Selasa, 15 Mei 2018

SEMBURAT MERAH JINGGA (66)


#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (66)
*Badai
Oleh: Merry Srifatmadewi


Kutunggu jawaban ibu. "Mengapa tidak, Don?" tanya ibu balik. Aku sempat terperangah tidak percaya akan kata yang ibu bicarakan baru saja. Apakah aku tidak salah dengar? Kuulangi lagi pertanyaannya dan ibu menjawab yang sama. Kuguncangkan bahu ibu untuk meyakinkan diriku dan kutatap matanya. Air mata ibu mengalir, ibu menangis terharu dan memelukku. Entah ibu sebenarnya menangis karena apa. Kasihan karena aku sudah waktunya menikah setelah cukup lama pacaran, kasihan karena kemungkinan aku tidak bisa punya keturunan, kasihan memikirkan aku tidak jadi menikah dengan Joana? Ah, apalah itu alasannya yang penting aku sudah mengantongi restu ibu.

Bude Mirna yang dihubungi ibu agak kecewa dengan keputusan yang dirasa cukup mendadak dan merasa kurang adil karena tidak menunggu kesembuhan amnesianya Joana. Bude Mirna minta waktunya diundur saja. Ibu menjelaskan bahwa aku ingin bertunangan dulu dan tidak langsung menikah. Hati Bude Mirna agak tenang dan berharap dalam hati agar cukup waktu Joana sadar kembali. Dan Bude Mirna ada beritahu ibu untuk menginformasikan kepadaku bahwa dia ingin membantu persiapan demi kelancaran acara pertunangan. Ibu berjanji akan memberitahukanku karena ibu tidak berani beritahu secara langsung apakah aku akan menerima uluran tangan Bude Mirna karena orangtuanya sendiri tidak diizinkan repot-repot untuk membantu. Beberapa hari kedepan Bude Mirna dan Joana akan datang ke rumah, alasannya kangen sudah lama tidak datang berkunjung.

Aku dan Kanya pergi beribadah bersama-sama ikut misa pertama di gereja dan hendak menemui romo yang kami pilih untuk memberkati pernikahan kami nantinya. Ayah dan ibu pergi kebaktian agak siang. Rencana kami selanjutnya dari gereja, kami mau melihat pakaian pengantin dan coba mencicip makanan di pameran wedding. Ketika misa hampir selesai, sebuah motor nyelonong masuk ke pintu utama gereja yang terbuka dan terjadilah ledakan bom pas di tengah ruang kebaktian yang masih berlangsung. Suara ledakan sangat keras dan memekakkan telinga. Suasana kacau-balau. Suara jerit tangisan meledak. Korban berjatuhan. Porak-poranda. Dua pengemudi motor langsung meninggal dengan bom bunuh diri. Umat yang panik berlari menyelamatkan diri dengan secepatnya keluar dari gereja untuk menghindari ledakan bom selanjutnya. Kanya yang mendengar suara ledakan dari toilet segera mencari-cari aku untuk memastikan keselamatan diriku yang tadinya masih berada di ruang kebaktian. Banyak umat yang menjadi korban, aku membantu sebisanya menolong korban. Aku tidak ingat akan Kanya, yang penting saat itu menyelamatkan korban. Kanya mencari diriku di antara korban yang tergeletak. Tak jua ditemukannya diriku. Gawainya tak bisa menghubungiku.

Jakarta, 13 Mei 2018.
#pentigrafSF

Ikuti Semburat Merah Jingga selanjutnya esok hari...

Catatan:
- Serial ini terbuka bagi siapa saja yang berminat untuk melanjutkannya.
- Bila ingin melanjutkan dapat mengirimkannya lewat inbox ke Agust Wahyu
- Beberapa penulis yang telah berpartisipasi adalah: Agust Wahyu, Camelia Septiyati Koto, Merry Srifatmadewii, Siu Hong-Irene Tan, Ypb Wiratmoko,Budi Hantara, Veronica Dian Anita, Albertha Tirta, Agnes Kinasih, Murnierida Pram, Jenny Seputro, Waty Sumiati Halim, Yosep Yuniarto, Stella Christiani Ekaputri Widjaja

Tidak ada komentar: