Rabu, 30 Mei 2018

SEMBURAT MERAH JINGGA (81)

#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (81)
*Mimpi-mimpi Joana
Oleh Jenny Seputro

Jakarta macet seperti biasa. AC mobil menderu-deru bersaing dengan panasnya udara di luar. Joana duduk di sampingku sambil sesekali menghela napas berat. Sejak kujemput dari rumah bude Mirna¸ dia banyak diam. Kami sama-sama larut dalam pikiran masing-masing. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Dulu saat awal kami masih bersama, aku sering menggenggam tangannya saat sedang macet begini. Lama kelamaan Joana lebih senang main di gawainya daripada pegang-pegangan tangan denganku. Setelah lebih dari setengah jam, akhirnya kami sampai di depot sate kambing langgananku. "Wah, bagaimana kau tahu aku paling suka sate kambing Don?" tanya Joana dengan senyum merekah. Setelah itu dia tersipu menyadari ketololan pertanyaannya. Kukatakan padanya kalau dulu kami sering sekali makan berdua di sini. Sampai suatu hari Joana merasa tempat ini tidak level dengan dirinya dan memilih pergi ke restoran-restoran berkelas.

Sambil makan, Joana menceritakan mimpi-mimpi yang sering dialaminya akhir-akhir ini. Kurasa memang ingatannya sudah mengalami kemajuan. Beberapa dari ceritanya kutahu adalah kisah masa lalunya. Kuceritakan banyak hal yang kutahu tentang dirinya, tentang diriku, dan tentang kami. Walau aku tak lagi menyimpan perasaan khusus untuk Joana, bernostalgia seperti ini sedikit banyak mengguncang perasaanku. Apalagi saat kuceritakan padanya bagaimana dia meninggalkanku demi Jo, karena Jo punya segalanya lebih daripadaku. Joana menatapku seolah aku sedang menceritakan sebuah kisah horor, tak percaya dirinya mampu melakukan hal seperti itu. Setelah selesai makan, kuajak dia pergi ke sebuah taman. Itu juga tempat yang sering kami kunjungi di awal-awal kami berpacaran.

Kami duduk di salah satu kursi di tengah taman, seperti dulu. Hanya bedanya sekarang Joana tidak menyandarkan kepalanya di bahuku, dan lenganku juga tidak melingkar di pinggangnya. Setelah mendengar semua ceritaku, Joana menatapku sedih. Dengan suara bergetar, dia bilang betapa beruntungnya orang yang menjadi kekasihku, dan betapa bodoh dirinya telah meninggalkanku, apapun alasannya. "Tak ada gunanya aku menyesal sekarang ya Don," katanya pelan, "tapi aku rela kau bersama Kanya, asal kau bahagia." Aku tahu Joana bersungguh-sungguh. Aku melihat ketulusan dalam matanya yang berkaca-kaca. Kupeluk dirinya dalam haru, dan untuk pertama kalinya sejak kehadiran Jo, aku berdamai dengannya.

Perth, 29 Mei 2018

Tidak ada komentar: