#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (51)
*Peace
Oleh Merry Srifatmadewi
Melihat Jo yang menggandeng Joana mesra dan penuh perhatian, rasa-rasanya benar Jo serius membuktikan omongannya seperti yang diucapkan waktu membebaskan diriku dari penculikan. Kanya yang sebelumnya terperangah pun kini 'tenang' melihat Jo dan Joana. Jo mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Jo pun menyalami Kanya dan cipika-cipiki. Jujur aku ingin mendorongnya supaya Jo tidak melakukan hal itu ke Kanya apalagi sambil membisiki sesuatu. Pesta berlangsung tanpa keributan. Kuredam emosi demi kelancaran pesta. Semua menikmati makanan dan kue yang terhidang. Saling mengobrol tetapi tidak bisa dibohongi, ada muka-muka curiga, ada bisik-bisik, dan mungkin ada pikiran liar berkeliaran.
Satu-persatu karyawan sudah kembali ke posnya masing-masing. Tinggal kami berlima. Akupun sebenarnya sudah mau kembali ke posku berhubung kurang sopan adat ketimuran, aku akan menunggu hingga Bude mau pamitan. Kanyapun juga menunggu demikian. Dia sudah ingin kembali ke kantornya karena hanya izin sebentar bukan minta cuti kerja. Berhubung tanda dari Bude tidak kunjung tiba, akupun terpaksa harus bicara. Brakkkk... pintu terbuka. Polisi masuk dengan senapan datang memasuki ruangan pesta. "Jonathan, serahkan diri!" Melihat gelagat mau melarikan diri, kaki Jo dilumpuhkan dengan timah panas.
Suasana panas dan kacau-balau. Suara jeritan terdengar membuat karyawan ingin mengetahui ada apa gerangan yang terjadi dan bila memungkinkan ingin meliput kejadian. Sayangnya tidak mungkin, penjagaan polisi sangat ketat sekali di luar ruangan. Tangan Jo diborgol. Tidak ada pilihan selain menyerah.Tidak ada tempat untuk kabur. Semua telah dikepung. Selama ini Polisi mencari dan mengikuti perkembangan keberadaan Jo. Semua terperanjat peristiwa ini terjadi dalam sekejap. Mungkin dengan tertangkapnya Jo, suasana akan lebih damai. Berdasarkan informasi dari polisi, Jo merupakan target yang dicari polisi untuk banyak kasus, antara lain penculikan, pemerkosaan, dan tindak kejahatan lain serta perdagangan narkoba.
Jakarta, 23 April 2018
#pentigrafSF
---
52
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (52)
*Jonathan
Oleh Merry Srifatmadewi
Semua yang berada di ruangan cukup shocked melihat kenekadan Jo melarikan diri hingga kakinya ditembak polisi. Tak habis pikir apa yang ada di kepala Jo saat itu. Terlalu riskan resiko yang harus diambil. Kanya gemetar menyaksikan kaki Jo yang berdarah-darah diseret polisi. Air mata Jo menetes dari pinggir matanya, entah kesakitan atau karena sedih tidak bisa melihat Joana lagi. Pesta spontan yang meriah itu berubah menjadi keheningan menyergap. Suasana kantorku terasa berbeda. Office boy segera membersihkan lantai bekas ceceran darah. Semua kembali bekerja. Bude Mirna mengajak Joana pulang. Kanya batal kembali ke kantor, memilih pulang untuk menenangkan diri.
Aku tidak bisa mengantarkan Kanya pulang karena pekerjaan sedang bertumpuk. Dan aku juga harus bersiap-siap bila polisi membutuhkan diriku untuk penyelidikan kasus Jo. Pekerjaanku benar-benar kacau, tidak bisa konsentrasi. Pikiran bercabang ke Jo, polisi, Kanya, masalah pekerjaan, dan kasus yang terjadi di kantor. Dengan berat hati aku terpaksa meniadakan lembur hari ini. "Don tumben sudah pulang?" tanya ibu penasaran. Kuceritakan peristiwa tadi yang terjadi di kantor pada ibu dan ayah yang menyimak dengan sungguh. Kulihat ibu mengelus dahinya yang tidak gatal itu.
Terbayang aku saat ini akan Jo. Pasti disuruh lepaskan semua pakaian yang melekat lalu ganti pakaian tahanan. Satu sel dengan pembunuh kelas kakap lainnya. Bisa habis Jo dihajar 'senior' di ruang tahanan. Ah... apa peduliku dengan Jo? Terlalu banyak kesalahan Jo dalam hidupnya yang tidak dapat dimaafkan! Kuambil gawaiku dan dan berniat video call dengan Kanya. Tapi tak diangkat. Apa sedang mandi, sedang tidur, atau sedang memikirkan peristiwa tadi? Aku tidak jadi ke peraduan, kuambil kunci mobil untuk pergi ke rumah Kanya. Atau lebih baik aku menghubungi Mas Gondo atau Bang Jaja. masih perlukah kulakukan? Oh, ya aku ingat. Mungkin Jacky lebih tepat buat si bangsat, Jo....
Jakarta, 24 April 2018
#pentigrafSF
---
53
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (53)
*Rutan
Oleh Budi Hantara
Rutan (Rumah tahanan) bukan tempat yang aman dan nyaman. Di sana berlaku hukum rimba. Siapa yang "kuat" bisa menindas yang lemah. Siapa yang kuat akan menjadi bos di antara para tahanan. Bila ada tahanan baru, biasanya ada ritual penyambutan. Terutama bila orang itu di penjara karena kasus pemerkosaan dan kejahatan besar. Seorang tamping (nara pidana kepercayaan sipir) pasti akan menyiapkan kejutan. Bila orang baru itu bernyali, tak jarang menimbulkan duel maut. Biasanya orang baru akan mengalami nasib buruk karena tamping dan anak buahnya akan menghajar dengan kejam.
Aku memastikan kebenaran hukum rimba itu dengan bertanya kepada Jacky. Dia seorang sipir bertangan besi yang sangat ditakuti para napi. Aku mengenal secara dekat karena sejak SMP sampai lulus SMA satu sekolah dengannya. Pada saat bertemu Jacky, selain bercerita tentang kondisi dalam rutan, kami juga membicarakan tentang semua kejahatan Jo. Jacky ikut terbakar emosinya. Sang sipir bertangan besi itu siap mengatur strategi yang rapi untuk melunasi dendamku pada Jo.
Jacky segera memastikan di mana ruang tahanan Jo. Dia juga mengumpulkan informasi tentang beberapa anak buah Jo yang telah lebih dulu menjadi penghuni rutan. Ada indikasi beberapa di antara mereka masih berurusan dengan narkoba. Melalui seorang tamping yang bisa diandalkan, Jacky memasang jebakan. Ketika diadakan razia mendadak, di ruang Jo ditemukan beberapa paket sabu. Jo tak berkutik karena semua napi di ruang itu memojokkannya. Bahkan ketika Jo menolak mengakui bahwa barang haram itu bukan miliknya, beberapa napi bertubuh perkasa beramai-ramai memukulinya. Jo yang masih pincang karena kakinya ditembak polisi, tak berdaya. Jacky sengaja membiarkan Jo dianiaya. Dia mengambil beberapa foto Jo dan mengirimkannya padaku melalui pesan singkat di gawaiku. Aku tak tega melihatnya. Tiba-tiba ibu memanggilku dan cepat-cepat kusembunyikan gawaiku di bawah bantal. Hatiku bergolak tak mampu menyembunyikan pergolakan batin antara terus membalas dendam dan rasa ibaku.
Ngawi, 23 April 2018
---
54
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (54)
*Reaksi Kanya
Oleh Jenny Seputro
Ibu tampak khawatir melihat wajahku yang pucat. Dia menyuruhku cepat-cepat istirahat. Tapi bagaimana aku bisa istirahat? Nuraniku berontak. Kuambil lagi gawaiku dari bawah bantal dan kuamati lagi foto-foto kiriman Jacky. Perutku terasa mual. Jo memang bajingan, tapi apakah aku lebih baik darinya jika aku menyuruh orang untuk menyiksanya seperti itu? Bukankah Jo sudah mendapatkan hukumannya di dalam penjara? Tak tahan lagi, aku langsung menelepon Jacky. Kuminta dia menghentikan siksaan itu. Lalu aku memutuskan untuk pergi ke rumah Kanya. Tentunya dia akan senang dan lega pemerkosanya telah mendapatkan balasan yang setimpal. Sampai di sana, kutunjukkan foto-foto tadi pada Kanya dan Jenny, meski aku tidak bilang kalau itu atas suruhanku.
Reaksi Kanya ternyata jauh dari perkiraanku. Dia memekik histeris sambil memalingkan mukanya. Tubuhnya gemetar. Aku merutuki diriku sendiri. Tentu saja Kanya ketakutan, hatinya begitu lembut. Aku cepat-cepat minta maaf, dan kukatakan kalau aku sudah minta pada sipirnya untuk menghentikan semua itu. Duduk di sampingku di ruang tamu, Kanya hanyut dalam pikirannya sendiri. Beberapa kali dia tidak mendengar aku mengajaknya bicara. Tanpa sadar tangannya memilin kalung bernisial "JK" yang tergantung di lehernya. Kanya pernah cerita kalau kalung itu hadiah ulang tahun dari Jenny untuknya, dengan inisial mereka berdua sebagai tanda kasih sayang dan persaudaraan. Tapi sekarang aku curiga, jangan-jangan itu kalung pemberian Jo dengan inisial nama mereka.
Melihat kondisi Kanya seperti itu, aku memintanya segera pergi tidur. Jenny mengantarku ke mobil. Aku memancing Jenny dengan mengatakan kalau Kanya sedari tadi larut dalam dunianya sendiri, sambil terus memainkan kalung yang dipakainya. "Ah tentu saja," jawab Jenny cepat, "kalung itu pemberian.... ku." Jenny terlihat salah tingkah setelah kelepasan bicara. Dia menyuruhku hati-hati di jalan, lalu cepat-cepat masuk lagi ke dalam rumah. Kecurigaanku memuncak. Kanya telah berbohong padaku. Dia bukannya ketakutan tadi, tapi dia kasihan pada Jo! Kucengkeram setir mobil kuat-kuat sambil mengatur emosiku. Aku harus mencari tahu kebenarannya. Ada satu orang yang sepertinya tahu semua sejarahnya. Kupacu mobilku menuju rumah bude Mirna.
Perth, 25 Maret 2018
---
55
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (55)
*Rahasia Kanya
Oleh Irene Tan
Bude Mirna sedang merajut sambil mendengar musik ketika aku sampai di rumahnya. Langkahku yang terdengar tergesa dan kasar membuatnya mengernyitkan dahinya. "Ada apa Don, malam-malam begini?" tanya bude sambil menurunkan kacamatanya. Dengan rasa penasaran dan tak sabar segera kucecar bude dengan berbagai pertanyaan. Bude Mirna menghela nafas panjang, menyusut air mata yang tak bisa lagi disembunyikannya. Melihat bude menitikkan air mata, aku menahan diri. Ini pasti sebuah cerita dan rahasia besar. Bude Mirna adalah sosok yang sangat tegar, bila bukan sebuah peristiwa yang besar pantang baginya untuk meneteskan air mata.
Aku memejamkan mata sejenak, menyiapkan hati mendengar cerita Bude. Perasaanku terasa begitu sakit dan patah mendengar semua penjelasannya. Kanya dan Jenny, mengapa begitu tega menyembunyikan semua cerita ini. Kepercayaanku kepada Kanya perlahan runtuh. "Rahasia apa lagi yang masih kau sembunyikan dariku Kanya?" pertanyaan yang berkecamuk dalam hati. Kecurigaanku pada liontin ber-initial "JK" mulai bisa dipastikan kebenarannya.
Bude sudah masuk ke kamarnya. Menceritakan semua kebenaran itu pasti sebuah beban yang teramat sangat besar. Ketegarannya tampak goyah. Beberapa kali tangisnya pecah disertai permohonan maaf-nya kepadaku. "Sebaiknya kau klarifikasi semua cerita ini kepada Kanya, agar semuanya menjadi jelas. Jangan ada ganjalan dalam sebuah rumah tangga. Kanya sebenarnya adalah gadis yang lembut dan baik," pesan Bude sebelum menutup pintu kamarnya. Aku pulang dengan perasaan sangat gamang, kuluncurkan mobil ke arah pantai. Aku ingin merenung sejenak, mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Bude Mirna. Semuanya harus kupikirkan dengan tenang untuk mengambil langkah selanjutnya. Debur ombak terdengar seakan ingin menghibur dan mengusir kegalauanku. Terngiang cerita bude, menyadarkanku ternyata begitu besar rasa cinta dan pengorbanan Jo kepada Kanya, membuat rasa cintaku kepada Kanya menjadi kecil dan tak berarti.
Bogor, 26 April 2018
---
56
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (56)
*Istirahat di Bali
Oleh Irene Tan
Pagi ini kuputuskan untuk cuti selama tiga hari. Aku benar-benar butuh istirahat. Aku juga sudah pamit kepada ibu dengan alasan menengok villa keluarga yang sudah lama tidak dikunjungi. Ibu sedikit terheran-heran sebenarnya, aku bisa mencerna dari sinar matanya. Tapi ibu tak banyak bertanya, hanya membantuku menyiapkan sedikit bekal.
Pesawatku mendarat dengan mulus di Bandara Ngurah Rai. Aku suka suasana Ubud. Membayangkan hamparan sawah dengan bulir-bulir padi yang gemuk dan semilir angin yang sejuk mengalir ke teras villa, sedikit menghibur perasaanku. Hampir dua jam perjalanan dari Ngurah Rai, sampai juga akhirnya. Pak Made, penjaga villa keluarga sudah menyiapkan semua keperluanku.
Kuseruput kopi pahit sambil membuka gawai. Melihat kembali foto-foto penyiksaan Jo. Tiba-tiba aku merasa iba yang teramat sangat. Kemarin Bude menceritakan dengan gamblang bahwa Jo dan Kanya dulu adalah sepasang kekasih. Pemerkosaan terhadap Kanya memang benar terjadi, saat Jo dalam pengaruh minuman keras. Keinginan memiliki Kanya membuat Jo kehilangan kendali. Rasa cinta kepada Kanya yang besar membuat Jo berani dan bersedia mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Kemudian Jo memutuskan meninggalkan kebiasaan buruknya, juga gemerlapnya dunia malam. Jo berubah seratus delapan puluh derajat. Menjadi pekerja keras dan penuh tanggung jawab. Terlihat keseriusannya mempersiapkan diri menjadi seorang kepala keluarga. Kesungguhan Jo untuk berubah dan cinta tulusnya, perlahan-lahan meluluhkan kekerasan hati Kanya. Jo mendapatkan tempat teristimewa di hatinya. Mengingat semua cerita Bude, membuat hatinya terasa perih kembali. "Joana, perilakumu sungguh telah memporak-porandakan hidup banyak orang," Don mengumpat dalam hati.
Bogor, 26 April 2018
---
57
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (57)
*Tipu Daya Joana
Oleh Irene Tan
Pagi ini kususuri pematang sawah di belakang villa. Udara segar membuat otakku sedikit jernih. Bulir-bulir padi sudah menguning, tampaknya sudah siap untuk dipanen. Di depan ada sebuah gubuk, kuputuskan untuk beristirahat sebentar di sana. Tampak dari jauh beberapa gadis desa membawa bakul, melintasi pematang. Gadis yang berada di tengah sekilas tampak mirip sekali dengan Joana.
Hhmmm ... Joana, sedang apa dia saat ini. Amnesia telah mengubahnya kembali menjadi seorang gadis yang lugu. Setelah sedemikian menyusahkan kehidupan banyak orang, hanya semata-mata karena kedengkian hati dan silau akan harta dunia. Malam itu Bude bercerita dengan berlinangan air mata, bahwa sejak awal bekerja Joana sudah mengincar Jo, setelah mengetahui bahwa Jo adalah anak pemilik perusahaan. Kaya dengan wajah yang boleh dibilang tampan serta melihat perlakuan Jo kepada Kanya yang begitu lembut dan baik, mengobarkan kedengkian hati Joana. Tekadnya sudah bulat untuk bisa merebut Jo. Dikumpulkannya informasi dan segala kemungkinan rencana yang bisa dilakukannya. Mendengar desas desus kelemahan Jo. Joana segera menyusun rencana dengan rapi. Langkah awal dengan mengadu-domba Jo dan Kanya hingga terjadi kesalah-pahaman diantara mereka. Kedekatannya dengan Jo yang sengaja di-ekspose terus menerus, semakin menjauhkan Kanya dari Jo. Mendengar rencana acara gathering perusahaan akan dilaksanakan di sebuah villa, membuat otak licik Joana bekerja secara cepat menyusun tipu daya dengan matang. Kanya yang tengah dibakar api cemburu, sengaja memutuskan tidak hadir. Malam itu Joana dengan leluasa dan kejam menjebak Jo. Dalam keadaan galau, Jo dengan mudah dibuat mabuk, kemudian berpura-pura mengantarnya ke dalam kamar. Sengaja dirobeknya sedikit baju yang dikenakannya, kemudian berpose mesra, dan mengambil beberapa foto. Tujuannya jelas, akan dikirimnya kepada Kanya. Jo tidak pernah memperkosa Joana, cerita itu sengaja disebar oleh Joana. Bahkan untuk memuluskan rencananya, Joana rela berpura-pura hamil dan keguguran. Jo tidak bisa lari dari tanggung jawab. Hubungannya dengan Kanya berakhir. Dalam keterpaksaannya menerima Joana, Jo kembali ke dalam dunia hitam dan gemerlap kehidupan malam.
Menurut Bude, sebenarnya almarhum Pakde mengetahui semua rencana dan apa yang telah dilakukan oleh Joana. Tetapi rasa sayangnya kepada Joana dan hutang janji kepada almarhum adiknya, membuat Pakde lalai menjadi orang tua yang bijak. Nasehat Bude pun tidak didengarnya. Sementara Bude tidak berdaya dengan ancaman kesehatan Pakde. "Maafkan, almarhum Pakde yaaa Don," isak tangis Bude tak terbendung. Aku harus secepatnya kembali ke Jakarta dan mengklarifikasi semua kejadian ini kepada Kanya. Bila memang Kanya berniat melanjutkan hubungan ini ke jenjang pernikahan, maka dia harus menjelaskan semua detail persoalan. Betul kata Bude,"Jangan ada ganjalan dalam sebuah rumah tangga." Aku sudah mantap dengan langkah yang harus kuambil. Kanya harus memilih, sebuah kejujuran masa lalu atau mengakhiri semua ini tanpa penjelasan.
Bogor, 26 April 2018
---
58
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (58)
*Kanya Mengunjungi Rutan
Oleh Jenny Seputro
Sudah tiga hari aku menyendiri di tengah keasrian pulau Dewata. Susah payah aku berusaha menenangkan pikiranku yang galau. Aku bahkan tidak menjawab telepon Kanya, karena aku merasa belum siap untuk ngobrol lagi dengannya. Aku hanya menulis pesan singkat kalau aku berada di Bali untuk beberapa hari dan akan menemuinya sepulangku nanti. Tapi sampai sekarang kegundahanku tidak banyak berkurang. Aku justru semakin resah, hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun. Di hari ketiga aku kembali ke Jakarta dengan penerbangan pertama. Aku langsung menuju ke rumah Bude Mirna. Ada beberapa hal yang ingin kuklarifikasikan dengannya, hal-hal yang terasa janggal dengan cerita-ceritanya.
Aku memejamkan mata sejenak, menyiapkan hati mendengar cerita Bude. Perasaanku terasa begitu sakit dan patah mendengar semua penjelasannya. Kanya dan Jenny, mengapa begitu tega menyembunyikan semua cerita ini. Kepercayaanku kepada Kanya perlahan runtuh. "Rahasia apa lagi yang masih kau sembunyikan dariku Kanya?" pertanyaan yang berkecamuk dalam hati. Kecurigaanku pada liontin ber-initial "JK" mulai bisa dipastikan kebenarannya.
Bude sudah masuk ke kamarnya. Menceritakan semua kebenaran itu pasti sebuah beban yang teramat sangat besar. Ketegarannya tampak goyah. Beberapa kali tangisnya pecah disertai permohonan maaf-nya kepadaku. "Sebaiknya kau klarifikasi semua cerita ini kepada Kanya, agar semuanya menjadi jelas. Jangan ada ganjalan dalam sebuah rumah tangga. Kanya sebenarnya adalah gadis yang lembut dan baik," pesan Bude sebelum menutup pintu kamarnya. Aku pulang dengan perasaan sangat gamang, kuluncurkan mobil ke arah pantai. Aku ingin merenung sejenak, mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Bude Mirna. Semuanya harus kupikirkan dengan tenang untuk mengambil langkah selanjutnya. Debur ombak terdengar seakan ingin menghibur dan mengusir kegalauanku. Terngiang cerita bude, menyadarkanku ternyata begitu besar rasa cinta dan pengorbanan Jo kepada Kanya, membuat rasa cintaku kepada Kanya menjadi kecil dan tak berarti.
Bogor, 26 April 2018
---
56
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (56)
*Istirahat di Bali
Oleh Irene Tan
Pagi ini kuputuskan untuk cuti selama tiga hari. Aku benar-benar butuh istirahat. Aku juga sudah pamit kepada ibu dengan alasan menengok villa keluarga yang sudah lama tidak dikunjungi. Ibu sedikit terheran-heran sebenarnya, aku bisa mencerna dari sinar matanya. Tapi ibu tak banyak bertanya, hanya membantuku menyiapkan sedikit bekal.
Pesawatku mendarat dengan mulus di Bandara Ngurah Rai. Aku suka suasana Ubud. Membayangkan hamparan sawah dengan bulir-bulir padi yang gemuk dan semilir angin yang sejuk mengalir ke teras villa, sedikit menghibur perasaanku. Hampir dua jam perjalanan dari Ngurah Rai, sampai juga akhirnya. Pak Made, penjaga villa keluarga sudah menyiapkan semua keperluanku.
Kuseruput kopi pahit sambil membuka gawai. Melihat kembali foto-foto penyiksaan Jo. Tiba-tiba aku merasa iba yang teramat sangat. Kemarin Bude menceritakan dengan gamblang bahwa Jo dan Kanya dulu adalah sepasang kekasih. Pemerkosaan terhadap Kanya memang benar terjadi, saat Jo dalam pengaruh minuman keras. Keinginan memiliki Kanya membuat Jo kehilangan kendali. Rasa cinta kepada Kanya yang besar membuat Jo berani dan bersedia mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Kemudian Jo memutuskan meninggalkan kebiasaan buruknya, juga gemerlapnya dunia malam. Jo berubah seratus delapan puluh derajat. Menjadi pekerja keras dan penuh tanggung jawab. Terlihat keseriusannya mempersiapkan diri menjadi seorang kepala keluarga. Kesungguhan Jo untuk berubah dan cinta tulusnya, perlahan-lahan meluluhkan kekerasan hati Kanya. Jo mendapatkan tempat teristimewa di hatinya. Mengingat semua cerita Bude, membuat hatinya terasa perih kembali. "Joana, perilakumu sungguh telah memporak-porandakan hidup banyak orang," Don mengumpat dalam hati.
Bogor, 26 April 2018
---
57
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (57)
*Tipu Daya Joana
Oleh Irene Tan
Pagi ini kususuri pematang sawah di belakang villa. Udara segar membuat otakku sedikit jernih. Bulir-bulir padi sudah menguning, tampaknya sudah siap untuk dipanen. Di depan ada sebuah gubuk, kuputuskan untuk beristirahat sebentar di sana. Tampak dari jauh beberapa gadis desa membawa bakul, melintasi pematang. Gadis yang berada di tengah sekilas tampak mirip sekali dengan Joana.
Hhmmm ... Joana, sedang apa dia saat ini. Amnesia telah mengubahnya kembali menjadi seorang gadis yang lugu. Setelah sedemikian menyusahkan kehidupan banyak orang, hanya semata-mata karena kedengkian hati dan silau akan harta dunia. Malam itu Bude bercerita dengan berlinangan air mata, bahwa sejak awal bekerja Joana sudah mengincar Jo, setelah mengetahui bahwa Jo adalah anak pemilik perusahaan. Kaya dengan wajah yang boleh dibilang tampan serta melihat perlakuan Jo kepada Kanya yang begitu lembut dan baik, mengobarkan kedengkian hati Joana. Tekadnya sudah bulat untuk bisa merebut Jo. Dikumpulkannya informasi dan segala kemungkinan rencana yang bisa dilakukannya. Mendengar desas desus kelemahan Jo. Joana segera menyusun rencana dengan rapi. Langkah awal dengan mengadu-domba Jo dan Kanya hingga terjadi kesalah-pahaman diantara mereka. Kedekatannya dengan Jo yang sengaja di-ekspose terus menerus, semakin menjauhkan Kanya dari Jo. Mendengar rencana acara gathering perusahaan akan dilaksanakan di sebuah villa, membuat otak licik Joana bekerja secara cepat menyusun tipu daya dengan matang. Kanya yang tengah dibakar api cemburu, sengaja memutuskan tidak hadir. Malam itu Joana dengan leluasa dan kejam menjebak Jo. Dalam keadaan galau, Jo dengan mudah dibuat mabuk, kemudian berpura-pura mengantarnya ke dalam kamar. Sengaja dirobeknya sedikit baju yang dikenakannya, kemudian berpose mesra, dan mengambil beberapa foto. Tujuannya jelas, akan dikirimnya kepada Kanya. Jo tidak pernah memperkosa Joana, cerita itu sengaja disebar oleh Joana. Bahkan untuk memuluskan rencananya, Joana rela berpura-pura hamil dan keguguran. Jo tidak bisa lari dari tanggung jawab. Hubungannya dengan Kanya berakhir. Dalam keterpaksaannya menerima Joana, Jo kembali ke dalam dunia hitam dan gemerlap kehidupan malam.
Menurut Bude, sebenarnya almarhum Pakde mengetahui semua rencana dan apa yang telah dilakukan oleh Joana. Tetapi rasa sayangnya kepada Joana dan hutang janji kepada almarhum adiknya, membuat Pakde lalai menjadi orang tua yang bijak. Nasehat Bude pun tidak didengarnya. Sementara Bude tidak berdaya dengan ancaman kesehatan Pakde. "Maafkan, almarhum Pakde yaaa Don," isak tangis Bude tak terbendung. Aku harus secepatnya kembali ke Jakarta dan mengklarifikasi semua kejadian ini kepada Kanya. Bila memang Kanya berniat melanjutkan hubungan ini ke jenjang pernikahan, maka dia harus menjelaskan semua detail persoalan. Betul kata Bude,"Jangan ada ganjalan dalam sebuah rumah tangga." Aku sudah mantap dengan langkah yang harus kuambil. Kanya harus memilih, sebuah kejujuran masa lalu atau mengakhiri semua ini tanpa penjelasan.
Bogor, 26 April 2018
---
58
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (58)
*Kanya Mengunjungi Rutan
Oleh Jenny Seputro
Sudah tiga hari aku menyendiri di tengah keasrian pulau Dewata. Susah payah aku berusaha menenangkan pikiranku yang galau. Aku bahkan tidak menjawab telepon Kanya, karena aku merasa belum siap untuk ngobrol lagi dengannya. Aku hanya menulis pesan singkat kalau aku berada di Bali untuk beberapa hari dan akan menemuinya sepulangku nanti. Tapi sampai sekarang kegundahanku tidak banyak berkurang. Aku justru semakin resah, hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun. Di hari ketiga aku kembali ke Jakarta dengan penerbangan pertama. Aku langsung menuju ke rumah Bude Mirna. Ada beberapa hal yang ingin kuklarifikasikan dengannya, hal-hal yang terasa janggal dengan cerita-ceritanya.
Ternyata Bude dan Joana sedang tidak ada di rumah. Yang ada justru Paklik Parto, adik Pakde Marto yang dimintai tolong membetulkan kran kamar mandi yang bocor. Sambil istirahat, Paklik menemaniku ngobrol sebentar. Sedikit banyak Paklik tahu tentang sepak terjang Jo, dan dia juga menyayangkan kelakuan Joana. Paklik terang-terangan bilang dia berharap aku dan Joana bisa bersama lagi, dan aku bisa membimbing Joana ke jalan yang benar. "Untung budemu pintar Don," kata Paklik sambil menyeruput kopinya, "dia bisa atur polisi untuk menangkap Jo di kantormu." Aku terbengong untuk sesaat. Bude yang melaporkan Jo? Padahal Jo datang dengan begitu mesra bersama Joana. Betapa pintarnya mereka bersandiwara. Tapi kenapa bude tidak memberi tahu aku?
Setelah berpamitan pada paklik, aku berangkat menuju rutan tempat Jo ditahan. Aku ingin menjenguknya, sekaligus menanyakan beberapa hal. Aku ingin tahu perasaan Jo sekarang terhadap Kanya, dan hal itu akan membantuku dan Kanya memutuskan masa depan kami. Aku tak ingin dia mengganggu Kanya kelak ketika telah menjadi istriku. Sampai di parkiran rutan, aku menjadi bimbang. Apakah tepat langkah yang kuambil ini? Tiba-tiba aku melihat sosok seorang wanita keluar dari pintu gerbang. Sosok yang sudah sangat kukenal. Emosiku kembali bergolak. Memang sudah beberapa hari aku menghilang tanpa memberi penjelasan pada Kanya. Apakah layak kalau aku marah melihatnya diam-diam menjenguk Jo tanpa sepengetahuanku?
Perth, 4 Mei 2018
---
59
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (59)
*Lelah
Oleh Stella Christiani Ekaputri Widjaja
Naluri pertamaku adalah akan mengkonfrontasi Kanya. Buku-buku tanganku sampai memutih mencengkeram kemudi mobil karena menahan gejolak amarah. Ingin rasanya aku langsung turun dari mobil dan menunjukkan kehadiranku di sana. Menunjukkan padanya bahwa aku tahu apa yang dia perbuat.
Namun setelah menghembuskan beberapa tarikan napas panjang, aku tiba-tiba justru disergap rasa letih yang luar biasa. Kuruntut perjalanan hubunganku dengan Kanya. Aku ingat aku harus mati-matian menunjukkan keseriusanku, bahkan sampai tertidur di teras rumahnya saat memintanya menjadi kekasihku dan dia menolak tanpa alasan yang jelas. Ketika mengetahui bahwa dia akan sulit memiliki keturunanpun akupun tak mundur. Dengan segala yang telah terjadi seharusnya sekarang dia sudah tahu dan yakin bahwa aku mau dan bisa menerima dia apa adanya tapi rasanya bukan itu yang terjadi.
Pada malam naas dia kecelakaan dia melihatku memberi napas buatan pada Joana tapi dia memilih mengambil kesimpulan yang salah alih-alih bertanya padaku apa yang terjadi. Lalu masih juga ada tanda tanya mengenai liontin itu dan kini dia mengunjungi Jo di rutan. Aku lelah dengan semua misteri ini. Aku lelah mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku lelah menghadapi satu tanda tanya terjawab namun ternyata justru muncul yang lebih besar lagi. Bukankah hubungan yang kuat harusnya dilandasi kepercayaan dan keterbukaan? Tenagaku seperti menguap dari raga. Aku bersandar lunglai di sandaran kursi pengemudi.
---
60
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (60)
*Shock
Oleh Merry Srifatmadewi
Perasaan hati Kanya beberapa hari ini tidak karuan, bingung dan cemas memikirkan Don yang menghilang sementara dan sama sekali tidak mau mengangkat telepon darinya. Pikirannya tidak bisa fokus pada pekerjaan. Belum lagi memikirkan Jo di penjara yang sempat dihajar tamping. Bagaimana caranya supaya Jo bisa menjadi tahanan luar atau setidaknya mendapatkan keringanan hukuman? Kanya tidak punya jawaban saat ini. Joana tidak mungkin mengunjungi Jo. Percuma, Joana masih belum sadar dari amnesianya. Dan Bude Mirna sudah cukup sibuk mengurus Joana.
Hari berikutnya aku sengaja turun dari mobil dan pergoki Kanya pas keluar dari rutan setelah kuikuti dari kantor Kanya. Betapa melongo terkejutnya Kanya melihatku seperti melihat hantu. Telepon darinya setiap hari sengaja tidak kuangkat-angkat. Aku ingin bicara langsung dan melihat ekspresinya. Maukah Kanya mengungkapkan dengan terus terang kepadaku atau harus melalui Jo? Pusing menghadapi kebohongan Bude Mirna yang selama ini telah membohongiku walau belakangan sudah berkata jujur. Pikir-pikir mengapa Bude lapor polisi ketika Jo ada di kantorku? Masih adakah sandiwara yang dimainkan bude? Kuajak Kanya ke kafe bersama daripada bicara di luar rutan. Dalam mobil dia hanya memilih diam membisu. Berasa bersalah padaku? Atau sedang menyusun kebohongan baru?
"Kanya, maafkan aku yang selama ini tidak menjawab telepon darimu," kataku memegang tangannya dan menatap matanya dalam-dalam menginterogasi. Kanya mendengus. Kuangkat wajahnya. Kini dia membuang muka dan mendengus lagi. Suasana kaku dan tegang seperti adu banteng. Kue yang dipesan hanya dimain-mainkan, tidak satupun dimasukkan ke mulutnya. "Tolong ceritakan padaku yang sebenarnya hubunganmu dengan Jo, Kanya. Mengapa kamu kunjungi Jo diam-diam tanpa sepengetahuanku?" Betapa bodoh pertanyaanku ini saking marah, galau dan bingungnya. Dia telepon saja tidak aku angkat, bagaimana mau laporan untuk beritahu bahwa dia mau jenguk Jo. Suara sendok kecil beradu di piring makin keras kasar sambil menghancurkan kue. Kanya menghela nafas dalam-dalam dan memintaku mengantarnya pulang. Wajahnya terlihat tidak enak dilihat. Aku tidak ingin memaksanya bila dia tidak mau cerita saat ini tapi raut mukaku juga tidak bisa dibohongi. Aku hanya menahan geram. Mungkin dirinya juga kesal melihat kelakuan anehku? Pantaskah dia kesal, mau juga aku yang kesal padanya.
Jakarta, 5 Mei 2018
#pentigrafSF
--
---
60
#pentigraf_serial
SEMBURAT MERAH JINGGA (60)
*Shock
Oleh Merry Srifatmadewi
Perasaan hati Kanya beberapa hari ini tidak karuan, bingung dan cemas memikirkan Don yang menghilang sementara dan sama sekali tidak mau mengangkat telepon darinya. Pikirannya tidak bisa fokus pada pekerjaan. Belum lagi memikirkan Jo di penjara yang sempat dihajar tamping. Bagaimana caranya supaya Jo bisa menjadi tahanan luar atau setidaknya mendapatkan keringanan hukuman? Kanya tidak punya jawaban saat ini. Joana tidak mungkin mengunjungi Jo. Percuma, Joana masih belum sadar dari amnesianya. Dan Bude Mirna sudah cukup sibuk mengurus Joana.
Hari berikutnya aku sengaja turun dari mobil dan pergoki Kanya pas keluar dari rutan setelah kuikuti dari kantor Kanya. Betapa melongo terkejutnya Kanya melihatku seperti melihat hantu. Telepon darinya setiap hari sengaja tidak kuangkat-angkat. Aku ingin bicara langsung dan melihat ekspresinya. Maukah Kanya mengungkapkan dengan terus terang kepadaku atau harus melalui Jo? Pusing menghadapi kebohongan Bude Mirna yang selama ini telah membohongiku walau belakangan sudah berkata jujur. Pikir-pikir mengapa Bude lapor polisi ketika Jo ada di kantorku? Masih adakah sandiwara yang dimainkan bude? Kuajak Kanya ke kafe bersama daripada bicara di luar rutan. Dalam mobil dia hanya memilih diam membisu. Berasa bersalah padaku? Atau sedang menyusun kebohongan baru?
"Kanya, maafkan aku yang selama ini tidak menjawab telepon darimu," kataku memegang tangannya dan menatap matanya dalam-dalam menginterogasi. Kanya mendengus. Kuangkat wajahnya. Kini dia membuang muka dan mendengus lagi. Suasana kaku dan tegang seperti adu banteng. Kue yang dipesan hanya dimain-mainkan, tidak satupun dimasukkan ke mulutnya. "Tolong ceritakan padaku yang sebenarnya hubunganmu dengan Jo, Kanya. Mengapa kamu kunjungi Jo diam-diam tanpa sepengetahuanku?" Betapa bodoh pertanyaanku ini saking marah, galau dan bingungnya. Dia telepon saja tidak aku angkat, bagaimana mau laporan untuk beritahu bahwa dia mau jenguk Jo. Suara sendok kecil beradu di piring makin keras kasar sambil menghancurkan kue. Kanya menghela nafas dalam-dalam dan memintaku mengantarnya pulang. Wajahnya terlihat tidak enak dilihat. Aku tidak ingin memaksanya bila dia tidak mau cerita saat ini tapi raut mukaku juga tidak bisa dibohongi. Aku hanya menahan geram. Mungkin dirinya juga kesal melihat kelakuan anehku? Pantaskah dia kesal, mau juga aku yang kesal padanya.
Jakarta, 5 Mei 2018
#pentigrafSF
--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar