Minggu, 20 Mei 2018

SEMBURAT MERAH JINGGA (72)

#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (72)
*Dokter Edward
Oleh Jenny Seputro

Setelah lebih dari tiga tahun tak bertukar kabar, aku menelepon Edward. Sahabat karibku semasa sekolah itu dengan gembira menerima ajakan makan siangku. Ah, kalau ingat dulu kami begitu akrab tak terpisahkan. Belakangan ini pekerjaan dan kesibukan masing-masing telah menjauhkan kami. Aku sebagai pengusaha, dan Edward sebagai dokter. Ya, dokter pribadi keluarga Bude Mirna, yang tentu saja menangani segala urusan medis Joana. Kami makan di depot yang dulu sering kami datangi. Tertawa tentang masa lalu, serasa tahun-tahun yang hilang tak pernah ada. Kami bertukar banyak sekali cerita. Edward juga berniat menikahi kekasihnya tahun depan. Kisah mereka mulus, tidak seperti kisahku yang membuat alis Edward naik turun mendengarnya. Sedari dulu kami tidak saling menyimpan rahasia. Kuceritakan semua masalahku padanya. Kutanya padanya tentang Joana, tentang kebenaran cerita bude bahwa Joana masih perawan.


"Maafkan aku Don," kata Edward, "aku ingin sekali membantumu, tapi aku tidak bisa mengatakannya padamu. Itu melanggar kode etikku sebagai seorang dokter." Aku jelas kecewa, hilang sudah satu-satunya kesempatanku mencari tahu kebenarannya. Tapi aku tidak bisa menyalahkan Edward, karena akupun akan melakukan hal yang sama kalau aku ada di posisinya. Malamnya aku kembali tidak bisa tidur. Hampir pukul dua malam gawaiku berbunyi. Ada pesan dari Edward. Dia mengajakku bertemu di tempat prakteknya besok malam selepas jam praktek, di daerah situ banyak makanan enak katanya. Aneh sekali, kalau hanya mengajak makan malam, kenapa dia menghubungiku tengah malam begini? Apalagi kami baru saja bertemu tadi siang. Tapi aku mengenal baik sahabatku ini. Aku harus pergi menemuinya.

Pukul setengah sembilan malam, aku duduk di ruang tunggu praktek Edward, menunggu pasien terakhir keluar dari ruang periksa. Sudah tidak ada orang lain di situ. Tak lama si pasien keluar, Edward tersenyum melihatku. Dia menyuruhku masuk. Dia menyebutkan berbagai jenis makanan yang ada di sekitar situ dan menyuruhku memilih. Lalu dia bilang mau ganti baju dan menyuruhku menunggu. Begitu pintu tertutup, mataku langsung menyapu meja kerjanya. Dugaanku benar, map dengan nama Joana tergeletak di situ. Langsung kuraih map itu dan kupelajari isinya. Untung aku sudah terbiasa membaca kilat dokumen-dokumen. Jantungku berdebar begitu kencang saat aku menemukan apa yang kucari. "Ayo kita berangkat," suara Edward mengejutkanku. Dengan perasaan tak karuan, aku mengikutinya keluar dari tempat praktek.

Perth, 20 Mei 1018

Ikuti Semburat Merah Jingga selanjutnya esok hari...
Catatan:
- Serial ini terbuka bagi siapa saja yang berminat untuk melanjutkannya.
- Bila ingin melanjutkan dapat mengirimkannya lewat inbox ke Agust Wahyu
- Beberapa penulis yang telah berpartisipasi adalah: Agust Wahyu, Camelia Septiyati Koto, Merry Srifatmadewi, Siu Hong-Irene Tan, Ypb Wiratmoko, Budi Hantara, Veronica Dian Anita, Albertha Tirta, Agnes Kinasih, Murnierida Pram, Jenny Seputro, Waty Sumiati Halim, Yosep Yuniarto, Stella Christiani Ekaputri Widjaja

Tidak ada komentar: