapa semua lirik kata-kata dalam lagu itu bisa secara tepat seolah-olah mencerminkan dan mewakili ungkapan jeritan hati Kanya sejak beberapa waktu yang lalu dan mungkin hingga kini. Aku yang masih saja terus ragu, sering mempertanyakan cinta dan kesetiaan Kanya kepadaku. Padahal kami sudah sekian lama bersama. Tak bijak rasanya jika aku masih terus mencurigai Kanya. Aku harus bisa membuang rasa cemburu dan menepis rasa egoku. Melupakan semua hal yang sudah terjadi di masa lalu dan menatap jalan untuk kami berdua menuju masa depan yang bahagia penuh dengan harapan.
Sesaat aku kembali dihinggapi rasa bersalah terhadap Kanya. Aku mengakui selama ini sudah sering bersikap kurang adil kepada dia. Untunglah sekarang aku sudah menyadari semua kekeliruanku tersebut. Aku baru saja sampai di depan rumah dan hendak turun dari mobil ketika gawaiku kembali berbunyi, ternyata dari dokter Edward kembali. Dengan nada setengah bercanda sahabatku itu bilang hendak memberiku sebuah 'peer' pertanyaan yang harus bisa aku jawab paling lama dalam waktu satu minggu. Edward memutuskan pembicaraan telepon dan tak lama kemudian sebuah pesan masuk dari dia. Apa yang terpenting dalam suatu hubungan supaya tetap langgeng? A. Cinta. B. Pengertian. C. Komitmen. D. Komunikasi.
Tegal, 10 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (93)
*Bekal Pranikah
Oleh Yosep Yuniarto
Tiba-tiba gawaiku berbunyi. Spontan aku pun menoleh. Owh.. Ternyata dokter Edward! Kebetulan sekali aku sedang membutuhkan seseorang untuk diajak bicara. Aku bisa berbincang-bincang kembali dengan sahabatku ini. Dokter Edward mendengarkan dengan seksama semua penuturanku. Setelah itu barulah dia mengeluarkan pendapatnya. Saat dulu aku baru tahap kenal, naksir, 'pedekate' dengan Kanya, memang boleh-boleh saja jika aku mencari info, mendengar pendapat, saran, masukan dari berbagai pihak tentang sosok Kanya. Hal itu sebagai bahan pertimbangan sebelum aku mengambil keputusan, apakah sudah yakin untuk 'menembak' yaitu mencoba meningkatkan hubungan ke jenjang lebih lanjut yaitu berpacaran atau sebaliknya memutuskan untuk 'mundur teratur'. Namun saat hubungan itu sudah menjejak tahap yang lebih serius yaitu hendak atau terlebih sudah menikah, maka itu saatnya aku harus bisa 'menutup telinga' rapat-rapat terutama dari komentar-komentar miring atau negatif oleh siapa pun. Karena sebagai seorang istri, maka otomatis Kanya itu juga sudah menjadi bagian dari diri dan hidupku sendiri yang harus aku kasihi dengan sepenuh hati. Aku juga harus bisa menerima segala kelebihan dan kekurangan dia apa adanya karena memang tak ada manusia yang sempurna.
Di dalam mobil aku merenungkan kembali semua kata-kata dokter Edward. Aku menghidupkan radio yang kebetulan sedang memutar lagunya Kirey yang berjudul Terlalu. Entah mengapa semua lirik kata-kata dalam lagu itu bisa secara tepat seolah-olah mencerminkan dan mewakili ungkapan jeritan hati Kanya sejak beberapa waktu yang lalu dan mungkin hingga kini. Aku yang masih saja terus ragu, sering mempertanyakan cinta dan kesetiaan Kanya kepadaku. Padahal kami sudah sekian lama bersama. Tak bijak rasanya jika aku masih terus mencurigai Kanya. Aku harus bisa membuang rasa cemburu dan menepis rasa egoku. Melupakan semua hal yang sudah terjadi di masa lalu dan menatap jalan untuk kami berdua menuju masa depan yang bahagia penuh dengan harapan.
Sesaat aku kembali dihinggapi rasa bersalah terhadap Kanya. Aku mengakui selama ini sudah sering bersikap kurang adil kepada dia. Untunglah sekarang aku sudah menyadari semua kekeliruanku tersebut. Aku baru saja sampai di depan rumah dan hendak turun dari mobil ketika gawaiku kembali berbunyi, ternyata dari dokter Edward kembali. Dengan nada setengah bercanda sahabatku itu bilang hendak memberiku sebuah 'peer' pertanyaan yang harus bisa aku jawab paling lama dalam waktu satu minggu. Edward memutuskan pembicaraan telepon dan tak lama kemudian sebuah pesan masuk dari dia. Apa yang terpenting dalam suatu hubungan supaya tetap langgeng? A. Cinta. B. Pengertian. C. Komitmen. D. Komunikasi.
Tegal, 10 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (92)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (92)
* Duo Jo
Oleh Siu Hong-Irene Tan
Notifikasi 'miss call' mengingatkan akan dering di gawaiku semalam. Joana yang menelpon. Karena tidak terangkat, dia mengirim pesan. Memintaku untuk meluangkan waktu singgah ke rumah Bude setelah jam pulang kantor. Ada hal penting yang ingin disampaikan. Ingatan Joana semakin menguat. Aku ikut senang dengan perkembangannya.
Bude sedang menyiram mawar-mawar kesayangannya ketika aku tiba. Aroma wangi mawar dan tanah basah bercampur menjadi satu. Wajahnya tampak ceria dan penuh semangat, sepertinya dampak dari kemajuan ingatan Joana. Bude menemaniku masuk ke dalam rumah. Selagi aku berbincang dengan Joana, dia menyiapkan cangkir-cangkir untuk minum teh. Keahliannya meramu seduhan teh selalu membuat aku ketagihan. Joana mengabarkan bahwa minggu depan Jo sudah bisa meninggalkan rutan dengan status bebas bersyarat. Tidak terasa dua tahun sudah berlalu. Tidak hanya Kanya, ternyata selama ini Joana juga selalu rutin menengok Jo. Hhmmmmm... sedemikian besarkah pesona Jo, hingga wanita-wanita ini masih sedemikan tulusnya mendukung setelah apa yang dilakukannya. Aku sedikit geram dan rasa cemburu terasa membakar hati. Bila berkaitan dengan Jo, perasaanku selalu menjadi sensitif. Aku berusaha menepis rasa tidak nyaman yang tiba-tiba datang dengan melanjutkan percakapan. Rencana menjemput Jo disampaikan oleh Joana dan ia meminta kesediaanku dan Kanya untuk menemani. Kutatap matanya dalam-dalam, terbersit dibenakku taktik apalagi yang mungkin akan dibuat. Mata indah itu hanya mengerjap polos, memancarkan sebuah ketulusan. Aku menjadi tersentuh dan malu hati telah berprasangka buruk. Seusai menyanggupi untuk menemani nanti, aku segera pamit pulang. Kuhabiskan teh buatan Bude sampai tetes terakhir.
Dalam perjalanan pulang, kuputuskan untuk mampir sebentar ke pantai Ancol. Aku ingin menenangkan diri dan sedikit merenung. Suara debur ombak dan semilir angin malam membuat hati dan pikiran terasa damai. Aku sangat menyukai suasana pantai. Saatnya kini untuk mulai introspeksi diri. Kupikirkan kembali apa yang telah terjadi beberapa hari ini, mulai dari 'wedding organizer' dengan si banci genit, dekorasi 'peach' dan biru yang berujung galau, sampai dengan tadi soal kebebasan Jo dari rutan pekan depan. Aku merasa bersalah kepada Kanya dan Joana. Tanpa sadar aku telah memupuk kecemburuan kepada Jo. Kedua wanita itu hanya sekedar memberikan ketulusan mereka. Hati yang telah mampu memaafkan. Rasa ego-ku sebagai laki-laki yang ingin paling diperhatikan oleh orang-orang terkasih, telah membakar hati dan membutakan pikirku, hingga tertutup ruang maaf untuk Jo. Aku menyadari sepenuhnya, konflik kecil bertubi-tubi sepanjang beberapa hari ini dengan Kanya bersumber pada diriku. Kumantapkan hati untuk bisa memaafkan Jo dengan tulus ikhlas, seperti dua bidadari itu. Langkahku menjadi terasa ringan tanpa beban. Tetiba ide bagus melintas, 'Duo Jo' akan menjadi 'pendamping mempelai' di hari pernikahan kami nanti. Aku tersenyum lega.
Bogor, 7 Juni 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (92)
* Duo Jo
Oleh Siu Hong-Irene Tan
Notifikasi 'miss call' mengingatkan akan dering di gawaiku semalam. Joana yang menelpon. Karena tidak terangkat, dia mengirim pesan. Memintaku untuk meluangkan waktu singgah ke rumah Bude setelah jam pulang kantor. Ada hal penting yang ingin disampaikan. Ingatan Joana semakin menguat. Aku ikut senang dengan perkembangannya.
Bude sedang menyiram mawar-mawar kesayangannya ketika aku tiba. Aroma wangi mawar dan tanah basah bercampur menjadi satu. Wajahnya tampak ceria dan penuh semangat, sepertinya dampak dari kemajuan ingatan Joana. Bude menemaniku masuk ke dalam rumah. Selagi aku berbincang dengan Joana, dia menyiapkan cangkir-cangkir untuk minum teh. Keahliannya meramu seduhan teh selalu membuat aku ketagihan. Joana mengabarkan bahwa minggu depan Jo sudah bisa meninggalkan rutan dengan status bebas bersyarat. Tidak terasa dua tahun sudah berlalu. Tidak hanya Kanya, ternyata selama ini Joana juga selalu rutin menengok Jo. Hhmmmmm... sedemikian besarkah pesona Jo, hingga wanita-wanita ini masih sedemikan tulusnya mendukung setelah apa yang dilakukannya. Aku sedikit geram dan rasa cemburu terasa membakar hati. Bila berkaitan dengan Jo, perasaanku selalu menjadi sensitif. Aku berusaha menepis rasa tidak nyaman yang tiba-tiba datang dengan melanjutkan percakapan. Rencana menjemput Jo disampaikan oleh Joana dan ia meminta kesediaanku dan Kanya untuk menemani. Kutatap matanya dalam-dalam, terbersit dibenakku taktik apalagi yang mungkin akan dibuat. Mata indah itu hanya mengerjap polos, memancarkan sebuah ketulusan. Aku menjadi tersentuh dan malu hati telah berprasangka buruk. Seusai menyanggupi untuk menemani nanti, aku segera pamit pulang. Kuhabiskan teh buatan Bude sampai tetes terakhir.
Dalam perjalanan pulang, kuputuskan untuk mampir sebentar ke pantai Ancol. Aku ingin menenangkan diri dan sedikit merenung. Suara debur ombak dan semilir angin malam membuat hati dan pikiran terasa damai. Aku sangat menyukai suasana pantai. Saatnya kini untuk mulai introspeksi diri. Kupikirkan kembali apa yang telah terjadi beberapa hari ini, mulai dari 'wedding organizer' dengan si banci genit, dekorasi 'peach' dan biru yang berujung galau, sampai dengan tadi soal kebebasan Jo dari rutan pekan depan. Aku merasa bersalah kepada Kanya dan Joana. Tanpa sadar aku telah memupuk kecemburuan kepada Jo. Kedua wanita itu hanya sekedar memberikan ketulusan mereka. Hati yang telah mampu memaafkan. Rasa ego-ku sebagai laki-laki yang ingin paling diperhatikan oleh orang-orang terkasih, telah membakar hati dan membutakan pikirku, hingga tertutup ruang maaf untuk Jo. Aku menyadari sepenuhnya, konflik kecil bertubi-tubi sepanjang beberapa hari ini dengan Kanya bersumber pada diriku. Kumantapkan hati untuk bisa memaafkan Jo dengan tulus ikhlas, seperti dua bidadari itu. Langkahku menjadi terasa ringan tanpa beban. Tetiba ide bagus melintas, 'Duo Jo' akan menjadi 'pendamping mempelai' di hari pernikahan kami nanti. Aku tersenyum lega.
Bogor, 7 Juni 2018
#semburatmerahjingga
Jumat, 08 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (91)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (91)
*Cemburu
Oleh: Budi Hantara
Perbedaan selera tentang nuansa dekorasi memicu pertengkaran di antara kami. Sebenarnya pertyengkaran itu mudah terjadi karena kami sama-sama belum bisa melupakan masa lalu. Aku masih dibayang-bayangi rasa bimbang dan cemburu. Bimbang karena belum yakin bahwa cinta Kanya benar-benar tulus padaku. Cemburu setiap kali mendengar nama Jo, mantan kekasih Kanya. Apalagi bila melihat Kanya masih menunjukkan perhatian pada Jo. Jujur saja hatiku terbakar. Rasanya aku ingin melenyapkan Jo supaya tidak menjadi duri dalam perjalanan cinta kami. Sepanjang perjalanan pulang, kami saling diam. Kejadian di Wedding expo tadi membuat perasaanku sungguh tak nyaman. Terngiang ucapan seorang waria berpakaian nyentrik yang dengan gaya kemayu menyebut nama Jo sebagai kekasih Kanya. Terbayang sikap Kanya yang tampak mesra saat cipika-cipiki dengan waria genit itu. Rasa muak menghentak-hentak dalam dada. Marah dan cemburu gemuruh riuh menghantam relung hatiku.
Sesekali kulirik wajah Kanya yang tertunduk diam. Aku tak tahu apakah dia menyembunyikan perasaan seperti yang kurasakan atau justru memikirkan Jo. Tanpa terasa mobil telah sampai di depan rumah Kanya. Pelan memasuki halaman rumah Kanya. Kubuka pintu dan Kanya melangkah keluar. "Aku terus pulang." ucapku tak bisa menyembunyikan perasaan yang berkecamuk di dada. Sekilas kutatap wajah Kanya yang menunjukkan kegelisahan. Sepasang matanya menatapku seolah memohon pengertianku. Kanya memahami sikapku yang kaku bila sedang marah. Dia memilih diam untuk menghindari perselisihan. Sikapku yang kurang dewasa ini akan menjadi masalah dalam kehidupan rumah tangga kami. Kebimbangan semakin memenuhi ruang batinku.
Sampai di rumah, aku segera mandi. Lelah. Kulemaskan otot-otot tegangku dengan mandi air hangat di bawah shower. Terbayang di pelupuk mataku, masa-masa bersamanya. Tanpa kusadari aku bernyanyi lagu kesukaan kami. Aku tersenyum sambil menuangkan shampoo di kepalaku. Samar-samar kudengar gawaiku berbunyi. Mau keluar kamar mandi belum selesai mandinya. Kuteruskan mandinya. Keluar dari kamar mandi aku lupa akan bunyi gawai tadi dan segera pergi tidur.
Ngawi, 5 Juni 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (91)
*Cemburu
Oleh: Budi Hantara
Perbedaan selera tentang nuansa dekorasi memicu pertengkaran di antara kami. Sebenarnya pertyengkaran itu mudah terjadi karena kami sama-sama belum bisa melupakan masa lalu. Aku masih dibayang-bayangi rasa bimbang dan cemburu. Bimbang karena belum yakin bahwa cinta Kanya benar-benar tulus padaku. Cemburu setiap kali mendengar nama Jo, mantan kekasih Kanya. Apalagi bila melihat Kanya masih menunjukkan perhatian pada Jo. Jujur saja hatiku terbakar. Rasanya aku ingin melenyapkan Jo supaya tidak menjadi duri dalam perjalanan cinta kami. Sepanjang perjalanan pulang, kami saling diam. Kejadian di Wedding expo tadi membuat perasaanku sungguh tak nyaman. Terngiang ucapan seorang waria berpakaian nyentrik yang dengan gaya kemayu menyebut nama Jo sebagai kekasih Kanya. Terbayang sikap Kanya yang tampak mesra saat cipika-cipiki dengan waria genit itu. Rasa muak menghentak-hentak dalam dada. Marah dan cemburu gemuruh riuh menghantam relung hatiku.
Sesekali kulirik wajah Kanya yang tertunduk diam. Aku tak tahu apakah dia menyembunyikan perasaan seperti yang kurasakan atau justru memikirkan Jo. Tanpa terasa mobil telah sampai di depan rumah Kanya. Pelan memasuki halaman rumah Kanya. Kubuka pintu dan Kanya melangkah keluar. "Aku terus pulang." ucapku tak bisa menyembunyikan perasaan yang berkecamuk di dada. Sekilas kutatap wajah Kanya yang menunjukkan kegelisahan. Sepasang matanya menatapku seolah memohon pengertianku. Kanya memahami sikapku yang kaku bila sedang marah. Dia memilih diam untuk menghindari perselisihan. Sikapku yang kurang dewasa ini akan menjadi masalah dalam kehidupan rumah tangga kami. Kebimbangan semakin memenuhi ruang batinku.
Sampai di rumah, aku segera mandi. Lelah. Kulemaskan otot-otot tegangku dengan mandi air hangat di bawah shower. Terbayang di pelupuk mataku, masa-masa bersamanya. Tanpa kusadari aku bernyanyi lagu kesukaan kami. Aku tersenyum sambil menuangkan shampoo di kepalaku. Samar-samar kudengar gawaiku berbunyi. Mau keluar kamar mandi belum selesai mandinya. Kuteruskan mandinya. Keluar dari kamar mandi aku lupa akan bunyi gawai tadi dan segera pergi tidur.
Ngawi, 5 Juni 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (90)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (90)
*Dekorasi
Oleh Jenny Seputro
Kanya berhasil mengejarku, dan bertanya apakah aku harus marah seperti ini. "Jadi kau juga sudah merencanakan pernikahan dengan Jo? Jadi sekarang semuanya sudah siap, tinggal ganti mempelainya saja? Belum terlambat kalau kau tidak ingin menggantinya." Aku tahu tidak seharusnya kukatakan itu. Aku tahu aku harus bersabar, dan tidak boleh mengungkit-ungkit lagi tentang masa lalu itu. Aku tahu kalau Kanya telah memilihku. Tapi untuk yang kesekian kalinya aku gagal membendung emosiku. Walau mulutku berjanji, dalam hati aku belum bisa menghapus kecemburuanku pada Jo. Sambil terisak Kanya menjelaskan kalau mereka hanya pernah lewat di sebuah wedding expo, dan iseng melihat-lihat. Mereka tidak benar-benar merencanakan pernikahan.
Aku hanya diam. Kalau mau jujur, justru aku dan Joana yang sudah memilih nama untuk ketiga anak kami nantinya. Dan apalah arti semua itu, karena sekarang hanya ada Kanya dalam hidupku? Kurangkulkan lenganku di bahu Kanya sambil meminta maaf. Kuajak dia kembali ke expo untuk melanjutkan melihat-lihat. Kanya menurut. Tak lama senyumnya kembali menghiasi bibir manisnya. Kami sampai ke tenda dekorasi. Tak bosan rasanya membalik-balik album yang penuh dengan foto-foto dekorasi yang memukau. Begitu indah, seindah harganya juga.
Kukatakan pada Kanya untuk memakai dekorasi bernuansa peach. Kurasa itu yang terbaik, karena berkesan lembut juga elegan. Tapi Kanya justru ingin nuansa biru muda. Aku tidak setuju, aku tidak begitu suka nuansa biru, apalagi untuk pesta pernikahan. Kutanya kenapa dia tidak suka dengan ideku. Kanya ngotot ingin yang biru. Aku jadi kesal, biru ya biru, tapi apa yang salah dengan peach? "Karena Jo ingin nuansa peach, dan aku tidak mau memakainya," seru Kanya sambil pergi meninggalkanku. Kuhela napas berat sambil mengejarnya sampai ke dekat tempat parkir. "Kita pakai nuansa biru muda," kataku. Kanya tidak menjawab. Aku membimbingnya dengan penuh kasih berjalan menuju ke mobil.
Perth, 4 Juni 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (90)
*Dekorasi
Oleh Jenny Seputro
Kanya berhasil mengejarku, dan bertanya apakah aku harus marah seperti ini. "Jadi kau juga sudah merencanakan pernikahan dengan Jo? Jadi sekarang semuanya sudah siap, tinggal ganti mempelainya saja? Belum terlambat kalau kau tidak ingin menggantinya." Aku tahu tidak seharusnya kukatakan itu. Aku tahu aku harus bersabar, dan tidak boleh mengungkit-ungkit lagi tentang masa lalu itu. Aku tahu kalau Kanya telah memilihku. Tapi untuk yang kesekian kalinya aku gagal membendung emosiku. Walau mulutku berjanji, dalam hati aku belum bisa menghapus kecemburuanku pada Jo. Sambil terisak Kanya menjelaskan kalau mereka hanya pernah lewat di sebuah wedding expo, dan iseng melihat-lihat. Mereka tidak benar-benar merencanakan pernikahan.
Aku hanya diam. Kalau mau jujur, justru aku dan Joana yang sudah memilih nama untuk ketiga anak kami nantinya. Dan apalah arti semua itu, karena sekarang hanya ada Kanya dalam hidupku? Kurangkulkan lenganku di bahu Kanya sambil meminta maaf. Kuajak dia kembali ke expo untuk melanjutkan melihat-lihat. Kanya menurut. Tak lama senyumnya kembali menghiasi bibir manisnya. Kami sampai ke tenda dekorasi. Tak bosan rasanya membalik-balik album yang penuh dengan foto-foto dekorasi yang memukau. Begitu indah, seindah harganya juga.
Kukatakan pada Kanya untuk memakai dekorasi bernuansa peach. Kurasa itu yang terbaik, karena berkesan lembut juga elegan. Tapi Kanya justru ingin nuansa biru muda. Aku tidak setuju, aku tidak begitu suka nuansa biru, apalagi untuk pesta pernikahan. Kutanya kenapa dia tidak suka dengan ideku. Kanya ngotot ingin yang biru. Aku jadi kesal, biru ya biru, tapi apa yang salah dengan peach? "Karena Jo ingin nuansa peach, dan aku tidak mau memakainya," seru Kanya sambil pergi meninggalkanku. Kuhela napas berat sambil mengejarnya sampai ke dekat tempat parkir. "Kita pakai nuansa biru muda," kataku. Kanya tidak menjawab. Aku membimbingnya dengan penuh kasih berjalan menuju ke mobil.
Perth, 4 Juni 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (89)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (89)
*Wedding Expo
Oleh Jenny Seputro
Hari Jumat siang, kulihat di gawaiku ada dua panggilan tak terjawab dari Kanya. Kutelepon dia, dan dengan semangat Kanya mengatakan ada sebuah wedding expo di mal dekat rumahnya. Dia mengajakku ke sana sepulang kerja nanti. Aku setuju. Meskipun tanggalnya belum ditentukan, tapi kami perlu bayangan bagaimana pesta itu akan dilangsungkan. Bridal mana yang akan dipilih, dari mana pesan kue dan dekorasi, juga foto dan MC tentunya yang berperan sangat besar dalam sebuah pesta. Kami juga perlu membandingkan harga dan berbagai paket yang ditawarkan. Wedding expo adalah tempat yang paling tepat untuk memulai.
Sorenya aku menjemput Kanya dan kami langsung menuju mal. Sepanjang jalan Kanya dengan semangat menggambarkan seperti apa pesta yang diinginkannya. Bagaimana model gaunnya, kue lima tingkat, bahkan sampai pilihan menu makanannya. Aku hanya senyum-senyum melihat betapa antusias dirinya ingin menikahiku. Karena sudah lapar, kami makan cepat-cepat lalu turun ke lantai dasar yang penuh dengan tenda-tenda berisi berbagai pernak-pernik pernikahan. Terlihat banyak pasangan muda mondar-mandir mengumpulkan brosur. Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Tapi anehnya, Kanya seperti sudah tahu tenda mana yang harus dikunjungi. Dia tahu bridal mana yang punya koleksi dan paket terbaik, dan studio mana yang paling bagus juga ekonomis.
Tak pernah kusangka Kanya sudah begitu banyak meriset tentang pesta pernikahan. Enak juga sekarang aku tidak perlu terlalu repot. Biar Kanya yang memilih sesuai seleranya, kalau dia bahagia akupun ikut bahagia. Aku mengikuti Kanya sampai di sebuah tenda MC dan wedding organizer. Kulihat seorang waria dengan pakaian nyentrik membagi-bagi brosur. Yang membuatku kaget adalah saat dia melihat Kanya. "Aduuuh, Mbak Kanya, kok baru kelihatan lagi. Eike kangen lhooo," katanya dengan kemayu sambil langsung cipika cipiki, "mana Mas Jo?" Kanya langsung terlihat salah tingkah, begitu juga si banci saat melihatku berjalan mendekat. Aku tak ingin berbasa-basi dan langsung kutinggalkan tempat itu. Di belakangku, kudengar Kanya berlari-lari kecil sambil memanggil-manggil namaku.
Perth, 4 Juni 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (89)
*Wedding Expo
Oleh Jenny Seputro
Hari Jumat siang, kulihat di gawaiku ada dua panggilan tak terjawab dari Kanya. Kutelepon dia, dan dengan semangat Kanya mengatakan ada sebuah wedding expo di mal dekat rumahnya. Dia mengajakku ke sana sepulang kerja nanti. Aku setuju. Meskipun tanggalnya belum ditentukan, tapi kami perlu bayangan bagaimana pesta itu akan dilangsungkan. Bridal mana yang akan dipilih, dari mana pesan kue dan dekorasi, juga foto dan MC tentunya yang berperan sangat besar dalam sebuah pesta. Kami juga perlu membandingkan harga dan berbagai paket yang ditawarkan. Wedding expo adalah tempat yang paling tepat untuk memulai.
Sorenya aku menjemput Kanya dan kami langsung menuju mal. Sepanjang jalan Kanya dengan semangat menggambarkan seperti apa pesta yang diinginkannya. Bagaimana model gaunnya, kue lima tingkat, bahkan sampai pilihan menu makanannya. Aku hanya senyum-senyum melihat betapa antusias dirinya ingin menikahiku. Karena sudah lapar, kami makan cepat-cepat lalu turun ke lantai dasar yang penuh dengan tenda-tenda berisi berbagai pernak-pernik pernikahan. Terlihat banyak pasangan muda mondar-mandir mengumpulkan brosur. Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Tapi anehnya, Kanya seperti sudah tahu tenda mana yang harus dikunjungi. Dia tahu bridal mana yang punya koleksi dan paket terbaik, dan studio mana yang paling bagus juga ekonomis.
Tak pernah kusangka Kanya sudah begitu banyak meriset tentang pesta pernikahan. Enak juga sekarang aku tidak perlu terlalu repot. Biar Kanya yang memilih sesuai seleranya, kalau dia bahagia akupun ikut bahagia. Aku mengikuti Kanya sampai di sebuah tenda MC dan wedding organizer. Kulihat seorang waria dengan pakaian nyentrik membagi-bagi brosur. Yang membuatku kaget adalah saat dia melihat Kanya. "Aduuuh, Mbak Kanya, kok baru kelihatan lagi. Eike kangen lhooo," katanya dengan kemayu sambil langsung cipika cipiki, "mana Mas Jo?" Kanya langsung terlihat salah tingkah, begitu juga si banci saat melihatku berjalan mendekat. Aku tak ingin berbasa-basi dan langsung kutinggalkan tempat itu. Di belakangku, kudengar Kanya berlari-lari kecil sambil memanggil-manggil namaku.
Perth, 4 Juni 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (88)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (88)
*Panik
Oleh: merry srifatmadewi
Aku hitung sudah tiga pengemudi motor memperingatkan dan tidak kugubris. Kanya semakin panik, bagaimana bila pengemudi motor benar-benar memperingatkan yang sebenarnya? Aku berusaha menenangkan diri agar Kanya tidak tambah panik. Bisa dibayangkan bila mobil tiba-tiba meledak? Saat ini aku minta Kanya berdoa dalam hati, akupun juga berdoa. Kutunggu masih adakah lagi yang akan memperingatkanku atau sebaiknya kularikan mobil hingga ke kantor polisi. Ternyata masih ada satu pengemudi motor lagi yang memperingatkanku. Kanya sudah minta turun dan setengah panik mengancam akan melompat daripada mati terbakar hidup-hidup. Firasatku mengatakan bahwa ini modus komplotan penjahat. "Kanya, percayalah padaku. Kita berdoa tidak terjadi apa-apa. Tarik nafas dalam-dalam, coba kamu pikir selain pengemudi motor adakah orang lain di sekitarnya yang memperingatkan juga?"
Akhirnya sampai juga ke kantor polisi. Aku dan Kanya cepat-cepat turun dari mobil. Polisi langsung menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi. "Beruntung sekali bapak tidak turun sama sekali. Kasus ini sudah sering terjadi. Hati-hati di jalan." Senyum melebar di bibir Kanya merekah. Tidak tega melihatnya panik seperti kebakaran jenggot. Aku makin memahami diri Kanya dan bertekad menjadi pendamping yang setia dan dapat melindungi dirinya. Kami melanjutkan perjalanan yang tertunda menuju kantor.
"Mas Don, apa tidak sebaiknya kita menikah saja ya? Aku takut..... " kata-kata Kanya terasa cemas. Beberapa teman yang Kanya kenal setelah pertunangan tidak dapat melanjutkan ke jenjang pernikahan. Putus tengah jalan, putus begitu saja. "Kanya sayang, nanti kita bicarakan lagi ya. Kita perlu tenangkan pikiran. Baru saja selesai satu masalah." Kanya mengangguk memahami. Kupeluk Kanya sebelum dia keluar dari mobilku sesampainya di depan lobby kantor.
Jakarta, 3 Juni 2018.
#pentigrafSF
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (88)
*Panik
Oleh: merry srifatmadewi
Aku hitung sudah tiga pengemudi motor memperingatkan dan tidak kugubris. Kanya semakin panik, bagaimana bila pengemudi motor benar-benar memperingatkan yang sebenarnya? Aku berusaha menenangkan diri agar Kanya tidak tambah panik. Bisa dibayangkan bila mobil tiba-tiba meledak? Saat ini aku minta Kanya berdoa dalam hati, akupun juga berdoa. Kutunggu masih adakah lagi yang akan memperingatkanku atau sebaiknya kularikan mobil hingga ke kantor polisi. Ternyata masih ada satu pengemudi motor lagi yang memperingatkanku. Kanya sudah minta turun dan setengah panik mengancam akan melompat daripada mati terbakar hidup-hidup. Firasatku mengatakan bahwa ini modus komplotan penjahat. "Kanya, percayalah padaku. Kita berdoa tidak terjadi apa-apa. Tarik nafas dalam-dalam, coba kamu pikir selain pengemudi motor adakah orang lain di sekitarnya yang memperingatkan juga?"
Akhirnya sampai juga ke kantor polisi. Aku dan Kanya cepat-cepat turun dari mobil. Polisi langsung menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi. "Beruntung sekali bapak tidak turun sama sekali. Kasus ini sudah sering terjadi. Hati-hati di jalan." Senyum melebar di bibir Kanya merekah. Tidak tega melihatnya panik seperti kebakaran jenggot. Aku makin memahami diri Kanya dan bertekad menjadi pendamping yang setia dan dapat melindungi dirinya. Kami melanjutkan perjalanan yang tertunda menuju kantor.
"Mas Don, apa tidak sebaiknya kita menikah saja ya? Aku takut..... " kata-kata Kanya terasa cemas. Beberapa teman yang Kanya kenal setelah pertunangan tidak dapat melanjutkan ke jenjang pernikahan. Putus tengah jalan, putus begitu saja. "Kanya sayang, nanti kita bicarakan lagi ya. Kita perlu tenangkan pikiran. Baru saja selesai satu masalah." Kanya mengangguk memahami. Kupeluk Kanya sebelum dia keluar dari mobilku sesampainya di depan lobby kantor.
Jakarta, 3 Juni 2018.
#pentigrafSF
#semburatmerahjingga
Senin, 04 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (87)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (87)
*Kemesraan
Oleh Merry Srifatmadewi
Pagi-pagi sekali aku sudah mandi. Tubuhku harum segar. Hatiku terasa plong. Kupakai kemeja yang paling disukai Kanya, hem berwarna biru garis-garis putih. Kusemprotkan sedikit parfum untuk menambah daya tarik. Teringat kata Kanya, aku tampak lebih muda bila pakai kemeja itu. Terbayang senyum Kanya yang manis di pelupuk mata. Kupantaskan diriku di depan cermin. Benar, diriku lebih muda, lebih segar, lebih ganteng bila memakai kemeja ini. Selesai berpakaian rapi jali, aku pamit pada ibu dan bapak. "Keren banget anak ibu!" kata ibu sumringah. "Siapa dulu bapaknya?" kata bapak bercanda. Kami semua tertawa. Bapak dan ibu mengantarku hingga masuk ke dalam mobil.
Hatiku begitu riang berdendang menuju rumah Kanya. Jenny menyambut kedatanganku. Dia selalu hafal suara mobilku. "Tunggu sebentar ya, Don. Kanya baru selesai mandi. Kamu tumben datang lebih pagian hari ini," goda Jenny. Aku tersenyum simpul. Kanya terlihat terkejut melihat kedatanganku. Dia tidak mendengar suara mobil atau mengetahui kedatanganku karena sedang berada di kamar mandi. Kanya begitu cantik sekali, masih memakai daster hendak sarapan. "Mas Don, kita sarapan sama-sama ya..." Aku menganggukkan kepala. Kami makan bertiga menikmati hari yang baru.
Sambil menunggu Kanya berganti pakaian, aku mengobrol dengan Jenny. "Don, bila kamu menikah nanti tolong ingat jangan pakai dasi kupu-kupu. Kanya paling tidak suka dasi kupu-kupu," Jenny bicara sambil senyum-senyum. "Mirip Jojon," sambung Jenny. Kami tertawa terbahak-bahak. Kanya keluar dari kamar, cantik sekali dengan dandanan tipis. Makin terpesona melihatnya. Aku dan Kanya segera berangkat ke kantor. Di perjalanan seorang pengemudi motor memberi aba-aba bahwa knalpotku keluar api. Aku sama sekali tidak menggubris. Kanya takut jika mobil benar-benar terbakar. Kutenangkan Kanya, kuceritakan bahwa itu akal bulus penjahat. Kanya semakin panik karena sudah tiga pengemudi motor yang berbeda memberitahu dan menunjuk ke arah knalpot.
Jakarta, 2 Juni 2018.
#pentigrafSF
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (87)
*Kemesraan
Oleh Merry Srifatmadewi
Pagi-pagi sekali aku sudah mandi. Tubuhku harum segar. Hatiku terasa plong. Kupakai kemeja yang paling disukai Kanya, hem berwarna biru garis-garis putih. Kusemprotkan sedikit parfum untuk menambah daya tarik. Teringat kata Kanya, aku tampak lebih muda bila pakai kemeja itu. Terbayang senyum Kanya yang manis di pelupuk mata. Kupantaskan diriku di depan cermin. Benar, diriku lebih muda, lebih segar, lebih ganteng bila memakai kemeja ini. Selesai berpakaian rapi jali, aku pamit pada ibu dan bapak. "Keren banget anak ibu!" kata ibu sumringah. "Siapa dulu bapaknya?" kata bapak bercanda. Kami semua tertawa. Bapak dan ibu mengantarku hingga masuk ke dalam mobil.
Hatiku begitu riang berdendang menuju rumah Kanya. Jenny menyambut kedatanganku. Dia selalu hafal suara mobilku. "Tunggu sebentar ya, Don. Kanya baru selesai mandi. Kamu tumben datang lebih pagian hari ini," goda Jenny. Aku tersenyum simpul. Kanya terlihat terkejut melihat kedatanganku. Dia tidak mendengar suara mobil atau mengetahui kedatanganku karena sedang berada di kamar mandi. Kanya begitu cantik sekali, masih memakai daster hendak sarapan. "Mas Don, kita sarapan sama-sama ya..." Aku menganggukkan kepala. Kami makan bertiga menikmati hari yang baru.
Sambil menunggu Kanya berganti pakaian, aku mengobrol dengan Jenny. "Don, bila kamu menikah nanti tolong ingat jangan pakai dasi kupu-kupu. Kanya paling tidak suka dasi kupu-kupu," Jenny bicara sambil senyum-senyum. "Mirip Jojon," sambung Jenny. Kami tertawa terbahak-bahak. Kanya keluar dari kamar, cantik sekali dengan dandanan tipis. Makin terpesona melihatnya. Aku dan Kanya segera berangkat ke kantor. Di perjalanan seorang pengemudi motor memberi aba-aba bahwa knalpotku keluar api. Aku sama sekali tidak menggubris. Kanya takut jika mobil benar-benar terbakar. Kutenangkan Kanya, kuceritakan bahwa itu akal bulus penjahat. Kanya semakin panik karena sudah tiga pengemudi motor yang berbeda memberitahu dan menunjuk ke arah knalpot.
Jakarta, 2 Juni 2018.
#pentigrafSF
#semburatmerahjingga
Minggu, 03 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (86)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (86)
*Khayal dan Tangis
Oleh: merry srifatmadewi
"Kamu diajak ngomong dari tadi bengong saja!" bentak Kanya. Astaga, mengapa jadi aku berkhayal panjang lebar begini? Kemarahan Kanya semakin menjadi-jadi. Diambilnya bantal berbentuk hati di kursi belakang mobil dan digebuk-gebukkannya ke tubuhku. Aku menyadari aku bersalah dan minta Kanya menghentikannya. Akhirnya setelah lelah, Kanya menghentikannya dan menangis. Aku teringat nasihat Edward untuk sabar menghadapi Kanya. Terlebih setelah Kanya merasa dipojokkan olehku untuk konsultasi ke psikolog. Aku memilih berterus terang pada Kanya bahwa memang ada pertemuan dengan Jenny bercerita bahwa Kanya dulu sudah pernah dibawa ke psikolog oleh Jo.
"Lain kali tidak usah berbohong bilang mau ketemu dengan klien. Begitupun dengan Jenny tidak perlu sembunyi-sembunyi bila mau ketemuan," Kanya melampiaskan amarahnya. Sekali lagi aku minta maaf dan berjanji tidak akan mengulang kebohongan lagi. Aku memahami kekecewaan Kanya yang merasa dibohongi. "Maafkan aku," kukeluarkan kelingkingku dan kukaitkan kelingkingnya dengan kelingkingku. Kanya sudah bisa tersenyum lagi. Kuantar Kanya hingga depan rumah. Kupeluk dirinya sebelum berpisah. Kanya melambaikan tangan ke arahku yang akan melanjutkan perjalanan pulang.
Jenny keluar membuka pintu mendengar suara mobilku. " Lho kok kalian tidak masuk dulu ke dalam rumah malah Don langsung pulang?" Kanya menyambut pertanyaan Jenny dengan muka masam kecut. Perasaan Jenny tidak enak, merasa bersalah pasti ada sesuatu yang membuat muka Kanya masam. Daripada nanti terpikirkan yang tidak-tidak, Jenny masuk ke dalam kamar dan bercerita tanpa diminta oleh Kanya. Sebenarnya Kanya hanya berpura-pura bermuka masam untuk memancing Jenny. Jenny melakukan itu karena cintanya pada Kanya. Apapun akan dilakukan Jenny untuk melindungi adik yang sangat disayanginya. Kanya memeluk erat Jenny. Tangisan haru memecah di keheningan malam.
Jakarta, 2 Juni 2018.
#pentigrafSF
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (86)
*Khayal dan Tangis
Oleh: merry srifatmadewi
"Kamu diajak ngomong dari tadi bengong saja!" bentak Kanya. Astaga, mengapa jadi aku berkhayal panjang lebar begini? Kemarahan Kanya semakin menjadi-jadi. Diambilnya bantal berbentuk hati di kursi belakang mobil dan digebuk-gebukkannya ke tubuhku. Aku menyadari aku bersalah dan minta Kanya menghentikannya. Akhirnya setelah lelah, Kanya menghentikannya dan menangis. Aku teringat nasihat Edward untuk sabar menghadapi Kanya. Terlebih setelah Kanya merasa dipojokkan olehku untuk konsultasi ke psikolog. Aku memilih berterus terang pada Kanya bahwa memang ada pertemuan dengan Jenny bercerita bahwa Kanya dulu sudah pernah dibawa ke psikolog oleh Jo.
"Lain kali tidak usah berbohong bilang mau ketemu dengan klien. Begitupun dengan Jenny tidak perlu sembunyi-sembunyi bila mau ketemuan," Kanya melampiaskan amarahnya. Sekali lagi aku minta maaf dan berjanji tidak akan mengulang kebohongan lagi. Aku memahami kekecewaan Kanya yang merasa dibohongi. "Maafkan aku," kukeluarkan kelingkingku dan kukaitkan kelingkingnya dengan kelingkingku. Kanya sudah bisa tersenyum lagi. Kuantar Kanya hingga depan rumah. Kupeluk dirinya sebelum berpisah. Kanya melambaikan tangan ke arahku yang akan melanjutkan perjalanan pulang.
Jenny keluar membuka pintu mendengar suara mobilku. " Lho kok kalian tidak masuk dulu ke dalam rumah malah Don langsung pulang?" Kanya menyambut pertanyaan Jenny dengan muka masam kecut. Perasaan Jenny tidak enak, merasa bersalah pasti ada sesuatu yang membuat muka Kanya masam. Daripada nanti terpikirkan yang tidak-tidak, Jenny masuk ke dalam kamar dan bercerita tanpa diminta oleh Kanya. Sebenarnya Kanya hanya berpura-pura bermuka masam untuk memancing Jenny. Jenny melakukan itu karena cintanya pada Kanya. Apapun akan dilakukan Jenny untuk melindungi adik yang sangat disayanginya. Kanya memeluk erat Jenny. Tangisan haru memecah di keheningan malam.
Jakarta, 2 Juni 2018.
#pentigrafSF
#semburatmerahjingga
Sabtu, 02 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (85)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (85)
*Sirnanya Kebimbangan
Oleh Albertha Tirta
Dari penuturan Jenny dan dr Edward memantapkan langkahku untuk meneruskan hubungan dengan Kanya lebih lanjut. Kubuat jadwal rutin setiap minggu mengunjungi Kanya agar aku semakin dalam mengenalnya. Aku berharap dalam mengarungi bahtera rumah tangga nanti sudah tidak menemui badai yang menghadang. Kalaupun ada, kami sudah siap mengarungi bersama. Kami sudah menjadi pasangan yang tangguh, bisa saling mengisi kekurangan masing-masing. Dan ini yang kusampaikan pada Jenny sekaligus minta dukungan padanya. Aku jujur menceritakan maksud dan tujuanku menemui Jenny sehingga kami menjadi lega.
Jadwal mendampingi Joana juga sudah kubuat rutin setiap minggunya. Perkembangan kejiwaannya mengalami kemajuan yang pesat. Ingatan akan kenangan manis bersamanya mulai bermunculan. Ia mengajakku menelusuri tempat-tempat yang pernah kami kunjungi bersama. Tawa lepas selalu mewarnai disetiap sudut yang pernah kami kunjungi, yang terkadang kami membuat suatu kekonyolan bersama. Rona merah di wajah Joana selalu memburat bila moment indah kembali kami lalui bersama. Tanpa sengaja kugenggam tangannya saat meniti tangga yang licin. Kami sama-sama terkejut dan cepat-cepat melepaskan pegangan tangan.
Malam hari, aku sulit memejamkan mata. Ingatanku mengenyam indahnya bersama Joana menari-nari di pelupuk mata. Bayangan Kanya dan Joana bergantian muncul. Kanya yang ayu manis lembut, sangat menenteramkan hati bila ada di sisinya. Aku selalu terpacu untuk melindunginya. Tentu akan menjadi ibu yang baik bagi anak-anakku kelak. Aku bisa menjadi pria sejati. Joana gadis yang cantik mempesona. Binar matanya memancarkan kecerdasan dan kegembiraan setiap saat. Aku merasa ada sesuatu yang mendorongku untuk bisa meniti karier bersamanya. Ia wanita yang tangguh dalam mengarungi kehidupan. Aku tak resah lagi dengan keduanya karena bagiku Kanya adalah segalanya.
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (85)
*Sirnanya Kebimbangan
Oleh Albertha Tirta
Dari penuturan Jenny dan dr Edward memantapkan langkahku untuk meneruskan hubungan dengan Kanya lebih lanjut. Kubuat jadwal rutin setiap minggu mengunjungi Kanya agar aku semakin dalam mengenalnya. Aku berharap dalam mengarungi bahtera rumah tangga nanti sudah tidak menemui badai yang menghadang. Kalaupun ada, kami sudah siap mengarungi bersama. Kami sudah menjadi pasangan yang tangguh, bisa saling mengisi kekurangan masing-masing. Dan ini yang kusampaikan pada Jenny sekaligus minta dukungan padanya. Aku jujur menceritakan maksud dan tujuanku menemui Jenny sehingga kami menjadi lega.
Jadwal mendampingi Joana juga sudah kubuat rutin setiap minggunya. Perkembangan kejiwaannya mengalami kemajuan yang pesat. Ingatan akan kenangan manis bersamanya mulai bermunculan. Ia mengajakku menelusuri tempat-tempat yang pernah kami kunjungi bersama. Tawa lepas selalu mewarnai disetiap sudut yang pernah kami kunjungi, yang terkadang kami membuat suatu kekonyolan bersama. Rona merah di wajah Joana selalu memburat bila moment indah kembali kami lalui bersama. Tanpa sengaja kugenggam tangannya saat meniti tangga yang licin. Kami sama-sama terkejut dan cepat-cepat melepaskan pegangan tangan.
Malam hari, aku sulit memejamkan mata. Ingatanku mengenyam indahnya bersama Joana menari-nari di pelupuk mata. Bayangan Kanya dan Joana bergantian muncul. Kanya yang ayu manis lembut, sangat menenteramkan hati bila ada di sisinya. Aku selalu terpacu untuk melindunginya. Tentu akan menjadi ibu yang baik bagi anak-anakku kelak. Aku bisa menjadi pria sejati. Joana gadis yang cantik mempesona. Binar matanya memancarkan kecerdasan dan kegembiraan setiap saat. Aku merasa ada sesuatu yang mendorongku untuk bisa meniti karier bersamanya. Ia wanita yang tangguh dalam mengarungi kehidupan. Aku tak resah lagi dengan keduanya karena bagiku Kanya adalah segalanya.
#semburatmerahjingga
Jumat, 01 Juni 2018
SEMBURAT MERAH JINGGA (84)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (84)
*Ooh Aku Ketahuan
Oleh: Merry Srifatmadewi
Kanya merasa ada sesuatu yang janggal dalam hatinya. Sangat sensitif perasaannya. Penasaran dengan keberadaanku, Kanya menelepon teman sekantorku. Ternyata menurut temannya, aku tidak ada di ruangan kantor. Keluar dari sebelum jam 9 pagi dan belum kembali. Dan tidak ada jadwal menemui klien di luar kantor, semua yang berhubungan dengan urusan kantor semua diselesaikan di kantor. Kanya menebak-nebak dimanakah aku berada.
Sebelum berangkat dari rumah, Kanya sempat mengintip sedikit ke pintu kamar yang terbuka, melihat depan cermin lemari ada tergantung sebuah pakaian dan sepasang sepatu untuk bepergian. Ketika ditanyakan ke Jenny jawabannya agak gelagapan sebentar. Mungkin terkejut melihat Kanya belum pergi padahal sudah bilang pamit berangkat. Ini dikarenakan Kanya kebelet pipis kebanyakan minum. Berhubung sudah mau berangkat ke kantor dan menurut Jenny hanya mengangin-anginkan pakaian yang sudah lama tidak terpakai. Kanya tidak mau mempersoalkan lagi dan pergi ke kantor.
Tidak hanya aku yang dicari oleh Kanya, tetapi Kanyapun mengirimkan pesan untuk Jenny dan tidak dibalas-balas. Tidak mungkin Jenny tidak tanggap bila Kanya menghubunginya. Sengaja memang tidak ditelepon, bila pesan langsung dibalas berarti Jenny memang di rumah. Rasa penasaran ini ingin dituntaskan Kanya. Sore hari aku menjemput Kanya. Di dalam mobil "Mas, tadi bertemu dengan klien siapa dan di mana bertemunya?" tanya Kanya menyelidik. Sungguh terkejut pertanyaannya tidak disangka-sangka. Bagaimana aku harus menjawabnya? Buah simalakama makan tidak makan salah satu mati. Kunyalakan compact disc dan baru saja mau mengalun lagunya, Kanya langsung mematikannya. "Kau mengalihkan pembicaraan!" Aduh sejak kapan Kanya panggil aku dengan kata 'kau' ? Kata yang terdengar asing dan kasar di telingaku bila diucapkan Kanya. Mengapa kini sikap Kanya berubah?
Jakarta, 30 Mei 2018.
#pentigrafSF
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (84)
*Ooh Aku Ketahuan
Oleh: Merry Srifatmadewi
Kanya merasa ada sesuatu yang janggal dalam hatinya. Sangat sensitif perasaannya. Penasaran dengan keberadaanku, Kanya menelepon teman sekantorku. Ternyata menurut temannya, aku tidak ada di ruangan kantor. Keluar dari sebelum jam 9 pagi dan belum kembali. Dan tidak ada jadwal menemui klien di luar kantor, semua yang berhubungan dengan urusan kantor semua diselesaikan di kantor. Kanya menebak-nebak dimanakah aku berada.
Sebelum berangkat dari rumah, Kanya sempat mengintip sedikit ke pintu kamar yang terbuka, melihat depan cermin lemari ada tergantung sebuah pakaian dan sepasang sepatu untuk bepergian. Ketika ditanyakan ke Jenny jawabannya agak gelagapan sebentar. Mungkin terkejut melihat Kanya belum pergi padahal sudah bilang pamit berangkat. Ini dikarenakan Kanya kebelet pipis kebanyakan minum. Berhubung sudah mau berangkat ke kantor dan menurut Jenny hanya mengangin-anginkan pakaian yang sudah lama tidak terpakai. Kanya tidak mau mempersoalkan lagi dan pergi ke kantor.
Tidak hanya aku yang dicari oleh Kanya, tetapi Kanyapun mengirimkan pesan untuk Jenny dan tidak dibalas-balas. Tidak mungkin Jenny tidak tanggap bila Kanya menghubunginya. Sengaja memang tidak ditelepon, bila pesan langsung dibalas berarti Jenny memang di rumah. Rasa penasaran ini ingin dituntaskan Kanya. Sore hari aku menjemput Kanya. Di dalam mobil "Mas, tadi bertemu dengan klien siapa dan di mana bertemunya?" tanya Kanya menyelidik. Sungguh terkejut pertanyaannya tidak disangka-sangka. Bagaimana aku harus menjawabnya? Buah simalakama makan tidak makan salah satu mati. Kunyalakan compact disc dan baru saja mau mengalun lagunya, Kanya langsung mematikannya. "Kau mengalihkan pembicaraan!" Aduh sejak kapan Kanya panggil aku dengan kata 'kau' ? Kata yang terdengar asing dan kasar di telingaku bila diucapkan Kanya. Mengapa kini sikap Kanya berubah?
Jakarta, 30 Mei 2018.
#pentigrafSF
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (83)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (83)
*Pengorbanan Jenny
Oleh Siu Hong-Irene Tan
Telpon dari Kanya. Dia mengajak makan siang bersama. Terpaksa kujawab ada janji dengan client. Kemudian aku dan Jenny meneruskan perbincangan yang sejenak terputus. Soal niatan membawa Kanya ke psikolog sudah kutegaskan kepada Jenny, tidak akan pernah kuutarakan lagi. Penjelasan Jenny yang panjang lebar membuat semua persoalan semakin jelas dan melegakan hatiku. Tetiba terlintas di benakku, jalan menuju jenjang pernikahan dengan Kanya terasa semakin lancar. Aku menjadi sangat bersemangat.
Hari ini Jenny menjadi begitu terbuka, dengan suka rela mengungkapkan alasannya membatalkan pernikahan. Kasus pemerkosaan yang dialami Kanya menjadi sebab utama. Kanya menyembunyikan semua masalah yang dialaminya kepada Jenny. Dengan tujuan tidak ingin membebani Jenny dengan berbagai persoalan menjelang hari pernikahannya. Bik Minah, pembantu tua mereka yang sudah seperti keluarga sendiri bagi Jenny dan Kanya, pada satu kesempatan bercerita kepada Jenny. Bik Minah sangat khawatir dengan kondisi Kanya saat itu, yang menjadi pendiam dan sangat sering menangis sendiri di dalam kamar.
Aku memandang Jenny. Wajah yang ayu dengan garis-garis tegas, seorang kakak sekaligus ibu bagi Kanya. Sungguh sosok yang sangat bertanggung jawab dan protektif. Jenny dengan sadar membatalkan pernikahan, demi seorang adik yang sangat dikasihinya. Rela meninggalkan Norbert yang telah bersusah payah menaklukkan hatinya. Keputusan Jenny tak tergoyahkan untuk pulang. Janjinya kepada Norbert, akan segera kembali begitu Kanya pulih. Namun janji tinggal janji. Bertahun-tahun tak bisa ditepatinya. Satu harapan pernah singgah, ketika melihat Kanya berbahagia membina hubungan dengan Jo. Tapi pada akhirnya harus kandas karena ulah Joana. Janji yang tidak pasti kapan bisa ditepatinya, memaksa Jenny untuk rela membebaskan Norbert dari keterikatan. Sekarang aku baru mengerti, penyebab wajah Jenny yang tampak sangat bahagia ketika mendapat tawaran 'liburan pelangkah'. Cintanya kepada Norbert tak berubah. Aku sangat bersimpati kepada Jenny. Ada hal yang aku khawatirkan,"Setelah sekian lama berlalu, apakah Norbert masih tetap mencintai dan setia menantikan Jenny?"
Bagaimanapun juga, aku tak ingin Jenny kecewa. Setelah semua pengorbanannya yang begitu besar untuk Kanya. Kini sudah selayaknya bila kami yang berganti memikirkan kebahagiaannya.
Bogor, 27 Mei 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (83)
*Pengorbanan Jenny
Oleh Siu Hong-Irene Tan
Telpon dari Kanya. Dia mengajak makan siang bersama. Terpaksa kujawab ada janji dengan client. Kemudian aku dan Jenny meneruskan perbincangan yang sejenak terputus. Soal niatan membawa Kanya ke psikolog sudah kutegaskan kepada Jenny, tidak akan pernah kuutarakan lagi. Penjelasan Jenny yang panjang lebar membuat semua persoalan semakin jelas dan melegakan hatiku. Tetiba terlintas di benakku, jalan menuju jenjang pernikahan dengan Kanya terasa semakin lancar. Aku menjadi sangat bersemangat.
Hari ini Jenny menjadi begitu terbuka, dengan suka rela mengungkapkan alasannya membatalkan pernikahan. Kasus pemerkosaan yang dialami Kanya menjadi sebab utama. Kanya menyembunyikan semua masalah yang dialaminya kepada Jenny. Dengan tujuan tidak ingin membebani Jenny dengan berbagai persoalan menjelang hari pernikahannya. Bik Minah, pembantu tua mereka yang sudah seperti keluarga sendiri bagi Jenny dan Kanya, pada satu kesempatan bercerita kepada Jenny. Bik Minah sangat khawatir dengan kondisi Kanya saat itu, yang menjadi pendiam dan sangat sering menangis sendiri di dalam kamar.
Aku memandang Jenny. Wajah yang ayu dengan garis-garis tegas, seorang kakak sekaligus ibu bagi Kanya. Sungguh sosok yang sangat bertanggung jawab dan protektif. Jenny dengan sadar membatalkan pernikahan, demi seorang adik yang sangat dikasihinya. Rela meninggalkan Norbert yang telah bersusah payah menaklukkan hatinya. Keputusan Jenny tak tergoyahkan untuk pulang. Janjinya kepada Norbert, akan segera kembali begitu Kanya pulih. Namun janji tinggal janji. Bertahun-tahun tak bisa ditepatinya. Satu harapan pernah singgah, ketika melihat Kanya berbahagia membina hubungan dengan Jo. Tapi pada akhirnya harus kandas karena ulah Joana. Janji yang tidak pasti kapan bisa ditepatinya, memaksa Jenny untuk rela membebaskan Norbert dari keterikatan. Sekarang aku baru mengerti, penyebab wajah Jenny yang tampak sangat bahagia ketika mendapat tawaran 'liburan pelangkah'. Cintanya kepada Norbert tak berubah. Aku sangat bersimpati kepada Jenny. Ada hal yang aku khawatirkan,"Setelah sekian lama berlalu, apakah Norbert masih tetap mencintai dan setia menantikan Jenny?"
Bagaimanapun juga, aku tak ingin Jenny kecewa. Setelah semua pengorbanannya yang begitu besar untuk Kanya. Kini sudah selayaknya bila kami yang berganti memikirkan kebahagiaannya.
Bogor, 27 Mei 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (82)
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (82)
*Pertemuan dengan Jenny
Oleh : Irene Tan
Pagi ini aku menerima pesan singkat dari Jenny. Mengajakku untuk makan siang bersama dan berpesan untuk merahasiakan pertemuan ini dari Kanya. Melihat jadwalku hari ini cukup kosong. Kuusulkan kepada Jenny untuk bertemu pukul sembilan, aku sudah sangat penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh Jenny. Semoga bukan masalah pelik lagi. Kuhela nafas dalam-dalam.
Bangunan kolonial dengan cat serba putih tampak berdiri dengan anggun dan penuh kharisma. Kubelokkan mobil perlahan-lahan memasuki halaman 'Indonesian Speciality Coffee'. Suasananya sangat tenang dan nyaman, cocok untuk berbincang-bincang. Kugeser daun pintu yang berat dan kokoh di depanku, terdengar derit pendek. Jenny sudah menunggu, duduk membelakangi kolam ikan. Tangannya melambai ke arahku. "Duduklah Don, ada hal penting yang ingin kusampaikan. Pesan dulu sarapanmu," Jenny mengangsurkan buku menu. Sebenarnya perutku tiba-tiba terasa kenyang sejak menerima pesan pagi tadi. Perasaan was-was menerbangkan selera makanku. Namun suara Jenny yang terdengar tegas dan tak bisa dibantah, membuat aku segan. Kupilih menu yang paling ringan, setangkup sandwich dan secangkir kopi Bajawa tanpa gula.
Perbincangan dimulai. Untuk mengurangi rasa tegang, sesekali kuseruput kopi hitamku. Aku mendengar dengan seksama. Jenny menceritakan lebih detail tentang Kanya setelah kasus pemerkosaan itu. Ternyata Jo telah membawa Kanya melakukan serangkaian terapi untuk menghilangkan trauma yang membelenggunya. Menurut Jenny, cinta yang tulus, perhatian yang besar serta rasa penyesalan Jo yang sangat mendalam, telah menggerakkan hatinya. Berupaya keras dengan segala cara, agar Kanya benar-benar bisa sembuh dari rasa trauma dan rela memaafkan kekhilafannya. Keuletan dan kesabaran Jo menyentuh rasa empati Kanya. Setelah melalui proses yang cukup panjang, pada akhirnya malah membuat Kanya benar-benar jatuh cinta kepada Jo. Mereka menjadi pasangan yang sangat berbahagia. Kemudian Joana datang, mengacaukan hubungan mereka dan merenggut semua suka cita. Jenny menghela nafas panjang, kemudian memandang dalam-dalam ke arah mataku, "Don, kuceritakan ini semua agar supaya kamu tak lagi meminta Kanya menjalani terapi. Permintaanmu itu seperti mengorek luka lama di hatinya. Luka yang sebenarnya telah mengering. Untuk apa membuatnya kembali berdarah-darah?" Aku terdiam, membenarkan pernyataan Jenny. Penjelasannya sungguh melegakan hatiku. Gawaiku berdering nyaring, telpon dari Kanya. Hhhhhhhhh .....
Bogor, 26 Mei 2018
#semburatmerahjingga
SEMBURAT MERAH JINGGA (82)
*Pertemuan dengan Jenny
Oleh : Irene Tan
Pagi ini aku menerima pesan singkat dari Jenny. Mengajakku untuk makan siang bersama dan berpesan untuk merahasiakan pertemuan ini dari Kanya. Melihat jadwalku hari ini cukup kosong. Kuusulkan kepada Jenny untuk bertemu pukul sembilan, aku sudah sangat penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh Jenny. Semoga bukan masalah pelik lagi. Kuhela nafas dalam-dalam.
Bangunan kolonial dengan cat serba putih tampak berdiri dengan anggun dan penuh kharisma. Kubelokkan mobil perlahan-lahan memasuki halaman 'Indonesian Speciality Coffee'. Suasananya sangat tenang dan nyaman, cocok untuk berbincang-bincang. Kugeser daun pintu yang berat dan kokoh di depanku, terdengar derit pendek. Jenny sudah menunggu, duduk membelakangi kolam ikan. Tangannya melambai ke arahku. "Duduklah Don, ada hal penting yang ingin kusampaikan. Pesan dulu sarapanmu," Jenny mengangsurkan buku menu. Sebenarnya perutku tiba-tiba terasa kenyang sejak menerima pesan pagi tadi. Perasaan was-was menerbangkan selera makanku. Namun suara Jenny yang terdengar tegas dan tak bisa dibantah, membuat aku segan. Kupilih menu yang paling ringan, setangkup sandwich dan secangkir kopi Bajawa tanpa gula.
Perbincangan dimulai. Untuk mengurangi rasa tegang, sesekali kuseruput kopi hitamku. Aku mendengar dengan seksama. Jenny menceritakan lebih detail tentang Kanya setelah kasus pemerkosaan itu. Ternyata Jo telah membawa Kanya melakukan serangkaian terapi untuk menghilangkan trauma yang membelenggunya. Menurut Jenny, cinta yang tulus, perhatian yang besar serta rasa penyesalan Jo yang sangat mendalam, telah menggerakkan hatinya. Berupaya keras dengan segala cara, agar Kanya benar-benar bisa sembuh dari rasa trauma dan rela memaafkan kekhilafannya. Keuletan dan kesabaran Jo menyentuh rasa empati Kanya. Setelah melalui proses yang cukup panjang, pada akhirnya malah membuat Kanya benar-benar jatuh cinta kepada Jo. Mereka menjadi pasangan yang sangat berbahagia. Kemudian Joana datang, mengacaukan hubungan mereka dan merenggut semua suka cita. Jenny menghela nafas panjang, kemudian memandang dalam-dalam ke arah mataku, "Don, kuceritakan ini semua agar supaya kamu tak lagi meminta Kanya menjalani terapi. Permintaanmu itu seperti mengorek luka lama di hatinya. Luka yang sebenarnya telah mengering. Untuk apa membuatnya kembali berdarah-darah?" Aku terdiam, membenarkan pernyataan Jenny. Penjelasannya sungguh melegakan hatiku. Gawaiku berdering nyaring, telpon dari Kanya. Hhhhhhhhh .....
Bogor, 26 Mei 2018
#semburatmerahjingga
Langganan:
Postingan (Atom)