Kamis, 21 Juni 2018

SEMBURAT MERAH JINGGA (98)

#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (98)
*Dalam Masa Pingitan
Oleh Siu Hong-Irene Tan

Seminggu menjelang hari H sebenarnya aku dan Kanya sudah harus menjalani masa 'pingitan'. Aku merasa terlalu lama untuk waktu satu minggu, mana tahan tidak bertemu Kanya selama itu. Akhirnya kutawar lama masa pingitan kepada keluarga. Bapak dan ibu memaklumi kesibukan selama persiapan pernikahan, jadi masa pingitan ditetapkan cukup tiga hari saja. Selama masa pingitan ini terpaksa 'Duo Jo' menjadi perantara antara aku dan Kanya.

Hari ini aku minta tolong kepada Jo untuk datang ke rumah. Sarung tangan yang sudah dibeli beberapa hari lalu tertinggal di rumah Kanya. Aku baru selesai mandi, ketika ibu mengetuk pintu dan memberi tahu bahwa Jo sudah lama menunggu. Dengan berbaju santai aku beranjak ke ruang keluarga, aku tak melihat Jo ada di sana. Mungkin di teras belakang, Jo memang paling suka duduk di sana sambil menikmati keasrian taman. Bunga-bunga anggrek yang dirawat dengan telaten oleh tangan terampil ibu memang dapat dibanggakan. Dari dalam rumah aku melihat Jo dan Joana duduk santai. Langkahku terhenti di belakang pintu ketika mendengar pembicaraan serius di antara mereka.

Joana menanyakan rencana Jo selanjutnya, setelah acara pesta pernikahanku selesai. Tampak Jo menghela napas panjang dan dalam. Dipandangnya Joana, tatapan matanya masih tidak bisa menyembunyikan rasa pedih yang dalam. Membayangkan bilamana aku berada pada posisinya, sungguh menyakitkan sekali. Jo mulai bicara, kupasang telinga lebar-lebar. Kudengar dia akan pergi untuk waktu yang belum bisa ditentukan lamanya. Keinginannya untuk menenangkan hati, merenungkan apa yang sudah terjadi dan berusaha untuk memperbaiki diri tampaknya sudah diputuskannya dan tidak bisa dicegah. Raut wajah Joana tampak tertunduk sedih. "Joana, aku mengerti perasaanmu. Dan tentang perasaanku, saat ini aku belum bisa menjawab apa-apa. Aku benar-benar ingin menenangkan pikiran dan memantapkan hati. Jangan menunggu, aku tak ingin mengecewakanmu. Sungguh aku akan sangat berbahagia bilamana kamu mendapatkan pria yang jauh lebih baik dariku. Buang rasa bersalahmu. Jangan mencintaiku hanya karena rasa bersalah semata. Aku akan menata hidupku dengan benar," Jo menggenggam erat jemarinya. Joana terdiam, hanya air matanya yang terus mengalir deras membasahi tulang pipi yang tinggi itu. Sebaiknya aku memberi mereka waktu untuk menyelesaikan persoalan. Kujinjitkan kaki dan melangkah mundur dengan perlahan. Saat kubalikkan badan, bruuuuuk... kutabrak ibu yang sedang membawa nampan berisi kue dan teh. Untungnya hanya teh saja yang tertumpah. Segera kutarik ibu menuju dapur tanpa perduli ekspresi ibu yang bingung dan bertanya-tanya.

Bogor, 14 Juni 2018

Tidak ada komentar: