Sabtu, 26 Mei 2018

SEMBURAT MERAH JINGGA (78)

#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (78)
*Permenungan
Oleh Albertha Tirta

Sengaja selama tiga hari aku tidak menghubungi Kanya. Biar dia bisa menata emosinya dan aku juga berusaha menenteramkan hatiku. Keterbukaanku dengan bapak dan Kanya menimbulkan gejolak emosi yang tinggi. Sangat melelahkan jiwaku. Untung waktunya akhir pekan, aku tidak perlu ambil cuti untuk menenangkan diri, untuk menjauh dari hiruk-pikuk kota ini. Akhir pekan ini kucoba menepi ke pegunungan. Agar isi kepalaku bisa lumer menjadi dingin, untuk bisa berpikir lebih jernih. Kubuka kaleidoskop hubunganku dengan Kanya selama ini. Banyak riak-riak yang kami lalui bersama. Kami mampu melewati hari-hari yang berat bersama. Haruskah putus sampai disini? Disaat kami tinggal selangkah menjalin hubungan lebih serius? Kutelaah kembali hubungan Kanya dengan Jo.

Tiba-tiba aku merasa konyol sendiri. Bila Kanya masih trauma dan menyimpan dendam pada Jo, tentu ia tidak mau berurusan lagi dengannya. Tetapi selama ini Kanya baik-baik saja bertemu dengan Jo. Malah ia sangat berempati mengunjungi Jo selama di penjara. Masihkah aku meragukannya? Ah... tololnya diriku. Minggu sore, aku bulatkan tekad menemui Kanya. Aku tidak mau menunda masalah ini sampai berlarut-larut, agar tidak mengganggu pekerjaanku hari Senin. Aku akan menyampaikan semua yang aku rasakan, bahwa aku amat mempercayai keteguhan dan kebaikan hatinya. Kuketuk pintu rumahnya. Muncul wajah Jenny yang sembab bekas menangis. Kutanyakan keberadaan Kanya.

Ternyata sejak pagi Kanya demam tinggi. Sudah diberi obat tapi belum turun juga. Jenny ingin membawanya ke dokter tapi Kanya terlalu lemah. Jenny sudah berulang kali mencoba menghubungiku tapi aku tidak menjawabnya. Aku baru ingat kalau tadi pagi kumatikan suara gawaiku agar tidak mengganggu di perjalanan. Ternyata ada sembilan panggilan tak terjawab dari Jenny. Kuhampiri Kanya yang terbaring lemah. Tubuhnya terasa panas sekali. Saat itu Kanya mengigau, menyebut namaku! Ya Tuhan, semua ini salahku. Jenny bilang kalau sedari tadi dia terus memanggil-manggil aku, antara sadar dan tidak. "Kita harus membawanya ke rumah sakit," kataku, lalu kugendong Kanya ke mobil. Sementara Jenny mengepak beberapa baju untuk Kanya dan mengikutiku.

26 Mei 2018

Tidak ada komentar: