Jumat, 01 Juni 2018

SEMBURAT MERAH JINGGA (82)

#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (82)
*Pertemuan dengan Jenny
Oleh : Irene Tan

Pagi ini aku menerima pesan singkat dari Jenny. Mengajakku untuk makan siang bersama dan berpesan untuk merahasiakan pertemuan ini dari Kanya. Melihat jadwalku hari ini cukup kosong. Kuusulkan kepada Jenny untuk bertemu pukul sembilan, aku sudah sangat penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh Jenny. Semoga bukan masalah pelik lagi. Kuhela nafas dalam-dalam.

Bangunan kolonial dengan cat serba putih tampak berdiri dengan anggun dan penuh kharisma. Kubelokkan mobil perlahan-lahan memasuki halaman 'Indonesian Speciality Coffee'. Suasananya sangat tenang dan nyaman, cocok untuk berbincang-bincang. Kugeser daun pintu yang berat dan kokoh di depanku, terdengar derit pendek. Jenny sudah menunggu, duduk membelakangi kolam ikan. Tangannya melambai ke arahku. "Duduklah Don, ada hal penting yang ingin kusampaikan. Pesan dulu sarapanmu," Jenny mengangsurkan buku menu. Sebenarnya perutku tiba-tiba terasa kenyang sejak menerima pesan pagi tadi. Perasaan was-was menerbangkan selera makanku. Namun suara Jenny yang terdengar tegas dan tak bisa dibantah, membuat aku segan. Kupilih menu yang paling ringan, setangkup sandwich dan secangkir kopi Bajawa tanpa gula.

Perbincangan dimulai. Untuk mengurangi rasa tegang, sesekali kuseruput kopi hitamku. Aku mendengar dengan seksama. Jenny menceritakan lebih detail tentang Kanya setelah kasus pemerkosaan itu. Ternyata Jo telah membawa Kanya melakukan serangkaian terapi untuk menghilangkan trauma yang membelenggunya. Menurut Jenny, cinta yang tulus, perhatian yang besar serta rasa penyesalan Jo yang sangat mendalam, telah menggerakkan hatinya. Berupaya keras dengan segala cara, agar Kanya benar-benar bisa sembuh dari rasa trauma dan rela memaafkan kekhilafannya. Keuletan dan kesabaran Jo menyentuh rasa empati Kanya. Setelah melalui proses yang cukup panjang, pada akhirnya malah membuat Kanya benar-benar jatuh cinta kepada Jo. Mereka menjadi pasangan yang sangat berbahagia. Kemudian Joana datang, mengacaukan hubungan mereka dan merenggut semua suka cita. Jenny menghela nafas panjang, kemudian memandang dalam-dalam ke arah mataku, "Don, kuceritakan ini semua agar supaya kamu tak lagi meminta Kanya menjalani terapi. Permintaanmu itu seperti mengorek luka lama di hatinya. Luka yang sebenarnya telah mengering. Untuk apa membuatnya kembali berdarah-darah?" Aku terdiam, membenarkan pernyataan Jenny. Penjelasannya sungguh melegakan hatiku. Gawaiku berdering nyaring, telpon dari Kanya. Hhhhhhhhh .....

Bogor, 26 Mei 2018

#semburatmerahjingga

Tidak ada komentar: