41
#pentigraf_serial
SEMBURAT
MERAH JINGGA (41)
*Merenda
Kasih
Oleh
Albertha Tirta
Kami semua amat senang atas pertemuan keluarga yang berakhir menggembirakan semua pihak. Segera kuantar pulang Kanya. Aku takut Bude Mirna berubah pikiran. Di dalam mobil kami tenggelam dalam pikiran masing-masing. Di depan pintu gerbang rumah Kanya, kuiringi langkahnya. Sampai di pelataran kuhentikan ayunan kakinya. Aku mengajak diskusi untuk lebih serius meningkatkan hubungan kami. Tatap mata nanar Kanya seolah belum yakin akan kesungguhan hatiku meminangnya. Kuraih kedua tangannya dan kucium punggung tangannya. Kutatap matanya lekat-lekat untuk mencari keraguan di sana. Kanya tak mampu menatap wajahku, ia menundukkan kepala. Kuraih kepalanya dan kujelajahi raut wajahnya dengan pandanganku yang tajam. Tak lama kemudian air mengalir deras dari kedua matanya. Ia mengangguk sambil merangkulku. Spontan kupeluk tubuhnya erat-erat dan kuangkat beberapa saat untuk meluapkan kegembiraanku.
Di hari minggu yang cerah kuajak Kanya berjalan-jalan ke waduk di desa sebelah. Kami sempat berboncengan dengan sepeda sewaan menyusuri pasir puth. Pemandangan yang asri dan segar menyejukkan hati kami. Kegembiraan hati kami bertambah, dan suka cita meruah. Rasanya semua seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Kanya yang sekian lama terbaring di rumah sakit, sekarang sudah sembuh tinggal perlu waktu untuk pemulihan. Rongrongan Bude Mirna yang didukung ibu sudah berlalu. Fitnah keji Jonatan sudah terkuak terang benderang. Aku merasa Tuhan amat sangat sayang kepadaku. Aku sungguh mensyukuri semua anugerah ini. Akupun tersenyum simpul atas semuanya. Tiba-tiba Kanya menyenggolku membuyarkan lamunanku. Kuraih dan kurangkul erat sambil kubisikkan ke telinganya, “Aku mencintaimu dan tak ingin jauh darimu.” Kanyapun tertawa lebar sambil menjentikan telunjuknya di hidungku. Kamipun tertawa bersama.
Setiap hari minggu selalu kami lewatkan bersama, tidak pernah absen kami mengisi dengan kegembiraan dan syukur. Kami pun membicarakan lebih serius penentuan hari istimewa yang akan kami jalani bersama. Sebagai persiapan hari penting kami, kuajak Kanya ke salah satu butik etnik yang elegan. Kutawarkan Kanya untuk memilih busana kami berdua. Terlihat matanya berbinar-binar dan antusias sekali. Àku amat tersihir akan kecantikannya yang terpancar di saat ia amat bahagia. Terdengar nada dering di gawai Kanya, sambil mengedipkan mata ia meminta izin untuk mengangkatnya. Aku pun menyetujui dengan menganggukkan kepala. Sebelum menjawab Kanya melihat foto profil penelepon. Tiba-tiba ia menjerit dan gawai di tangannya hampir terlepas. Untung aku sempat mengambil dan menahan tubuhnya. Keringat dingin membanjir dan wajahnya menjadi pucat pasi.
---
42
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (42)
SEMBURAT MERAH JINGGA (42)
Ah...
Oleh Agust Wahyu
Segala rencana yang sudah disiapkan akhirnya
berantakan. Hilang sudah kemesraan yang sempat kurasakan beberapa saat. Kami
tak mungkin menikmati sunset di danau tersebut yang beberapa jam lagi akan
hadir dan pesanan tempat buat candle light berdua di sebuah restoran di sekitar
danau untuk menikmati seafood juga kubatalkan. Aku memutuskan untuk mengajaknya
pulang. Aku yakin di rumah dia dapat beristirahat dengan tenang. Untung lalu
lintas di Sabtu sore itu cukup lengang sehingga dapat tiba di rumah dengan
cepat. Rasa takut masih menyergap Kanya yang lemas membuatku sangat penasaran
tetapi kumenahan diri untuk menanyainya. Kupapah dan kubaringkan tubuhnya di
ranjangnya yang empuk. Matanya sungguh berbeda pandangannya. Keringatnya masih
mengucur walau tidak sederas sebelumnya. Kukeringkan keringat yang
membasahinya. Kuberi Kanya minum dan kubelai dirinya. Tangannya kugenggam.
Kutatap matanya dalam-dalam. "Jangan takut, aku di sisimu," kupeluk
dirinya erat. Air mata Kanya menetes jatuh. Kanya memeluk diriku sangat erat.
Tangisnya memecah. Kubiarkan dirinya melepas semua beban yang menghimpit
dirinya. Kepalanya dibenamkan dalam bahuku. Kuelus-belai punggungnya. Setelah
tenang, kutinggalkan Kanya yang tertidur.
Jenny awalnya sempat panik, tapi menjadi tenang saat
kanya dapat tidur dengan tenang. Aku mengambil gawai Kanya diam-diam. Aku ingin
tahu siapa yang meneleponnya. Kutelepon balik nomor telepon tersebut. Aku siap
dengan resiko yang ada. Kumenunggu suaranya. Tidak ada suara yang mengangkat.
Hanya profil fotonya. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Lapor polisi? Hal
apa yang harus kulaporkan? Perbuatan tidak menyenangkan? Aku benar-benar tidak
tahu apa yang harus kuperbuat sekarang. Dan kuambil gawaiku ingin mengabarkan
ayah ibu. Sungguh terkejut ada beberapa panggilan tak terjawab dari nomor yang
sama. “Mas, pulanglah nanti ibu menunggu. Aku nggak apa-apa,” tiba-tiba Kanya
terbangun dan keluar dari kamarnya. Walau dengan hati yang berat, aku akhirnya
berjalan pulang. Sebelumnyakami berdoa bersama memohon perlindungan Tuhan.
Sudah lewat tengah malam, pintu gerbang perumahan
sudah ditutup. Sempat nunggu beberapa saat sebelum satpam membukakannya. Aku
menjalankan mobil dengan kecepatan sedang, apalagi mata ngantuk dan badan
terasa sangat lelah. Namun tiba-tiba mobilku sedikit oleng, dan stir mobil
terasa berat. Aku menghentikan kendatraan dan ternyata ban depan sebelah kanan
bocor. Aku melihat sekeliling. Sepi. Tiba-tiba bulu kudukku sedikit naik. Ini
tempat Kanya kecelakaan. Tiba-tiba dari belakang tanganku dipegang, “Ah...!” Mulut
dan hidungku dibekap dengan sapu tangan, “Kalau masih ingin hidup jangan
teriak.” Aku hanya pasrah dan dipaksa masuk mobil lain. Setelah itu aku tak
ingat apa-apa.
Santa Ursula, 13 Maret 2018
#pentigraf_aw
---
43
#pentigraf_serial
SEMBURAT
MERAH JINGGA (43)
*Tobat
Oleh
Budi Hantara
Empat
lelaki berbadan tegap berdiri mengelilingiku yang tak berdaya. Ruangan besar
yang gelap membuat suasana begitu mencekam. Aku berusaha membuka mata setelah
tak sadarkan diri beberapa saat. Aku sangat terkejut ketika melihat wajah
Jonathan ada di hadapanku. Tampang para preman dan tatapan garang Jonathan
membuat nyaliku semakin down. "Jangan bertingkah! Nasibmu malam ini di
tanganku." Setelah mengucapkan kalimat itu, Jo mengisyaratkan kepada tiga
lelaki di dekatnya untuk menjauh. Di ruang itu tinggal aku dan Jo. Aku menatap
Jo dengan hati berdebar-debar. Apalagi dengan samurai mengkilap di tangannya
siap melukai yang disentuhnya, termasuk leherku.
Beberapa saat suasana hening tanpa suara. Aku dan Jo sama-sama diam menyembunyikan ketegangan. Raut wajahnya tampak menahan gejolak jiwa yang meledak-ledak. Jo menggeser posisi duduknya lebih dekat denganku. "Kamu punya dua pilihan. Menerima tawaranku atau mati?" Suara Jo pelan tapi bernada penuh ancaman. Aku teringat Kanya dan semangatku bangkit seketika. Demi cintaku pada Kanya, aku tak akan menyerah. "Jangan mengancamku! Sebaiknya kamu pikirkan nasibmu sendiri. Sekarang polisi sudah mencium keberadaanmu." Ekspresi wajahnya mendadak berubah. Wajah garangnya hilang ditelan perasaan takut dan bersalah. Pada dasarnya dia tak jahat tapi pengaruh pergaulan dan narkoba yang membuatnya sering terlibat kejahatan.
Tiba-tiba
Jonathan berlutut di depanku dengan wajah tertunduk. Suaranya bergetar pelan.
"Maafkan semua perbuatanku...," dia menyampaikan permohonan maaf
padaku atas segala perbuatan yang telah dilakukannya terhadapku, Kanya, dan
Joana. Bahkan dia rela merendahkan diri dan memohon padaku untuk dikasihani.
Dia minta dipertemukan dengan Joana. Dia ingin minta maaf pada kekasihnya itu.
Dia berjanji akan menjaga dan menyayangi Joana sepenuh hati. Dia juga berjanji
untuk menjauhi narkoba. Setelah dipertemukan dengan Joana, dia akan menyerahkan
diri mempertanggung jawabkan segala keslahannya. Hatiku luluh seketika setelah
mendengar niat baiknya. Aku hanya bisa mengangguk setuju. Kami berpelukan penuh
keharuan rasa.
Ngawi, 14 April 2018
---
44
#pentigraf_serial
SEMBURAT
MERAH JINGGA (44)
*Hmmm
Oleh
Merry Srifatmadewi
Tiga lelaki kekar melongo melihatku dilepas begitu saja oleh Jonathan. Terperangah aku melihat wajah mereka yang sebelumnya seram kini hanya main lihat-lihatan sambil lirik-lirikan satu sama lain. Ahh... peduli amat! Kuberjalan menyusuri hutan dan semak belukar cukup jauh hingga mencapai jalan raya. Kuberdiri menunggu sampai kudapatkan kendaraan tumpangan. Benar-benar buta aku daerah apa ini, yang penting bisa menghirup udara bebas. Beberapa kali aku gonta-ganti kendaraan tumpangan. Harapanku ingin cepat mandi setibanya di rumah. Oh ya aku lupa, aku harus menemui dulu orang rumah supaya tidak cemas terutama Kanyaku tercinta. Tak sabar aku ingin menemui Kanya tapi bau badanku hmmm... aduhai memabukkan membuatku harus mandi sebelum menemuinya.
Kuceritakan peristiwa yang kualami secara garis besar pada ayah dan ibu. "Don, lapor polisi beritahu kamu sudah di rumah dengan selamat. Dan kamu mau ke mana lagi? Istirahatlah untuk hari ini. Besok saja kamu temui Kanya," kata-kata ibu membombardir. Ayah menggeleng-gelengkan kepala tidak setuju dengan kata-kata ibu yang menunda aku menemui Kanya. Namanya orang kasmaran sehari rasanya seperti setahun. Sayangnya, hari itu benar-benar aku tidak bisa menemui Kanya karena harus membuat berita acara pemeriksaan di kantor polisi. Lelah dan bertele-tele diinterogasinya membuat aku ingin mencabut laporan yang dibuat ayah dan ibu. Masalahnya mobilku belum ditemukan dan kini dalam penyelidikan polisi.
Kepalaku pening, badanku sakit. Kupaksa makan walau tidak ingin makan lalu kumakan obat biar bisa lekas pulih. Semalam aku sudah berbincang via telepon dengan Kanya setibanya aku di rumah. Terhibur walau belum bisa bertemu langsung. Semua lega karena aku selamat tidak kekurangan suatu apapun. Ayah menerima telepon dari pihak kepolisian bahwa mobilku sudah ditemukan dan diminta pemilik mobil melihat langsung dengan membawa surat-surat lengkap. Berhubung kondisi kesehatanku masih kurang baik, ayah dan ibu yang berangkat ke kantor polisi. Kanya berjanji akan menemaniku di rumah sepulang kerja. Tiba-tiba Bude Mirna dan Joana muncul di rumahku. Ibu meminta Bude menemaniku selama ibu dan ayah di kantor polisi. Hadehhh...!
Jakarta, 15 April 2018
#pentigrafserialSF
---
45
#pentigraf_serial
SEMBURAT
MERAH JINGGA (45)
*Ada
Apa Sebenarnya?
Oleh
Jenny Seputro
Kanya belum datang juga. Sementara aku benar-benar segan menemui bude Mirna dan Joana. Mengobrol dengan bude rasanya seperti diinterogasi. Bahkan lebih parah dari interogasi polisi. Saat ini aku sungguh sedang tidak mood. Badanku masih terasa meriang dan kepalaku juga masih migren. Tadinya terbayang Kanya memijit kepalaku sambil aku berbaring di pangkuannya. Jemarinya yang ajaib melunturkan segala penat dan lelahku. Tapi Kanya sangat terlambat, dan bude mulai memanggil-manggil menyuruhku makan bubur yang dibawanya. Aku sama sekali tidak berselera, tapi kupaksakan diri untuk makan karena aku harus minum obat.
Sambil makan kuperhatikan Joana yang duduk manis di samping bude. Sejak menderita amnesia, dia bagaikan boneka yang selalu mengekor di belakang bude. "Don, kalau sempat coba ajak Joana ngobrol. Bantu dia mengingat lagi. Kasihan kan dia begini," kata bude sambil meremas tangan Joana. Joana hanya senyum-senyum. Aku menatapnya iba. Betapa hidup ini penuh teka-teki. Dulu aku pernah membayangkan bersanding dengan gadis itu ke pelaminan. Membina rumah tangga yang bahagia dengan ketiga anak kami. Joana bahkan sudah memilih nama untuk anak-anak kami nantinya. Tapi setiap kali aku teringat bagaimana mudahnya dia berpaling hati, rasanya masih sakit di dada.
Bel pintu berbunyi. Akhirnya Kanya, dewi penyelamatku datang juga. Dia membawakanku sup ayam. Pantas lama sekali dia baru datang. Kanya menyapa ramah bude Mirna dan Joana. Senang rasanya melihat mereka tampak akrab. Bude mulai asyik menanya-nanyai Kanya. Percakapan akhirnya berujung pada Jonathan. "Kanya sudah tidak pernah kontak lagi sama Jo ya?" tanya bude santai. Spontan aku bertanya apakah Kanya benar-benar mengenal Jo, dan bukan sekedar orang yang pernah menabraknya. Kulihat wajah Kanya seketika pucat. Saat itu ayah dan ibu pulang, dan Kanya cepat-cepat berpamitan. Dia juga kukuh tidak mau diantar pulang. Malamnya aku tidak bisa tidur. Kenapa Kanya merahasiakan dariku kalau dia sudah mengenal Jo?
Perth, 16 April 2018
---
46
#pentigraf_serial
SEMBURAT
MERAH JINGGA (46)
*Masa
Lalu Kanya
Oleh
Jenny Seputro
Malam
minggu selesai makan malam, seperti biasa aku menemani Kanya mengobrol santai
di rumahnya. Biasanya ini saat-saat yang kunantikan. Tapi kali ini aku gelisah,
tepatnya sejak Jo menelepon Kanya dan membuat gadis yang sangat kukasihi itu
ketakutan bagai melihat hantu. Aku penasaran bagaimana nomor Jo bisa tersimpan
dalam gawai Kanya. Ditambah kejadian malam itu bersama bude. Ada sesuatu yang
disembunyikan Kanya tentang hubungannya dengan Jo, dan itu meresahkanku. Sudah
lama ingin kutanyakan, tapi setiap kali aku melihatnya begitu gembira, aku
tidak tega merusak suasana hatinya. Tapi semakin lama aku semakin tidak tenang.
Akhirnya kuputuskan untuk mengutarakan kegalauanku. "Aku dulu pernah
mengenalnya, tapi itu sudah lama sekali," jawab Kanya, dan langsung
berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
Di
meja makan, Jenny sedang sibuk membereskan piring-piring bekas makan malam. Aku
tahu diam-diam dia memperhatikan percakapanku dengan Kanya. Sekali tatapan kami
bertemu, dan dia cepat-cepat mengalihkan pandang kembali ke piring-piringnya.
Ah, Jenny pasti tahu apa yang dirahasiakan Kanya. Sebagai calon suaminya, aku
merasa berhak tahu, apalagi hal ini berhubungan dengan laki-laki yang telah
merebut Joana dariku,hampir membunuh Kanya, dan baru-baru ini menculikku dengan
obat bius hanya untuk minta maaf. Aku jadi paranoid, gadis-gadis yang kucintai
semua terhubung dengan Jo. "Mas, sudah malam. Sebaiknya kau pulang, nanti
ibu khawatir," kata Kanya. Dia memang benar, tapi tak urung aku merasa
diusir secara halus.
Aku
berpamitan. Kukecup kening Kanya dan kupeluk tubuhnya mesra. Karena sudah
larut, Jenny menyuruh Kanya cepat-cepat mandi, dan dia menawarkan untuk
mengantarku ke mobil. Berdiri di depan pagar, kami sama-sama terdiam. Sama-sama
tahu ada yang ingin dibicarakan, tapi tidak tahu bagaimana. Akhirnya aku yang
buka suara, memohon pada Jenny untuk menceritakan yang sebenarnya.Jenny
mengangguk kecil. Senyumku merekah, akhirnya mulai ada sinar terang. "Aku
harus menceritakan semuanya padamu, demi keselamatanmu sendiri dan Kanya,"
kata Jenny pelan. Senyumku memudar dan buluk kudukku berdiri. Kejutan apa lagi
yang akan kuterima kali ini?
Perth,
17 April 2018
---
47
#pentigraf_serial
SEMBURAT
MERAH JINGGA (47)
*Pertemuan
dengan Jenny
Oleh
Camelia Septiyati Koto
Baru saja sampai di kantor tiba-tiba gawai ku berbunyi, kubuka whatsapp, "Don siang ini apakah kamu ada waktu, aku ingin menjelaskan semuanya padamu. Kuharap untuk saat ini Kanya tak perlu tahu akan pertemuan kita." Aku langsung mengiyakan. Dan kebetulan aku pun tidak ada meeting atau sibuk di kantor. Aku mulai tak sabar untuk menemui Jenny siang itu. Hatiku mulai gelisah dengan apa yang akan disampaikan Jenny nanti.
Saat
jam makan siang aku sudah sampai di tempat yang telah kami janjikan. Perjalanan
cukup lancar sehingga aku tiba lebih awal dari waktu yang kami janjikan.
Kulihat sekeliling dan Jenny tampak melambaikan tangannya padaku. Jenny memesan
makanan buat kami. Dia meminta kami makan dulu sebelum bercerita. Padahal aku
inginnya dia bercerita secepatnya. Penasaran sekali ada apa di balik semua ini.
"Apakah
kamu benar-benar ingin tahu siapa Jonathan," Jenny memulai menceritakan
tentang Jo. Aku sempat kaget atas semua yang diceritakannya padaku. Apakah aku
harus menarik kembali rasa percayaku pada Jonathan kalau ia ingin kembali pada
Joana? Lalu kenapa bude Mirna pun tahu akan hubungan Kanya dan Jonathan. Ada
apa dengan hubungan mereka? Mungkin kalau hubungan antara Joana dan Jonathan
bude Mirna bisa tahu itu, bagiku tak akan merasa aneh. Tapi kalau hubungan
Jonathan dengan Kanya? Makin banyak pertanyaan yang berkecamuk di pikiranku.
Pertemuanku dengan Jenny malah membuatku bingung dan menimbulkan banyak
pertanyaan baru.
Kp.
Sawah/180418
---
48
#pentigraf_serial
SEMBURAT
MERAH JINGGA (48)
*Hari
Kelabu
Oleh
Albertha Tirta
Pulang dari makan siang, aku mengantar Jenny sampai di kantornya. Sepanjang perjalanan kami bergulat dengan pikiran masing-masing. Kelihatan Jenny gelisah, mungkin karena aku juga terlihat resah. Turun dari mobil, ia berpesan agar tidak menyampaikan semua yang diceritakan kepada Kanya. Aku tersenyum mengangguk, meyakinkannya dengan memberi tanda gerakan jariku. Ia membalas tersenyum lega. Cepat aku meluncur kembali menuju kantor. Sebelum berbelok tiba-tiba sepeda motor yang dikendarai seorang ibu menyalib dan menikung. Dengan refleks ku rem mendadak. Hampir kendaraan kami saling bersinggungan. Rasanya mau meledak amarahku, mengeluarkan rasa yang sudah penuh menyesak di dada. Dengan mengambil napas dalam dan membuat tanda salib, aku mampu meredakan emosiku.
Sebelum masuk ruangan kantor, aku berpesan kepada sekretaris agar segala urusan dengan pihak luar ditunda. Semua akan diselesaikan esok hari. Di gagang pintu kugantung tulisan "don't disturb". Aku mencoba menenangkan diri dengan membuka arsip-arsip laporan. Map di atas meja akan kubuka, tiba-tiba terbayang wajah Kanya saat menjadi sekretaris mengambil map dari meja Jo. Sewaktu map di dekap di dadanya, ia jatuh terkulai, obat bius yang di semprotkan pada sapu tangan dan dibekapkan pada hidung dan mulutnya oleh Jo sangat cepat bereaksi. Aku refleks melempar map di tanganku dan jatuh di sofa. Kupandangi isi map yang berserakan. Kembali terlintas cerita Jenny, bagaimana Kanya mengalami nasib tragis di sofa. Adegan perkosaan oleh Jo pada Kamya terlihat nyata di situ. Kugeleng-gelengkan kepala dan kuusap wajah untuk menghilangkan bayangan liar. Semakin ingin kuhindari, semakin nyata menari-nari di pelupuk mataku.
Sore hari saat jam pulang kerja, aku tidak langsung menuju rumah. Kubelokkan mobil ke cafe langgananku untuk menenangkan pikiran dan gejolak hati. Pramusaji sudah hafal dengan pesananku. Segelas Capuccino hangat dengan cepat terhidang di meja. Alunan musik yang biasa kunikmati, justru semakin membuat berat kepalaku. Minuman yang kupesan tak sedikitpun tersentuh. Mulutku terasa terkunci, tapi pikiranku liar tanpa kendali. Aku menjadi pusing. Kali ini cafepun tidak menolong diriku untuk mencari ketenangan. Dengan langkah gontai aku melangkah ke tempat parkir. Kukendarai mobil pelan-pelan. Rasa marah dan jijik menguasai diriku. Akan kulempar ke mana rasa ini? Ke Jo? Kanya? Atau...?
---
49
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (49)
*Cinta Don Kembali Diuji
Oleh Yosep Yuniarto
Sore itu aku datang ke rumah Kanya. Kulihat dia sedang duduk termangu di teras rumah. Resah, gundah dan gelisah nampak terpancar dari wajah cantiknya. Menyaksikan hal itu spontan naluri 'afeksi' ku pun timbul. Aku segera bertanya apakah dia baik-baik saja? "Apakah Jo mengganggumu lagi?" tanyaku. Mendengar nama Jo disebut, mendadak Kanya histeris. Aku menghampiri dan memeluknya dengan erat. Erat sekali. Berusaha menenangkannya. Cucuran air mata deras berderai membanjiri dadaku. Kanya menangis seolah sedang menumpahkan segala beban, perasaan, pikiran yang sedang mengganjal di benak hatinya. Hatiku pun jadi bergetar dan terenyuh. Ingin rasanya aku menangis juga. Namun aku sadar harus kuat dan bisa mengendalikan emosi perasaan yang sedang bergejolak tak karuan ini
Setelah puas menumpahkan air matanya, dengan suara perlahan, tersendat dan bergetar, Kanya mulai berbicara. Dia merasa amat bersalah bahkan berdosa sudah menyembunyikan hal ini dariku. Sebetulnya dia ingin jujur menceritakan semuanya kepadaku. Namun dari kemarin-kemarin itu Kanya masih saja merasa belum siap, baik secara fisik, psikis, mental. Terutama Kanya masih belum siap membayangkan seperti apa reaksiku nanti setelah mendengar dan mengetahui semuanya. Kanya mendongakkan wajah, menatapku pasrah, sendu dan pilu. Dengan pelan Kanya berkata jika kini dia sudah siap andai dia sampai harus kehilangan atau ditinggalkan oleh diriku. Pria sepertiku layak untuk mendapatkan wanita lain yang lebih baik. Sedangkan dia tak layak, tapi dia belum mengatakan apa sebabnya.
Aku menarik napas dalam-dalam, menghirup oksigen
sebanyak-banyaknya untuk menambah kekuatan dalam diriku. Perlahan kusentuh
lembut kedua pipi Kanya, kutatap wajahnya dengan berjuta kasih sayang.
Kutegaskan bahwa rasa cintaku terhadap dia adalah cinta yang sejati, tulus,
siap dan mau menerima dia apa adanya. Sembari tersenyum dan kuelus lembut
rambutnya, kukatakan bahwa di mataku dia tetaplah seorang wanita yang suci dan
terhormat. Yang pantas menjadi seorang istri, mendampingiku seumur hidup dalam
suka dan duka, sampai maut memisahkan. Kanya menatapku, kemudian dia kembali
membenamkan wajahnya di dadaku menangis. Namun... tiba-tiba aku tersentak dan
Kanya juga kaget. Dan Pelukan kami terlepas. Bayangan Jo kembali hadir. Rasa
dendamku memuncak... "Aku harus membalasnya," kataku dalam hati.
"Nantikan pembalasanku..."
---
50
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (50)
*Hari Istimewa
Oleh Agust Wahyu
Dadaku terasa sesak dan panas. Pikiranku sukar untuk
diajak konsentrasi. Berbagai masalah bergantian merasuki otakku. Ingin aku
menyelesaikan semua ini secepatnya. Biar Jo merasakan pembalasanku yang telah
merusak masa depan Kanya dan Joana. Sampai di rumah aku langsung hubungi
teman-temanku yang sekiranya dapat membantuku. Aku tak perlu menggunakan tanganku
langsung. Rasanya aku cukup uang untuk membayar mereka. Mas Gondo sudah siap
setelah syarat-syarat yang dibutuhkan siap kupenuhi. Aku hanya cukup mencari
data tanggal lahir Jo, hari lahir, dan wetonnya dalam Kalender Jawa. Itu
gampang, dari tanggal lahir, aku tinggal minta Mr. Google mencarinya. Syarat
lain seperti bunga 7 macam, air 7 sumber, ayam hitam, dan kemenyan akan
disiapkannya. Aku tinggal bayar. Dia akan laksanakan sampai Jo lumpuh tak
berdaya.
Ada alternatif kedua. Aku bisa minta tolong Bang Jaja, kepala preman untuk memberi pelajaran pada Jo, atau sekalian membunuhnya. Tapi ini kurasa agak riskan karena kalau sampai kebongkar. Akhirnya aku sendiri yang akan kena. Setelah mendapatkan dua alternatif itu, pikiranku sedikit tenang. Emosiku pelan-pelan aku redam. Aku berusaha ke kantor seperti biasa. Tak ingin pekerjaanku di kantor terganggu. Berkas-berkas di atas meja kerja sudah bertumpuk. Harus diperiksa dan ditanda tangani. Apalagi aku merencanakan tahun ini untuk melakukan perluasan pabrik. Aku juga tak ingin produksi pabrik menurun, apalagi ada tawaran investasi baru bila perusahaan dapat meningkatkan produksi dan omzet penjualan. Selain itu harus meningkatkan ekspor dengan mencari pangsa pasar di luar negara-negara ASEAN.
“Pak, sudah ditunggu di ruang pertemuan. Acara akan
segera dimulai,” tiba-tiba sekretarisku mengingatkan. Aku kaget. Seingatku tak
ada agenda penting hari ini. Tapi aku percaya dengan sekretarisku yang cekatan.
Dia pasti telah mempersiapkan semuanya. Aku melangkah ke ruang pertemuan. Semua
karyawan telah duduk rapi dengan tenang di ruang pertemuan. Aku bingung.
Pertemuan apa hari ini? Tiba-tiba semua yang hadir di situ menyanyikan lagu
Happy Birthday. Aku sungguh terkejut, lupa dengan ulang tahunku. Dan lebih
terkejut lagi saat Kanya datang membawa kue tart berbentuk hati dengan lilin
menyala. “Selamat ulang tahun, Don...,” mereka menyalami dan memelukku satu
persatu membuatku lupa dengan segala hal yang membuncah di pikiranku. Tiba-tiba
pintu terbuka, masuk Bude Mirna, Joana, dan Jo membawa kue tart dan bunga,
membuat semua yang hadir ternganga.
Kampung Sawah, 22 April 2018
#pentigraf_aw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar